07

13 7 3
                                    

Masih dengan posisi duduk melingkar di meja Naya dan Lily, Briana bersiap memutar pulpen yang berada di atas meja. Sebelumnya, meja sudah dibersihkan dari buku buku dan benda lainnya agar memudahkan mereka bermain.

Pulpen diputar dan mereka menanti dengan bersemangat. Saat pulpen mulai melambat, mereka sedikit memajukan badan masing masing. Senyum mereka merekah saat pulpen berhenti dan menunjuk tepat pada satu orang.

"Oke, Lily. Truth or dare?" tanya Nathan dengan senyum misterius. Lily menyipit curiga dan berpikir dalam waktu singkat.

"Truth aja deh, males gerak." Sontak keluhan terlontar dari yang lainnya. Lily hanya tersenyum senang dan mengedipkan sebelah matanya.

"Ya udah. Petir atau mas sepupu ku?" Naya tersenyum culas melihat raut kaget Lily setelah mendengar pertanyaan darinya.

"Nah loh hayoooo. Jujur loh ya," timpal yang lainnya dengan senyum menggoda.

"Petir buatku aja Ly. Eh tapi kamu juga gak boleh deh sama masnya Naya." Mereka memandang Briana dengan heran. Maunya nih anak apa sih?

"Maksudmu aja Bri," ucap Naya sambil memandang Briana julid. Teman nya satu ini suka sekali membuat pusing.

"Ih aku mau sama Petir, tapi kalau Lily sama Petir lucu juga," balas Briana sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Jadi jawaban mu apa Ly?" Tanya Tama yang menyadarkan mereka dengan pertanyaan yang belum di jawab.

"Ih malu aku nah." Lily menutup wajahnya dengan satu tangan dan satu tangan lainnya meraih ponsel.

"Ih, gak papa. Siapa nah?" ucap Oliv yang mulai geregetan. Ia bahkan menarik tangan Lily yang sedang menutupi wajahnya.

"Itu, opsi kedua. Tapi diem diem aja." Mereka tampak loading sebentar sebelum suara Naya terdengar.

"Oh?! Sama mas ku kah Ly? Seriusan? Hahahaha." Naya tertawa sambil bersandar ke punggung kursi. Tangannya refleks memukul seseorang yang ada disebelahnya.

"Aduh! Nay, jangan brutal bisa gak sih?" Tama tampak sedikit menghidar dari pukulan Naya yang memang cukup panas.

"Udah udah, lanjut aja langsung," ucap Lily sambil berusaha menyembunyi kan wajahnya yang sudah memerah.

Setelahnya, Lily yang kebagian memutar pulpen. Semua menunggu pulpen berhenti dengan raut penasaran. Pulpen berhenti dan menunjuk Oliv. Mereka tersenyum senang dan menunjuk Oliv dengan bahagia.

"Truth or dare, nak sayang?" tanya Briana dengan senyum cerah. Ia sudah menggenggam tangan Naya seolah mereka sudah menyiapkan pertanyaan maupun tantangan untuk Oliv.

"Dare lah, biar seru." Ucapan Oliv disambut sorakan gembira oleh mereka. Bahkan Naya memukul botol kemasan kosong dengan semangat.

"Minta fotbar sama anak sebelah. Terserah deh mau siapa aja," tantang Nathan dengan wajah riang. Di tempatnya, Oliv tersenyum pongah.

"Oke, ayo siapa yang mau potokan aku?" Tak hanya satu orang, mereka semua mengikuti Oliv ke kelas sebelah dengan semangat.

Permainan terus berlanjut hingga jam matematika hampir habis. Masing masing dari mereka sudah kena giliran berkali kali. Pulpen kembali diputar dan mereka menanti dengan tenang. Berhenti. Pulpen menujuk ke arah Naya dan disambut senyum sombong oleh Naya.

"Gak usah tanya, aku pikih truth. Sini sini tanya aja," ucap Naya dengan penuh percaya diri.

"Aku mau tanya! Kan kamu kayaknya Deket banget sama Tama, kamu pernah ada rasa gak sama Tama?" tanya Oliv dengan semangat.

"Biyuh!" seru Tama mendengar pertanyaan Oliv. Nih anak memang suka sembarangan.

Seketika Naya memasang wajah julid sambil memandang Tama. Ia memandang Tama dari atas kebawah dan kembali lagi keatas. Pandangannya berhenti pada wajah Tama sambil menunjuk wajah Tama.

"Ini? Manusia modelan idung bab* gini? Ya kali." Mereka melotot menatap Naya yang mulutnya juga sembarangan.

"Umaaa!" balas Tama sambil terkekeh geli.

About NayaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora