CHAPTER 3 ◆ The Terror That Began To Haunt

253 8 1
                                    

          SUARA dentuman musik elektronik yang memekakkan telinga terdengar seantero klub malam. Banyak orang yang menari-nari dengan gerakan sensual di lantai dansa dan tepat di atas lampu disko warna-warni yang menyilaukan mata. Kepulan asap rokok, aroma nafas berbau alkohol maupun bau parfum yang menyengat bersatu padu dengan udara di dalam klub.

          Aurora yang sedikit kesulitan berjalan karena penuhnya orang-orang yang berhimpitan di klub malam ini mulai membuatnya merasa tak nyaman. Sebelumnya dia sudah janjian dengan Ramona untuk bersenang-senang. Mata Aurora berusaha memindai setiap sudut klub untuk mencari keberadaan sahabatnya itu yang katanya sudah ada di sini sekitar lima belas menit yang lalu. Beberapa pria asing mulai menyapa Aurora, namun gadis berpenampilan gothic itu mengabaikannya begitu saja.

          Aurora terus menyelusuri jalan-jalan sempit oleh orang-orang di sekitarnya. Suasana di klub ini benar-benar riuh. Beberapa gadis dengan pakaian super minim berdansa liar dengan dikelilingi oleh pria-pria yang haus akan belaian di atas ranjang. Entah karena Aurora terlalu laju ketika berjalan atau karena sempitnya klub malam yang penuh sesak ini sehingga membuatnya tak sengaja menabrak seorang gadis yang berdandan sangat modis.

          “Kau punya mata atau tidak?” Gadis itu berteriak marah. Wajah cantiknya memang kelihatan sinis. Di tambah lagi dengan lipstik merah menyalanya sehingga membuatnya seperti tokoh antagonis yang menawan.

          “Maaf. Aku tidak sengaja, Stella.” Aurora yang mengenali gadis berpenampilan modis itu segera meminta maaf.

          Stella mendengus pelan. “Oh, ternyata hanya kau.” Ia memandang Aurora dengan tak senang.

          Kemudian beberapa temannya Stella yang juga berpenampilan modis bermunculan. Mereka sengaja mengelilingi Aurora sembari memperhatikan penampilannya.

          “Bukankah dia hendak merebut Owen darimu, Stella?” Salah seorang teman Stella dengan sengaja melirik sinis pada Aurora yang heran dengan kata-katanya.

          “Owen adalah temanku. Aku merasa tak merebutnya dari siapapun.” Aurora berusaha menjelaskan. Ia pikir ini konyol. Tak ada hubungan apapun dirinya dengan Owen. Mereka memang murni berteman baik.

          “Kau tidak akan pernah mengaku, Gadis aneh!” kata Stella dengan ketus. Ia memandang penampilan gothic Aurora dengan pandangan merendahkan. “Lihatlah, gayamu saja sangat aneh. Pesta halloween sudah berakhir.”

          “Aku tak masalah jika gayaku ini aneh.” Aurora merasa tak keberatan meskipun ia jengkel mendengar ucapan Stella. Sekali-kali Stella harus diingatkan bahwa dia tak boleh terlalu radikal ketika menyukai seseorang. “Asal kau tahu saja. Owen itu tidak suka dengan gadis yang senang merendahkan orang lain. Aku pikir sepertinya kau bukanlah tipenya. Kau seperti gadis yang penuh obsesi, dan obsesimu itu aneh. Yang ada Owen akan berlari menghindar. Berlari sejauh-jauhnya mungkin.”

          Stella sontak mendidih mendengarnya. Dia merasa terhina dan tersinggung dengan ucapan gadis gothic di hadapannya ini. Kata-kata itu membuatnya kesal bukan main. Beberapa teman-temannya memintanya untuk menghajar Aurora yang mulai bersikap waspada. Mata Stella tampak berkilat-kilat penuh amarah. Owen harus menjadi miliknya. Harus! Pria tampan itu tak boleh menghindarinya apalagi menjauh. Stella begitu tergila-gila pada sosok Owen Wildblood.

          “Brengsek kau!” Stella mengumpat kasar.

          “Kau yang brengsek!” Aurora balas mengumpat. Mereka berdua saling berpandangan sinis.

          “Shut the fuck up!” Dengan kasar Stella mendorong tubuh Aurora yang tak siap dengan tindakan tiba-tibanya.

          Aurora berteriak histeris melawan suara dentuman musik elektronik yang keras ketika tubuhnya kehilangan keseimbangan dan hampir jatuh terlentang di lantai, namun secara ajaib ada tangan kokoh seseorang yang menahan tubuhnya agar tak mendarat mulus di lantai klub.

The Dark DesireKde žijí příběhy. Začni objevovat