CHAPTER 12 ◈ Dancing With Classical Music

168 6 1
                                    

          MANA bisa Aurora tidur dengan nyenyak, meskipun sebenarnya dia sempat tertidur sejenak di ruang bawah tanah, tapi tetap saja dia membutuhkan waktu tidur cukup untuk memulihkan tenaganya. Dia akan selalu terbangun begitu mulai tertidur lelap. Dia merasa seperti ada yang mengawasinya. Ruangan ini terasa menakutkan sehingga membuatnya gelisah dan tubuhnya selalu merinding. Belum lagi kepalanya terasa pusing, kakinya agak kesemutan maupun tenggorokannya kering karena rasa haus. Dia heran bagaimana bisa Vernon tidur di kamar seperti ini yang jendelanya pun tak bisa terbuka dan selalu ditutup dengan tirai. Kamar mandi pribadinya bahkan sengaja dikunci oleh Vernon. Baik kamar maupun pemiliknya sama-sama aneh.

          Akhirnya Aurora memutuskan untuk tetap terjaga. Dia tak tahu sekarang sudah jam berapa. Dia pun tak akan peduli. Dengan jengkel, dia menendang asal selimut yang menutupi dirinya itu sampai jatuh ke lantai. Masa bodoh, pikirnya. Aroma kamar remang-remang ini berbau Vernon sehingga membuatnya jengkel saja. Mata Aurora sejak tadi menatap plafon sembari memikirkan banyak hal. Sebenarnya dia sangat haus dan lapar, tapi enggan beranjak.

          Kesunyian di kamar ini mulai membuat Aurora kembali dilanda rasa tak nyaman sebab merasa kedua telinganya seperti disumbat sesuatu. Dia juga tak ingin perutnya berbunyi hanya karena rasa lapar. Dia jadi ingin mendengarkan musik agar bisa menenangkan diri dan pikirannya yang sungguh kalut.

          Aurora membayangkan dirinya terbang di ladang bunga mawar atau berlayar di atas lautan luas dan melihat segala macam hal, akan tetapi di saat yang bersamaan dia ingin berbaring di atas ranjangnya sendiri, di bawah selimut hangatnya, di hari yang cerah, nyaman, maupun cuaca mendung serta hujan, atau mungkin di hutan di malam hari lalu dikelilingi oleh pohon, kunang-kunang dan bunga dari semua jenis termasuk bluebell serta foxglove. Jika bisa dia ingin menyentuh bintang-bintang kemudian berputar-putar dan menari-nari di sana. Sejak kecil dia memimpikan semua hal yang dia sebutkan, sebab itu selalu terjebak di dalam kepalanya.

          Tidak, Aurora merasa dia tak boleh hanya memimpikannya saja. Dia harus melakukannya suatu hari nanti. Dia mulai merasa dirinya sedang berhalusinasi dikarenakan mendengar melodi-melodi indah di kepalanya dan itu terngiang-ngiang di telinganya. Terpaksa membangunkan dirinya, dia duduk lesu di atas ranjang sembari menahan sakit kepalanya. Apa ini juga penyebab karena rasa laparnya?

          Begitu Aurora menoleh ke arah pintu, dia tersentak kaget karena mendapati Vernon sedang berdiam diri bersandar pada daun pintu seraya memperhatikannya. Ruangan kamar ini remang-remang jadi dia tidak menyadari kehadirannya yang seperti hantu. Sejak kapan dia ada di sana? Dan tatapan macam apa itu? Ekspresinya terlihat mencurigakan.

          “Jam berapa sekarang?” tanya Aurora yang pelan-pelan turun dari atas ranjang karena lemas menahan lapar, haus dan pusing. Ia merasa sudah seperti seorang nenek-nenek saja.

          “Apa yang sedang kau pikirkan?” Vernon terdengar ingin tahu. Matanya melirik selimut yang tergeletak di lantai.

          Aurora yang menyadari tatapan Vernon langsung meraih selimut yang tadi ditendangnya itu lalu melipatnya dan meletakkan di atas bantal. Ia agak malu karena melakukan hal konyol tadi. “Sejak kapan kau ada di sana?”

          “Apa yang sedang kau pikirkan? Apa yang membuatmu sampai menendang selimut itu?” Vernon sama sekali tak berniat menjawab pertanyaan Aurora yang mencoba sabar.

          “Huh! Berarti kau sudah di sana sejak tadi.” Aurora memilih kembali duduk lemas di atas ranjang. Ia termenung sejenak.

          “Jawab aku, Aurora!” seloroh Vernon dengan tidak sabaran.

          “Tidak kenapa-napa. Aku hanya bosan karena kau mengurungku terus. Aku juga ... lapar dan haus.” sahut Aurora dengan suara lemah. “Jadi menyebabkan aku seperti berhalusinasi mendengarkan musik waltz.”

The Dark DesireWhere stories live. Discover now