08

12 5 0
                                    

"ohhh! Sekarang aku tau kenapa Naya bilang aku idung babi," ucap Tama sambil memegang kaca. Ia memposisikan kaca lebih rendah dari wajahnya dan melihat hidung nya dari bawah. "Ternyata kalau diliat dari bawah memang mirip idung babi."

"Kannn! Gak salah berarti aku hahaha." Naya tertawa riang sambil memukul-mukul meja. Yang lain ikut tertawa saat mendengar tawa Naya yang seolah menular.

"Tunggu." Naya memandang keatas dengan pandangan menerawang. Otaknya sedikit berpikir sambil mulutnya berkomat Kamit.

"Kalau diliat dari bawah?! Kamu ngatain aku pendek gitu?!" Kini giliran gelak tawa yang berasal dari Tama terdengar nyaring. Seisi kelas yang memang memperhatikan interaksi mereka pun turut tertawa geli.

"Ya emang. Tinggi kita bedanya lebih dari 20 centi ya. Terima aja kalau kamu pendek." Naya memandang Tama dengan raut wajah kesal.

Bugh!

"Aakkhh! Ampun Nay, ampun." Tama menghindar dari Naya yang baru saja memukul punggung nya dengan keras. Ia segera melarikan diri keluar kelas agar tidak mendapatkan pukulan kedua kalinya.

"Gila! Suaranya renyah banget sumpah," ucap Aish yang tengah menghampiri Oliv untuk membahas tugas kelompok.

"Nay, ada mas Bian mu," seru Tama dengan wajah tengil. Ia berdiri di depan pintu sambil mengipasi diri dengan bajunya.

"Masa? Gak percaya ah," balas Naya cuek sambil bersiap membaringkan kepalanya.

"Loh, beneran Nay. Coba liat di depan perpus itu." Mendengar Nathan juga mengatakan hal yang sama, Naya berdiri dengan wajah penasaran.

Memang, perpustakaan terletak tepat disebelah gedung kelas mereka. Jadi, ada tiga kelas yang entah mengapa seperti memisahkan diri dan bersebelahan dengan perpustakaan.

Di saat kelas lain menghadap ke dua pohon beringin di tengah sana, tiga kelas ini malah menghadap lapangan hijau. Berasa anak tiri memang.

Naya menatap arah perpustakaan dengan hanya mengeluarkan kepalanya saja. Di depan kelas, masih ada Tama dan Nathan yang berbincang dekat wastafel.

Mata Naya sontak melotot kaget melihat di depan perpustakaan memang ada Bian yang tengah berbincang dengan temannya. Secara tiba tiba, tubuhnya meluruh ke lantai dengan wajah yang memerah.

"Yah, anak orang mleyot." Aish yang ingin mengaca menunjuk Naya sambil menatap kearah Oliv, Lily, dan Briana.

🌸🌸🌸

"Saya cukupkan pelajaran kita pada hari ini, selamat siang," ucap guru kimia dan berlalu keluar kelas.

Sepeninggal guru tersebut, keadaan kelas masih senyap. Masing masing orang masih membersihkan meja dan mengganti buku untuk pelajaran seni tari selanjutnya.

"Eh, ayo ke perpus. Hari ini kita belajar di perpus!" seru Tama dengan keras agar terdengar oleh semua penghuni kelas.

"Ya Allah semoga masih ada mas Bian di perpus," lirih Naya yang sialnya masih terdengar oleh Lily. Mendengar itu, Lily hanya menggeleng pelan.

"Nih anak memang. Kok sempet sempetnya tuh nah." Naya hanya menyengir malu karena didengar oleh Lily.

"Ya sempet lah. Siapa tau gitu kan dia masih belajar di sana." Lily hanya tersenyum sambil mendengus pelan melihat Naya menaik turunkan alisnya.

Mereka berjalan beriringan menujuk perpustakaan bersama teman sekelas yang lainnya. Mereka masuk satu persatu sesuai instruksi dari guru untuk presentasi hasil diskusi sebelum praktek Minggu depan.

Naya dan sebagian teman sekelas nya memilih duduk di teras perpustakaan saat melihat di dalam ramai oleh murid dari kelas lain, sepertinya kakak kelas. Namun, perhatian Naya teralihkan saat melihat salah satu murid laki laki di dalam sana melalui pintu kaca.

"Loh! Itukan temen sekelasnya mas Bian!"

About NayaWhere stories live. Discover now