19. Day with Joshua

82 4 0
                                    

Hari ini Abigail hanya mengajari dasar-dasar musik lanjutan yang sebelumnya tertunda, karena ia berhalangan ke sekolah.

Hujan deras tak menjadi penghalang untuk mengobarkan semangat membara dalam dirinya. Hatinya teramat senang melihat betapa besar antusias para murid dalam belajar. Di saat-saat seperti itulah Abigail merasa seperti kembali ke rumah. Ia merasa tenang, nyaman, damai dan bahagia. Sesederhana itu memang kebahagian seorang Abigail.

Ia pernah hidup bergelimang harta. Apapun yang ia mau bisa diperoleh dengan mudah. Karena itulah uang dan barang-barang mewah bukan tujuan hidupnya. Ia hanya ingin mencapai kebahagiaan, karena satu hal itu paling sulit diraih sejak ia masih kecil.

Ia kehilangan masa kecil yang bahagia. Ia kehilangan senyum lebar layaknya seorang anak. Ia kehilangan masa kanak-kanak yang sesungguhnya. Karena itulah ia tak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk membahagiakan anak-anak. Ia akan membuat masa kecil murid-muridnya dipenuhi kebahagiaan. Hal itu yang membuatnya sangat mencintai anak-anak. Buktinya, baru beberapa hari saja tidak bertemu, para murid sudah mengungkapkan betapa besar kerinduan mereka padanya.

"Baiklah, waktu belajar kita sudah selesai. Kita akan bertemu di hari lain, yah,"ucapnya pada semua murid yang tampak murung, karena waktu mereka bersama Abigail telah berakhir.

Keluar dari sekolah, gadis itu sengaja menolak ajakan Clark untuk makan siang di restoran terdekat. Ia ingin ke rumah lamanya. Meskipun sekarang pemilik baru mungkin saja sudah tinggal di situ, ia berharap masih diberikan kesempatan.

Diketuknya pintu depan rumah itu, dengan satu tangan memegang payung.

Dari dalam, terdengar langkah kaki mendekat, sampai akhirnya pintupun terbuka, dan wanita paruh baya di depan sana tampak terkejut. "Abigail ... apa yang kau lakukan di sini?"

"Maaf mengganggumu, Nyonya Jackson." Abby membasahi tenggorokannya yang terasa sangat kering. "Aku ke sini hanya untuk mengobrol soal rumah ini."

"Kita mengobrol di dalam."

Keduanya duduk di sofa depan. Itu adalah sofa yang dibeli Walter setahun yang lalu.

Abigail memerhatikan seluruh ruangan, rupanya banyak yang sudah berubah mulai dari warna tembok, dekorasi, maupun gorden.

"Langsung saja pada intinya. Apa yang mau kau bicarakan?"

Gadis itu merasa malu setelah tertangkap basah sedang memerhatikan seluruh ruangan. "Maaf, Nyonya Jackson ... aku hanya ingin menawarkan kembali soal rumah ini. Aku punya tabungan, kuharap itu cukup untuk sedikit mengurangi utang ayah padamu. Bisakah kau mempertimbangkan itu?"

"Jadi tujuanmu kemari hanya untuk membahas hal basi itu?"

"Hal yang kau anggap basi itu sangat penting bagiku, Nyonya."

"Bukankah sudah kubilang kalau aku takkan memberimu kesempatan?"

"Tolonglah aku ... aku tidak bisa melepaskan rumah ini begitu saja. Ini satu-satunya peninggalan Walter untukku."

"Seharusnya kau meminta Walter untuk melunasi utangnya sebelum dia tewas! Kenapa kau baru sadar sekarang?"

Ucapan Nyonya Jackson begitu menohok. "Tolong jangan berkata seperti itu mengenai ayahku."

Shadow of the Wound (Completed ✔️)Where stories live. Discover now