5. A Little Hope

117 10 0
                                    


~At least, there is a sliver of hope to save you~

Pagi hari, Gray sudah mengunjungi makam Alexandra dan Frank di salah satu tempat pemakaman umum Inglewood. Semua kejadian 15 tahun lalu muncul di ingatannya. Suasana saat itu masih terasa jelas. Derai air mata, pilu, dan tak ada harapan, bahkan masih tersimpan rapat-rapat. Gray memang tak ingin melupakannya, supaya ia tak mudah goyah. Ia tak ingin kembali merasakan sakit itu.

Manik biru lautnya memandang datar dua makam yang bertuliskan nama 'Alexandra Moonstone' dan 'Frank Moore'.

"Tak lama lagi, Mommy ...." gumamnya.

"Aku sudah membunuh pria itu. Aku pun telah menemukan putrinya. Dan yang lebih hebatnya lagi, aku bisa menjadi kekasih pura-puranya. Maafkan aku karena membuat putra kesayanganmu, Gabriel, terluka. Ini jalan yang terbaik untuk membalaskan kematian kalian ...."

Gray meraup udara sebanyak mungkin, karena sesak yang tiba-tiba mengimpit dadanya. Manik biru itu terasa perih seiring terpaan angin yang mengalun tenang, mengantarkan perasaan sejuk di kalbu kelamnya. Ia tak boleh menangis! Sehancur apapun perasaannya, ia tak boleh mengizinkan cairan bening sialan itu lolos.

Bayangan akan masa sulitnya tanpa Alexandra dan Frank, kembali menyeruak di permukaan ingatan. Gray yang saat itu tinggal terpisah dengan Gabriel, terpaksa harus menjalani kehidupan yang keras. Ia menggantungkan hidup pada paman yang teramat membencinya. Lucas, nama pria kejam itu, akan selalu ia ingat. Pria yang dengan tega menyiksanya sepanjang hari tanpa perasaan, kemudian merebut harta ayahnya.

Pergantian tahun hidupnya yang selalu dibayangi oleh luka, membuat Gray yang dulunya seorang pria ramah dan rendah hati, akhirnya tumbuh besar dalam lilitan kebencian, balas dendam, dan kejam. Tak ada yang namanya perasaan. Sungguh Gray membenci itu, karena ia ingat jelas, betapa menyakitkan hari-hari yang telah dilalui, dan itu semua terjadi karena ia memiliki perasaan. Mulai saat itu, ia tak pernah sedikitpun melibatkan perasaannya ketika bertindak. Hanya saja, Edmund dan Mary adalah pengecualian.

Dalam kekalutan hatinya, bayangan kesedihan Abigail kembali muncul. "Sial!"

Ya, sejak kabar kematian Walter seminggu yang lalu, Abigail menjadi pendiam dan suka menyendiri. Ia tak berani keluar rumah, karena beberapa wartawan masih bersikukuh menggali informasi mengenai pria itu. Menurut berita yang beredar, Walter melakukan aksi bunuh diri karena utang yang melilit. Ia yang dulunya seorang pria kaya, tiba-tiba harus rela tinggal di sebuah flat kecil. Rasa frustasi itulah yang membuatnya memilih mati. Bahkan topik hangat itu masih saja menyebar di mana-mana sampai saat ini. Apabila membuka media sosial, maka informasi kematian Walter akan muncul di beranda awal. Dan jangan lupa, salah satu penyebab kabar kematian Walter tidak pernah surut, karena Gray adalah dalang yang membayar beberapa stasiun televisi, agar terus memberitakan dan menjatuhkan nama Walter Brown.

Salah satu sudut bibir Gray terangkat setiap kali mengingat kejadian itu. Masalah sekecil itu saja, Abigail sudah tampak seperti orang gila. Apalagi setelah Gray sendiri yang menghancurkannya.

"Itu belum seberapa, Abigail Brown!"

Manik biru itu kembali memfokuskan pandangannya pada makam Alexandra dan Frank sebelum berkata, "Aku pergi dulu, Mom, Dad. Ada hal penting lainnya yang harus kulakukan."

....

Tiga puluh menit kemudian, mobil berhenti di kawasan yang sepi. Gray keluar dari mobil dan melangkah ke arah sebuah flat kecil. Setelah mengetuk pintu, tak lama kemudian pintu terbuka, menampakkan seorang gadis cantik dengan wajah tak berseri seperti biasanya.

"Selamat pagi, Nona."

Abigail tersenyum lembut sebagai jawaban. Ia sedang malas bersuara karena habis menangis.

Shadow of the Wound (Completed ✔️)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant