Bab 24 : Bergelimpangan Mayat (Part 1)

33 0 0
                                    

Sabtu, 1 Januari 2005. Tepat seminggu setelah bencana tsunami menerjang Aceh dan meluluhlantakkan seisi kota.

Hari ini, Wisnu dan ibunya sudah bersiap pulang ke rumah, setelah berhari-hari tinggal di pengungsian yang penuh sesak.

Ada alasan kuat mengapa sang ibu memutuskan demikian. Ia ingin melihat kondisi rumahnya. Barangkali ada barang berharga yang bisa ia selamatkan dari reruntuhan rumah. Atau mungkin, barangkali ia bisa bertemu dengan sanak saudara yang selamat di sana. Beliau hanya ingin memastikan dengan mata kepalanya sendiri.

Dan baru saja, Wisnu dan ibunya keluar dari tenda pengungsian, lalu mulai berjalan lurus ke depan. Sang ibu terus menuntun anaknya menuju sebuah mobil pickup hitam yang ada di ujung sana.

"Boleh saya menumpang pak? Saya ingin ke Lamteungoh. Saya mau lihat kondisi rumah saya." Ucap ibu Wisnu kepada supir mobil pickup hitam itu.

Dengan kerendahan hati, sang supir memberinya izin. Keduanya dipersilahkan untuk naik. Sekitar 30 menit kemudian, barulah mobil mulai melaju, mulai melaju membawa Wisnu dan ibunya, serta beberapa pengungsi lain menuju lokasi tujuan masing-masing.

Selama diperjalanan, mereka melihat banyak kehancuran. Kemanapun arah memandang, yang mereka temui hanyalah kebinasaan. Pohon tumbang, rumah ambruk dan juga mayat. Dibawah langit pagi yang cerah, hanya pemandangan naas itu saja yang bisa mereka temui. Bersama dengan terjangan air laut waktu itu, kebahagiaan pun ikut hanyut dibawa olehnya pula. Hanya menyisakan puing-puing nestapa yang entah kapan akan pulih.

Wisnu adalah anak tunggal, yang ayahnya sendiri sudah meninggal sedari ia kecil. Kini hanya bersama sang ibu, Wisnu harus melewati cobaan hidup yang sungguh berat.

Lalu sekiranya 30 menit kemudian, mereka pun sampai di lokasi tujuan. Laju mobil berhenti, dengan langkah hati-hati, Wisnu turun dari mobil bersama ibunya. Setelah mengucapkan terimakasih kepada sang supir, keduanya pun mulai berjalan lurus, menyusuri tanah yang berserakan puing-puing bekas bencana kemarin.

Wisnu dan ibunya masih harus berjalan sekitar satu setengah kilometer lagi untuk sampai ke rumah mereka. Diperjalanan, keduanya hanya bisa memandangi hamparan tanah yang nelangsa, semua rumah hancur lebur tak berarti. Tumpukan kayu maupun tembok berbatu, mengisi penuh seisi jalan dengan pilu.

Dari begitu luasnya area yang porak-poranda, Wisnu memperhatikan satu mayat perempuan, memakai baju daster berwarna merah di sebelah kanan sana. Wajahnya sobek dan dipenuhi oleh darah yang mengering. Wisnu yang masih berusia 9 tahun, hanya bisa memandangi mayat itu tanpa emosi. Ibunya pun langsung menyuruh sang anak untuk berhenti menatapnya.

Meski sudah 1 Minggu berlalu semenjak tsunami menerjang, meski sudah banyak tim SAR maupun relawan yang hilir mudik mencari mayat, hingga saat ini, masih begitu banyak mayat yang bergelimpangan di berbagai sudut. Tertimbun reruntuhan, tanpa nama dan membusuk. Tanah yang sebelumnya damai sejahtera, kini telah berubah bagaikan neraka. Dan Wisnu, diusianya yang masih belia, harus menyaksikan semua pemandangan kelam ini dengan polos.

Sesampainya Wisnu dan ibunya di sana, keduanya melihat rumah mereka sudah ambruk tak karuan. Kondisinya benar-benar sudah tak lagi berbentuk. Kegelisahan sang ibu sebelumnya yang yakin bahwa rumahnya pasti hancur, kini sudah menjadi kenyataan.

Tak ada harapan. Dengan wajah sedih, sang ibu jatuh berlutut ke tanah. Mengambil sebongkah batu dari rumahnya yang hancur, lalu meringis menahan air matanya yang hendak jatuh. Sementara Wisnu sang anak, hanya bisa memandangi ibunya yang sedang bersedih hati.

'Lalu, sekarang apa?' mungkin begitulah yang ada dipikiran ibu Wisnu saat ini. Setelah tahu rumahnya hancur, beliau menggamit tangan anaknya erat sembari berpikir apa yang harus ia lakukan sekarang. Tak ada siapapun di sana, kecuali diri mereka sendiri. Sanak saudara yang sebelum bencana tinggal di samping-samping rumah pun, kini pergi entah kemana. Dengan asa yang memudar, sang ibu mulai menuntun anaknya berjalan. Entah pergi ke siapa, barangkali ada hal baik di depan sana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 09, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Thread HorrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang