1.2

2.9K 394 21
                                    

Semesta diam. Cewek itu hanya menatap note yang ada dalam catatan matematikanya dengan datar.
"Sialan. Gue kangen papa."  Sejenak cewek itu diam lagi, lalu berbaring diatas ranjangnya. "Astana brengsek."

Beberapa jam yang lalu, ia mendengar percakapan Abel, dan seseorang ditelpon. Sejak saat itu, mood Abel sepertinya menjadi buruk. Aduh, tokoh kesayangannya sedang dalam mood yang jelek, Kana tidak tega.
"Papa Domi lebih baik, ya tuhan aku kangen papa." Semesta mencak mencak tidak jelas diatas kasur. "Asal tuhan tau ya, aku kesiksa banget jadi Semesta. Soalnya musuh dia banyak, untung kaya."

Memang benar. Lahir dari keluarga yang luar biasa berpengaruh dalam dunia bisnis membuat Semesta dan para saudaranya dijaga ketat sejak kecil. Musuh bisnis kakek ataupun ayahnya membuat mereka juga ikut diincar.
"Kira kira gue di rl mati apa kaga ya?" Gumamnya

Ini sudah mendekati ending novel, sebenarnya novel Beautiful Us itu hanya terdiri dari 20 bab. Memang pendek, tapi cukup membuat Kana emosi saat membacanya. Rencananya, nanti ia akan menamatkan ini semua tepat pada tgl yang sama dengan novel. Yap,2 Juni adalah happy ending untuk protagonis utama, dan hancurnya hidup antagonis. Dan ini masih Desember.

Ok.

Saat ini, ia hanya memikirkan bagaimana cara memberitahu Abel, dan menghancurkan total plot cerita sehingga ia bisa mendapatkan ending yang aman untuk dirinya.

Cewek itu berdiri, lalu menuju ke dapur untuk mengambil minum. Dibalik kitchen bar, ia melihat Angkasa sedang sibuk dengan beberapa buku resep. Entah apa yang akan dilakukan abang kedua Semesta itu. Omong - omong, ia masih belum pernah bertemu dengan kakak sulung Semesta. Yap, Rigel Monoceros Jagrata.

Semesta baru kali ini mendengar nama yang membuat lidahnya keseleo. Rasanya susah diucapkan, apalagi saat Abel yang mengatakan nama abang sulungnya itu. Semakin sulit dimengerti.
"Aku juga mau." Semesta duduk dikursi paling ujung, tempat terdekat dengan posisi Angkasa. Angkasa menoleh, dan mengangguk sambil tersenyum.

"Abang tumben jam segini ke dapur,"
"Hm? Cuma pengen masak sesuatu aja. Ily kenapa belum tidur?" Angkasa menyerahkan segelas teh hangat kepada Semesta, selanjutnya cowok itu sibuk memotong ini itu, dan memasukannya kedalam penggorengan. Semesta hanya memperhatikan.
"Kepala koki disini siapa namanya, bang?" Tanya Semesta sembari menghabiskan tetes terakhir teh hangatnya.

"Javid, Javid Rochester." Jawab Angkasa. Lelaki dengan balutan piyama dan apron cokelat itu nampak tampan, betapa beruntung Semesta memiliki kakak setampan Angkasa... Kanarae juga mau.
"Ganteng." Celetuk Semesta tanpa beban, Angkasa menyernyit, dan mengangguk setuju.

"Tidur, besok kamu harus sekolah." Perintah Angkasa saat melihat melihat Semesta mulai mengantuk.
"Okei, nacht abang." Semesta berjalan sempoyongan menuju kamarnya, Angkasa hanya menggeleng sambil tersenyum.

"Lo bisa keluar dari persembunyian sekarang juga."

— —

"Hah?"

Semesta berhenti mengunyah sarapan paginya, cewek itu mengernyit bingung dengan alis bertaut. Mata cewek itu menyipit, menelisik figur seorang lelaki yang kini menatapnya dengan tatapan datar.
"Lu Eros?"

Ctak!
Semesta mengusap keningnya yang dijitak dengan tidak manusiawi, dan kini ditatap garang oleh Angkasa. Cewek itu merengut, "lu Kak Eros?"

Ctak!
Jitakan kedua mendarat dikeningnya, cewek itu memekik kesakitan dengan kening memerah. Angkasa mendengus karena sang adik bahkan tidak menyadari kesalahan yang ia perbuat.
"Elu, elu! Abang kamu itu!" Tegurnya galak, Semesta hanya meringis.

"Kan bercanda.." Angkasa mendengus pt.2 cowok itu menajamkan tatapannya menatap kakak pertamanya sekaligus putra sulung Astana, Eros.
"Ya, seperti yang kamu tau." Eros menyugar rambut basahnya sebentar sebelum memakan sarapannya dalam diam. Sementara Semesta menatap Eros dengan pandangan menyelidik.

Ekhem, jadi gais. Rigel Monoceros atau Eros ini adalah kakak sulung Semesta sekaligus cucu laki laki pertama keluarga Bratadikara. Dan dalam cerita asli, Eros membenci Semesta karena adik perempuannya itu kasar, dan tidak sopan. Namun seperti yang kita tau, benci dan sayang itu beda tipisssssss bget yh, jadi sebenarnya Eros sayang Semesta, tapi. TAPIIII yh btl, GENGSI.

"Aku berangkat." Semesta bangkit berdiri, pamit kepada Angkasa, dan melengos tanpa dosa. Dia tidak pamit kepada Eros, sebab baginya Eros itu menyebalkan sekali.
"Ly..." angkasa memanggil dengan lemas. Kakak, dan adiknya sama sama mempunyai GENGSI yang BESAR, jadi rasanya sangat sulit berada diantara kedua orang tersebut.

"Gue nggak butuh salam dari dia." Ucap Eros datar, "manusia gatau diri yang ngebuat mami—"

"KAK!"

"What??!"

"Pikir dengan otak lo yang cerdas itu. Semesta nggak akan mau jadi anak piatu! Dia juga nggak mau mami ninggalin kita! Jangan naif, dan kekanakan. Adik kita butuh bimbingan kita, sudahi sikap lo yang membuat Semesta makin jauh dari lo. Karena ketika Semesta benar benar muak, maka nasib lo bakal sama dengan papi." Angkasa mengambil almamaternya yang ada dikursi, setelah itu mencium tangan Eros, dan meninggalkan kakaknya dalam keterdiaman menyedihkan.

"Jangan berpikir bahwa lo orang yang paling merasa kehilangan, karena Semesta jauh lebih mengerti perasaan itu dibanding siapapun." Ucap Angkasa dengan suara serak, sebelum akhirnya melanjutkan langkahnya.

Makan noh gengsi.

—— 🦭 ——

Dom mengusap kasar dahi berkeringatnya, sudah hampir 2 bulan Kana – putri yang amat ia sayangi koma tanpa sebab yang jelas. Segala pemeriksaan telah Dom ajukan untuk mengetahui penyebab sang putri tertidur begitu lama. Setiap hari ia berdo'a kepada tuhan agar putrinya kembali, agar harinya tak terasa sepi lagi.

Dua bulan ia habiskan untuk bekerja, dan menjaga putrinya. Sebagian besar waktunya ia habisakan dirumah sakit. Dom tidak membiarkan ia melewatkan setiap perkembangan yang Kana tunjukkan. Walaupun hasilnya tetap sama, tapi Dom tetap menolak saat keluarga istrinya berkata bahwa lebih baik segala alat yang terpasang pada Kana dilepas saja.

"Bangun ya, Nak... papa kangen..." Dom terisak kuat kuat, malam ini lagi lagi ia merasa teramat rindu kepada putrinya. "Anak papa sekarang sudah besar sekali ya? Mirip sekali dengan mama kamu." Tangan kurus milik Dom mengelus lembut jemari putrinya, memperhatikan dengan lamat, berharap ada keajaiban yang membuat putrinya terbangun.

"Kana... maafin papa... maaf karena papa jadi orang tua yang nggak becus jagain kamu, maaf nak.." Dom lagi lagi meminta maaf. "Maaf... maaf karena papa nggak pernah mempertemukan kamu dengan mama kamu."

"Nak... tolong bangun, dan tersenyum lagi untuk papa."
———

"PA!" Abel terlonjak kaget saat Semesta tiba tiba berteriak keras, dan membuat teman sekelasnya ikut menoleh kearahnya.

"Ly? Ily? Ily?! Bangun! Ily sadar!" Abel menepuk pelan pipi Semesta, membuat cewek itu bangun masih dengan napas ngos ngos an. "Sudah? Mimpi buruk, hm? Ada gue ily..." Abel mengelus pundak Semesta untuk menenangkan, teman teman sekelasnya mengalihkan pandangan saat Abel memberikan isyarat.

Semesta - nya bukan bahan tontonan.

"Nggak papa, ily." Semesta masih diam, cewek itu tidak bergerak sedikitpun sampai akhirnya menghela napas panjang, dan menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. "Mimpi apa?" Tanya Abel penasaran

"Mimpi... gue mati." Balas Semesta pelan, gerakan tangan Abel.mengelus kepalanya sontak berhenti, tatapan mata cowok itu menajam.

"Lo tau kalau gue bakal selalu melindungi lo, apapun keadaan, dan bagaimanapun caranya." Abel berusaha tersenyum walaupun giginya bergemelatuk menahan amarah.

Tidak ada yang boleh menyakiti Semesta - nya. Sipapun yang melakukan itu, akan melihat kegilaan Helix Nebula.

— 🦭 —

1096 words

Hai? Lama ya updatenyh, itu krn ak gainget ak nulis ini anjir! Btl, ak lupa kalau ad work yg hrs ak lanjutkn. Bru inget setelah diingetin tmn makanya lama bgt awokaowk

Mff yh, ak jg rada sssiiieeebuck, bro.

See u next time :D

I'm The Main Characters Where stories live. Discover now