Bab 9 : Teddy Bear (Part 1)

50 1 0
                                    

"Gw tuh kepengen banget ziarah ke makam mantan. Tapi sayang, mantan gw belom mati."

Namanya adalah Gio. Saat ini Gio sedang menonton sebuah acara stand up comedy di televisi sembari tertawa terbahak-bahak. Dia adalah anak laki-laki berusia 17 tahun yang sangat menyukai dunia komedi. Gio juga berharap suatu saat nanti, dirinya bisa mewujudkan cita-citanya sebagai seorang komedian.

Cita-citanya untuk menjadi komedian terbilang mulia. Karena dari lubuk hatinya yang paling dalam, Gio ingin membuat orang lain tertawa.

Bahkan ia sering menghayal, jika suatu hari nanti, ia akan mengisi acara komedi di sebuah panggung besar. Dimana saat ia tampil, tirai merah besar akan menyibak lalu gemuruh penonton akan menyambutnya dengan tepuk tangan yang meriah. Dan bukan hanya dilihat oleh segelintir orang, tapi Gio ingin penampilannya bisa disaksikan oleh seluruh dunia.

Ada sebuah alasan dasar, mengapa Gio ingin menjadi seorang komedian. Gio berpikir, dunia ini hanya berisi kekejaman. Yang nantinya akan melahirkan kesedihan dan kesakitan. Dan siklus itu akan terus berputar tanpa henti. Membuat manusia akhirnya menjadi bersedih hati. Jadi di kala seseorang bersedih, hanya lelucon-lah yang bisa menyembuhkan luka. Meski menyakitkan, dunia akan tetap baik-baik saja jika ada lelucon di dalamnya. Karena itulah, Gio ingin menjadi seorang komedian. Yang bisa memberikan senyuman, kepada mereka yang sedang terpuruk.

Gio yang saat ini sedang menonton acara stand up comedy, sontak langsung terkejut kala ayahnya tetiba saja langsung mematikan TV. Lalu sang ayah menendang-nendang Gio pelan, dengan maksud menyuruhnya untuk mencuci piring.

Gio tidak bisa melawan, ia hanya bisa menuruti semua yang diperintahkan oleh sang ayah. Meski dengan berat hati, Gio bergegas mencuci piring tanpa protes.

Saat sang ayah sedang asyik berbalas pesan dengan pacar barunya, terdengar suara piring pecah dari dapur. Sang ayah langsung menghampiri Gio yang sedang berada di sana.

Dan benar, suara piring pecah itu adalah ulah Gio. Gio sendiri terlihat sedang merapikan pecahan piring. Gio juga sesungguhnya tidak sengaja memecahkannya, tangannya terpeleset saat memegang piring basah itu, lalu terlepas dari genggaman dan akhirnya jatuh.

Tapi, siapa yang peduli dengan hal tersebut. Alih-alih mencoba mengerti, sang ayah langsung menendang lengan Gio yang sedang memegang beling sembari berkata, "Goblok. Dasar anak tolol." Sang ayah memaki dengan buas.

Sekali lagi, Gio tidak bisa melawan ayahnya. Dirinya hanya bisa bilang 'Maaf' sembari menahan sakit telapak tangannya yang berdarah. Lalu membereskan semuanya sendirian hingga selesai.

Jujur, kehidupan Gio memang kejam. Gio sudah menjadi anak Piatu sejak lama. Ibunya telah meninggal kala Gio masih kecil. Saat ini Gio pun tinggal berdua oleh ayah kandungnya yang seorang pemabuk dan ringan tangan. Dan satu hal lagi... Gio juga memiliki sedikit 'Keterlambatan Dalam Berpikir'.

Kemampuan berpikir Gio cenderung lambat. Gio juga tidak begitu pandai merespon situasi di sekitarnya. Ia juga tidak begitu baik dalam menyampaikan apa yang dirinya maksud. Karena keterbatasannya tersebut, Gio dijauhi oleh orang-orang di sekitarnya. Orang-orang di sekitarnya menyebutnya sebagai orang 'Aneh'. Walaupun sebenarnya, Gio tetaplah anak yang normal. Hanya saja memang Gio membutuhkan waktu lebih lama untuk mencerna situasi di sekitarnya. Dan Gio pun, adalah anak yang baik.

Setelah berhasil membalut lukanya dengan susah payah sendirian, Gio pergi ke kamarnya. Lalu mengambil kalung dengan taklik yang berupa seekor beruang. Dan ia menamainya Teddy.

Seperti biasa, saat Gio merasa sedih, ia akan mencari kalung beruangnya lalu mengajaknya bicara. Kali ini, Gio bertanya kepada si beruang, "Sekarang, harus gimana aku?" Tentu, apa yang dilakukan Gio barusan tak lazim. Dan sudah jelas, kalung berungnya takkan mampu untuk menjawab.

Thread HorrorWhere stories live. Discover now