BAB 2 : Glundung Pringis

126 6 0
                                    

Namanya adalah Kirman. Dulu ia adalah seorang sinder. Sinder adalah seseorang yang ditugaskan untuk menjaga kebun tebu. Karena biasanya jika tidak dijaga, kebun tebu itu akan dimasuki orang tak dikenal lalu sedikit banyak tebu tebu itu akan dicuri. Dan Kirman adalah orang yang ditugaskan sebagai penjaga.

Tapi itu adalah cerita lama. Karena kini, Kirman hanyalah seorang pengangguran. Ia tidak lagi memiliki pekerjaan. Ia di PHK karena pabrik gula tersebut tidak lagi beroperasi.

Tapi karena sadar bahwa ia sudah memiliki keluarga yg harus dihidupi, ia rela bekerja apapun, meski itu hanya kerja serabutan dengan upah minim sekalipun.

Dan untuk hari ini, ia diminta oleh Pak Margono, selalu juragan di desanya untuk memetik kelapa kelapa tua. Biasanya kelapa kelapa tua akan dijadikan santan sehingga memiliki nilai jual yg lebih. Dan syukur bagi Kirman karena ia memang jago memanjat. Sehingga peluang ini bisa ia ambil untuk menghasilkan uang.

Banyak pohon yg harus Kirman panjat. Serta banyak kelapa yang harus Kirman petik. Sehingga pekerjaan ini baru bisa ia selesaikan mendekati Maghrib menjelang.

Sekiranya pukul setengah tujuh malam, Kirman pamit pulang kepada sang juragan dan beberapa orang lain yg sudah ia kenal di sana. Lalu Kirman pun pulang ke rumah dengan membawa upah yg tak seberapa.

Sesampainya di rumah, Kirman memberi upah tadi ke istrinya. Kemudian ia mandi lalu istirahat sebentar.

Di senggang istirahatnya, Kirman merenungkan sesuatu. Kirman sadar klo saat ini ia tidak punya pekerjaan tetap. Ekonomi keluarganya tidak lagi stabil seperti dulu saat ia masih memiliki pekerjaan sebagai sinder. Kirman menjadi khawatir akan kondisi keluarganya. Apalagi mengingat bahwa dirinya sudah memiliki 2 anak. Karena itu, ia sudah berniat jika nanti malam akan mencari gayam. Sebagai tambahan ekonomi. Karena gayam bisa dijual lagi ataupun dimakan sendiri nantinya.

Sebagai informasi, gayam adalah sejenis polong-polongan dimana besar pohonnya bisa setinggi 20 sampai 30 meter dan terlihat seperti pohon beringin. Jadi para pengais gayam akan menunggu buahnya jatuh terlebih dahulu barulah diambil. Dan biasanya dilakukan pada tengah malam. Sekitar pukul 2 pagi.

Kirman sebenarnya tau tentang warga yg sering berburu gayam dari sejak lama. Namun karena selama ini ekonominya stabil, ia bersikap acuh. Tapi untuk saat ini, ia justru terpaksa ikut ikutan mengais gayam karena desakan ekonomi.

Singkat cerita waktu sdh menunjukkan pukul 12 malam. Kirman sudah bersiap pergi untuk mengais gayam.

Saat ia keluar rumah, ia melihat Mbah Diro, tetangganya yg masih duduk di teras rumah sambil ngopi dan merokok.

Melihat Kirman yg keluar rumah malam malam, Mbah Diro pun bertanya, "Ene perlu opo man? Bengi bengi ko metu omah? Emang Eneng giliran Rondo?"

Mendengar Mbah Diro yg bertanya, Kirman pun menjawab, "Ora Mbah. Arep gole nyari gayam go tambah tambahan keperluan dapur."

Mendengar jawaban Kirman, mbak Diro kembali bertanya, "Dengaren, biasane ora tau gole gayam."

Kirman pun menimpal lagi, "Wes piye meneh Mbah aku wes nganggur. Yo wes."

Mbah Diro bertanya kembali, "Nembe jam Piro man. Biasane gole gayam kan jam loro. Yah mene ora opo krisi'an?"

Kirman menimpali lagi, "Yomen oleh oke Mbah."

"Yo wes ati ati." Mbah Diro mengakhiri.

Lalu Mbah Diro pun mengingatkan agar Kirman berhati-hati saat mencari gayam. Jangan asal ambil. Beliau pun menyuruh Kirman untuk membuat penangkal, yang berasal dari pelepah batang pisang yg ditancapkan beberapa buah paku. Demi keselamatan. Karena menurut adat penangkal ini ampuh untuk menghadapi hal hal mistis.

Namun sayangnya, nasehat Mbah Diro diabaikan oleh Kirman, karena ia menganggap hal itu merepotkan. Dia merasa segan mencari pelepah dan paku terlebih dahulu. Kirman takut kelamaan, ia merasa takut di dahului oleh para warga yang lain, karena hari ini bertepatan dengan musim gayam. Jadi ia memilih untuk melanjutkan perjalanan tanpa menghiraukan nasehat Mbah Diro sang sesepuh.

Singkat cerita, Kirman sudah sampai di area pohon gayam. Dan benar saja, banyak buah gayam yg sudah jatuh ke tanah. Dan beruntung bagi dirinya, karena tidak ada satupun warga lain di sana, selain dirinya sendiri. Ia merasa senang karena tidak ada saingan, hingga ia bisa mengambil buah gayam sebanyak-banyaknya.

Satu demi satu buah gayam ia pungut. Hingga tanpa terasa 2 kantong yg ia bawa sudah penuh. Dirasa baginya cukup, ia memutuskan untuk pulang.

Saat perjalanan pulang, ia mendengar suara kuthu atau anak ayam yang berciap tanpa henti yg berada disekitarnya.

Kirman tidak peduli perihal suara anak ayam itu. Ia bersikap acuh dan tetap melanjutkan perjalanan pulang.

Saat ia berjalan mengarah pulang, suara anak ayam tsb malah terdengar semakin berciap kencang. Seakan-akan Kirman malah mendekati suara anak ayam tsb.

Namun dalam beberapa langkah, suara ayam tersebut berhenti. Membuat Kirman ikut memberhentikan langkahnya dan terdiam sejenak. Karena ia penasaran kok tiba tiba suaranya berhenti.

Saat dia berdiri mematung, terdengar suara benda jatuh yg lumayan keras. Kirman mengira-ngira, sepertinya arah jatuh benda tersebut berasal dari arah belakangnya.

Saat ia ingin membalikan badan, tumit kaki Kirman tak sengaja menyenggol sesuatu yg terasa keras.

Saat Kirman menerangi ke arah bawah kakinya menggunakan sentir, ia melihat sebuah kelapa. Kirman yakin bahwa kelapa inilah yg jatuh barusan. Apalagi pas Kirman mengarahkan sentirnya ke atas, didapatinya sebuah pohon kelapa yg menjulang tinggi.

Melihat sebuah kelapa yg jatuh di kakinya, Kirman bergumam, "Lumayanlah dapet kelapa. Tapi, gimana cara bawanya?"

Pak Kirman bingung karena kedua tangannya sudah penuh oleh 2 jinjing gayam.

Tapi tanpa pikir panjang, ia memiliki sebuah ide. Ia mengambil kelapa tersebut lalu menaruhnya ke dalam sarung yg sedang ia selempangkan di tubuhnya. Seakan ia sedang menggendong kelapa tersebut seperti bayi. Lalu pak Kirman pun melanjutkan perjalanan pulangnya.

Namun baru beberapa langkah berjalan, pak Kirman merasa sarung yg menyelempang di tubuhnya terasa menjadi berat. Ia juga merasa kelapa yg ia gendong di dalam sarung tsb bergerak gerak.

Saat pak Kirman mengecek ke dalam sarung, Ia melihat hal mengejutkan. Ia sekilas melihat banyak rambut di dalam sana. Ia pun secara refleks mencoba menerangi dengan sentir ke arah dalam sarung.

Sayangnya sentir pak Kirman memang cahayanya redup. Karena itu ia mencoba memperhatikan lebih tegas. Dengan memajukan wajahnya ke dalam sarung untuk melihatnya lebih dekat.

Dan saat ia mulai tau apa yg dilihatnya, benda tersebut bergerak memutar menatapnya.

Pak Kirman melihat kelapa yg ia ambil berubah menjadi sebuah kepala dengan wajah yg meringis dan menakutkan.

Karena sangat terkejut, pak Kirman pingsan di tempat. Dan tersadar saat warga mencoba membangunkannya di sekitar jam 3 pagi, saat mereka ingin mengais gayam.

Salah satu dari warga bertanya kepada pak Kirman yang sudah tersadar, "Kenopo pak? Kok turon neng kene?"

Pak Kirman yg baru sadar membutuhkan waktu untuk menelaah. Lalu ia pun menjawab, "Aku nemu kelopo, tak gowo tak leboke neng sarung. Kok tak buka dadi ndas."

"Tenane pak, Ojo meden medeni pak.

Moso Iyo si Ono glundung peringis sih neng kene?"

Setelah kejadian tersebut pak Kirman berpikir 2 kali untuk mencari gayam. Setidaknya, pak Kirman tidak lagi mau mengambil gayam sendirian dan mendahului para warga. Begitu pun para warga, yg mulai mengais gayam setelah subuh.

END



Note :

Cerita ini juga bisa dinikmati dalam bentuk podcast. Silahkan kunjungi youtube di bawah :

Youtube : Sini Gue Ceritain

https://www.youtube.com/channel/UCFtMSLJ45g63Hou1yZw7Dlw

Thread HorrorWhere stories live. Discover now