Bab 18 : Suket Kolonjono

31 0 0
                                    

Sedikit hal mengenai apa yang akan diceritakan di dalam kisah ini. Bahwa kita sebagai manusia, hidup berdampingan dengan dunia gaib yang tak kasat mata. Meski tidak bisa melihat keberadaan mereka karena berbeda alam, tapi alangkah lebih bijak jika kita tetap menghormati mereka sebagaimana kita yang ingin dihormati oleh orang lain. Saat memasuki tempat-tempat yang biasanya mereka bersemayam, ucapkanlah salam atau permisi. Jangan sampai melakukan hal ceroboh yang nantinya malah akan merugikan diri kita sendiri. Seperti di dalam kisah ini, yang akan menceritakan seorang pria paruh baya yang mengalami hal mistis karena telah bertindak sembrono di sebuah pekarangan rumah kosong.

Namanya adalah Pak Toro. Usianya saat ini sudah menginjak 52 tahun. Ia tinggal di sebuah kampung yang berada di Sleman, Jogjakarta. Pak Toro yang bekerja sebagai buruh pasar, diminta untuk ikut mengambil suplai sayur dan rempah-rempah dari Boyolali dengan ikut menaiki truk engkel milik seorang juragan di sana. Sedari jam 7 pagi tadi, Pak Toro terus disibukkan dengan tugas angkut-mengangkut barang. Mulai dari mengangkut cabai, bawang putih, bawang merah, lengkuas dan belasan jenis sayur rempah lainnya.

Sementara anak sang juragan yang bernegosiasi dalam pembelian barang, Pak Toro terus hilir mudik mengangkut barang-barang yang sudah sah dibeli. Baju kaos usang berwarna krem yang kini ia pakai pun, sudah begitu kotor dengan bercak tanah yang menempel di sekujur pakaian. Keringat tentu mengalir deras membasuh kulit kusamnya pula. Dan setelah semua barang yang terdaftar berhasil dibeli dan dimasukan ke dalam mobil, sang anak juragan mulai memacu mobilnya untuk kembali ke Sleman, bersama dengan Pak Toro yang menumpang di sampingnya.

Sesampainya kembali di Sleman, tak terasa kini waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore. Saat ini, Pak Toro sedang berada di gudang sayur milik sang juragan. Jika di Boyolali tadi Pak Toro bertugas untuk menaikkan barang ke atas mobil, kini Pak Toro memiliki tugas untuk menurunkan barang dari mobil ke dalam gudang. Dengan dibantu satu buruh pasar lain, mereka berdua mulai menurunkan barang-barang satu persatu.

Sekiranya sudah jam 4 sore, pekerjaan Pak Toro akhirnya selesai. Setelah menerima upahnya, Pak Toro mengambil waktu sebentar untuk istirahat sembari mengobrol-ngobrol di sana. Hanya sebuah obrolan ringan di penghujung hari, sebuah percakapan ngalor-ngidul yang mengisi suasana petang. Dan setelah setengah jam berlalu, Pak Toro pun berpamitan kepada siapapun yang ada di sana. Lalu ia mulai menggowes sepeda ontel tua miliknya menuju rumah dengan santai.

Pekerjaan mencari nafkah hari ini sudah selesai, setidaknya Pak Toro beranggapan demikian. Tapi saat ia menggowes sepedanya dengan santai, terbesitlah satu hal yang melintas dalam benaknya. Pak Toro pun bergumam pelan dengan berkata, "Owalah, lupa aku. Tadi pagi belum ngasih makan wedus aku." Ya, meski tugas mencari nafkah hari ini sudah selesai, tapi Pak toro masih punya satu pekerjaan lain yang belum ia tuntaskan, yaitu mencari rumput untuk pakan ternak kambing miliknya. Pak Toro yakin, 2 kambing miliknya saat ini pasti belum diberi makan.

Pagi tadi Pak Toro bangun kesiangan. Tanpa melakukan persiapan apapun, hanya cuci muka dan menyisir rambut, Pak Toro langsung bergegas menggowes sepedanya menuju pasar dengan tergesa-gesa. Ia takut dengan pepatah yang mengatakan 'Jangan Terlambat. Nanti Rezekimu Bisa Dipatuk Ayam'. Ia takut rezeki untuknya diambil orang lain karena kesiangan. Sebagai buruh pasar, nasib Pak Toro memang bertaruh dengan waktu. Karena itulah, tanpa persiapan apapun, Pak Toro langsung bergegas menuju pasar. Dan sebagai gantinya, Pak Toro pun jadi kelupaan memberi makan 2 kambingnya pagi ini.

Dan setelah mengingat hal itu, Pak Toro pun mulai mengayuh sepedanya lebih cepat lagi.

15 menit kemudian, Pak Toro akhirnya sampai di rumah. Ia pun melihat istrinya sedang menyapu di beranda. Kepada istrinya, Pak Toro pun berkata, "Kambing udah dikasih makan?" Tanya beliau yang masih berada di atas sepeda.

Berhenti menyapu sejenak, sang istri pun menjawab, "Belum mas."

Mendengar jawaban istrinya barusan, Pak Toro pun memarkirkan sepedanya sejenak. Lalu ia masuk ke dalam rumah untuk mengambil arit dan sebuah Bronjong, atau tas yang biasanya dipakai untuk membawa barang barang dengan meletakkannya di bagian belakang jok sepeda atau motor.

Thread HorrorWhere stories live. Discover now