01

43 7 0
                                    

Senin pagi dan matahari yang terik adalah perpaduan yang sangat menjengkelkan bagi sebagian besar orang. Begitu pula dengan Naya, gadis pendek yang sedang berusaha menutupi wajahnya dari sinar matahari.

"Nath, sinian dikit dong. Mau ngadem bentar," ujar Naya sambil menarik lengan baju Nathan agar mendekat ke arahnya. Dengan santainya ia bersembunyi di balik badan Nathan dan mengipasi wajahnya.

"Astaga Nay, aku juga kepanasan kali," keluh Nathan sambil mendorong pipi Naya hingga menoleh.

"Aaaa, bentar doang sumpah. Ini juga bentar lagi dibariskan kok." Nathan hanya bisa tersenyum pasrah sambil mengelap keringat di dahinya.

Dari arah belakang, Tama-sang ketua kelas-menepuk pelan bahu Nathan sambil tersenyum menguatkan. Matanya melirik barisan paduan suara di depan sana dan tersenyum tipis.

"Nay, coba deh liat ke arah paduan suara." Naya menoleh sebentar menatap Tama sebelum menghadap depan. Tangannya mengode Lily yang entah sejak kapan ikut berteduh di balik badan Nathan agar terus mengipas dengan kuat.

Saat menoleh ke arah depan, matanya menatap barisan paduan suara berusaha mencari apa yang di maksud sang ketua kelas. Secara tak sadar, ia menjauh dari Nathan agar dapat melihat lebih jelas. Di belakangnya, Lily dan Briana mengikuti arah pandang Naya dengan penasaran.

Di depan sana, seorang laki laki barisan kedua paduan suara menoleh ke arahnya sembari tertawa. Tidak tidak, laki laki itu jelas sedang tidak tertawa karenanya. Ia melihat jelas laki laki tersebut sedang mengobrol bersama temannya sembari meluruskan barisan.

Tatapan Naya seketika terpaku pada laki laki itu. Laki laki dengan tinggi sekitar 165 cm membuatnya terlihat imut dan lucu. Kulitnya yang putih seolah bersinar diterpa cahaya matahari. Bibirnya yang tipis nampak manis saat tertawa riang.

"Masya Allah, nikmat mana lagi yang engkau dustakan," ucap Naya tanpa sadar. Matanya masih menatap kagum laki laki tersebut.

"Gimana? Lumayan gak?" Seketika Naya menoleh ke arah belakang dan menatap Tama dengan pandangan berbinar.

"Ini udah bukan lumayan lagi, luar biasa banget sih ini." Naya kembali menatap laki laki tersebut sembari menggenggam tangan Briana.

"Bri, Minggu ini yang tugas kelas berapa deh?" Briana yang belum menemukan makhluk mana yang sedang di tatap temannya menoleh dengan kening berkerut.

"Kalau gak salah sih 12 IPS 3 deh. Yang mana sih orang nya?" tanya Briana yang mulai gregetan. Di sisi lain Naya, Lily juga mulai penasaran.

"Waduh, ada yang punya kenalan gak di kelas itu?" Lily langsung menoleh ke depan lagi dan tampak mencari seseorang.

"Kalau IPS 3 gak ada, tapi kalau IPS 4 aku ada. Lumayan tuh, kan sebelahan." Naya langsung menatap Lily dengan mata menyipit dan bibir tersenyum penuh arti.

"Iya iya, nanti ku tanyakan," ucap Lily yang paham dengan maksud Naya. Sedangkan di belakang mereka, Tama nampak sedikit kaget dan heran.

"Si anjir langsung di cari tau dong. Mau kamu embat kah Nay?" tanya Tama sambil menatap laki laki tersebut yang masih asik mengobrol.

"Gak sih, mau kenalan aja," balas Naya santai sambil menyusun barisan agak ke depan. Matanya tetap tak lepas dari laki laki di depan sana.

"Serah deh serah," balas Tama sambil memutar bola matanya malas. Ia pun turut menyusun barisan karena upacara akan segera dimulai.

About NayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang