🍁 Chapter 3

92 11 1
                                    

Matahari sudah terbenam beberapa saat yang lalu. Langit sudah sepenuhnya dan gelap dan dihiasi bintang-bintang. Ribuan ekor bluefly dan redfly terbang memenuhi bagian tengah area akademi. Yellowfly berkeliaran di sekitar menara dan greenfly bergerak di sisi terluar akademi dekat hutan. Hal itu menjadikan area akademi terlihat indah dengan cahaya warna warni yang berterbangan.

Namun kenyataan satu itu tidak menunjukan jika semua penghuni akademi kini sudah kembali ke dalam kamar mereka di menara masing-masing. Apalagi sebentar lagi jam makan malam akan dimulai. Nyatanya, beberapa masih berkeleriaan sembarangan.

Salah satunya Minho.

Tapi, penyihir setengah peri itu tidak berkeliaran di sekitar bangunan-bangunan yang ada di area itu. Nyatanya, penyihir edelweis itu ada beberapa meter masuk ke dalam hutan. Ia masih menggunakan seragam akademinya—menandakan jika ia belum kembali ke menara sejak kelas terakhir selesai.

Dan orang lainnya yang juga masih berkeliaran di luar adalah Koo Junhoe.

Minho tidak kenal dengan dengan penyihir bertubuh tinggi dengan rambut kemerahan itu. Mereka tidak belajar di kelas yang sama dan tidak pernah bersinggungan lebih sebelumnya. Minho hanya pernah melihatnya beberapa kali saat akan kembali ke kamar karena mereka memang tinggal di menara yang sama.

Lalu saat ini, Minho terpaksa menghentikan langkahnya saat tidak sengaja menangkap kehadiran Junhoe di pinggir hutan—saat ia akan keluar hutan untuk kembali ke menara. Ngomong-ngomong, ia harus kembali secepatnya karena sudah menghilang sejak kelas terakhir baru berjalan setengah waktu. Bisa menjadi masalah lain kalau Juyeon menyadari ia belum kembali.

Sayangnya, kehadiran penyihir fuocosera—penyihir api—itu di depannya jelas menghambat langkahnya.

“Oh, axeldian.”

Seharusnya Minho tidak peduli pada lelaki itu. Tapi panggilan bernada menyebalkan itu membuatnya terpaksa berhenti bergerak.

“Apa yang kau lakukan malam-malam di sini?” Pertanyaan itu Junhoe ajukan beberapa saat setelahnya—saat Minho tak berikan reaksi apapun untuk ucapannya sebelumnya. “Dan hei... apa kau belum kembali ke manara? Kau masih menggunakan seragam.”

“Bukan urusanmu.”

Minho menjawab cepat. Selain dengan Juyeon, ia selalu merasa tidak nyaman berada di sekitar penyihir lainnya ataupun peri. Sehingga yang ia usahakan saat ini adalah pergi secepatnya.

“Oh tentu itu bukan urusanku.” Jawab Junhoe acuh. “Dan pastinya yang kau lakukan tentu seputar rapat kecil antara axeldian dan bawahannya. Well, aku tidak peduli, Lee.”

“Ya, memang harus begitu.”

Menjawab acuh, Minho kembali menggerakan kakinya. Pemilik manik keemasan itu mulai melangkah menjauhi Junhoe dan membiarkan lelaki itu dalam gelapnya hutan. Tapi, saat dirinya belum-belum benar-benar keluar dari hutan, telinganya menangkap sebuah suara seperti kain yang dibentangkan—terdengar samar memang. Minho pikir itu pasti peri. Sehingga gerakan yang dilakukan adalah menoleh ke belakang.

Tidak ada apa-apa di sana, tidak ada peri seperti yang dipikirkannya.

Tapi, manik keemasannya itu hanya menangkap seberkas cahaya berwarna merah gelap tak jauh dari tempatnya bertemu si penyihir fuocosera itu.

“Apa yang kau lakukan di sini, axeldian?”

Minho masih memusatkan perhatiannya pada seberkas cahaya yang perlahan mulai menghilang saat sebuah suara tak asing tiba-tiba terdengar. Hal itu membuatnya mendengus sebelum kembali menghadap ke depan.

Di depannya—dengan jarak sekitar dua meter—Juyeon berdiri dan menatapnya datar. Minho tidak tahu apa yang saudara kembarnya itu pikirkan, tapi kehadiran yang lebih tinggi itu jelas akan membawa masalah baru untuknya.

DOMINUS AXELDIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang