11. Something beyond the Door

83 7 0
                                    

~The remaining treasure is hope, when everything seems inconclusive~


Wajahnya merah dan bengkak. Beberapa bagian bahkan mulai melepuh akibat air panas mengenainya. Berusaha ditahanpun sakit itu tak mungkin hilang begitu saja. Yang bisa ia lakukan hanya menjerit. Dengan hati yang teramat sakit, ia berlari menuju sebuah tempat yang jauh tanpa sepengetahuan bibi dan sepupunya.

Saat itu gerimis. Tampak beberapa orang kalang kabut karena hujan turun tiba-tiba, langsung mengguyur semua pejalan kaki yang sebelumnya berjalan santai.

Beberapa orang yang tak sengaja bertabrakan dengan gadis kecil itu, memandangnya keheranan. Di tengah gerimis, gadis itu berlari, memegang wajahnya sambil menangis. Namun tak ada satupun yang peduli, bahkan sekadar bertanya 'ada apa gerangan'. Dari situlah ia tahu bahwa yang bisa mencintai dan peduli padanya, adalah 'mereka'.

Gadis itu menangis sesenggukan. Surai cokelat gelapnya beterbangan mengikuti arah angin yang kencang, menimbulkan perih di wajah.

Ia menatap langit, menantang hujan, mendendangkan sakit hatinya, ingin didengar oleh sang pemilik hidup. Air matanya terus mengalir sederas hujan, membuat pandangannya buram, tak bisa melihat dengan jelas apakah langit tampak cerah ataukah redup.

Di bawah guyuran hujan deras, ketika ia beberapa kali menyeka air mata, ia secara tak sengaja melihat seseorang dari jarak beberapa meter, duduk lunglai membelakanginya. Meskipun jauh, meskipun hujan deras, gadis itu bisa pastikan bahwa punggung orang di sana gemetar.

Apakah ia juga menangis? Apakah ia juga tengah bersedih sama sepertiku? batin gadis kecil itu. Ditarik dan dihembuskannya napas panjang berulangkali agar ia tak lagi menangis. Ia serakah menghirup udara di tengah guyuran hujan, berharap udara yang tak seberapa itu dapat sedikit membebaskan dadanya yang sesak. Beberapa saat setelah perasaannya membaik, ia kembali melirik orang di sana yang ternyata seorang laki-laki.

Sekarang bukan waktu yang tepat untuk terus menangis. Gadis itu terlalu penasaran pada sosok lelaki yang tengah membelakanginya tersebut. Niat hati membawa langkah kecilnya mendekati lelaki itu. Dan memang benar, lelaki itu sedang menangis. Berbeda dengannya yang menangis sambil bersuara, lelaki itu justru meredam tangisnya agar tidak terdengar. Apakah ia punya masalah yang lebih berat?

"H-Hei ...."

Lelaki itu terkejut, tetapi tak berbalik.

"K-Kau menangis, yah?"

Tak ada balasan.

"Kau tau, ini tempat ternyaman ketika aku sedang sedih. Ini juga tempat penuh kenangan yang membuatku selalu ingin kemari."

Karena belum ada balasan, gadis itu pun memberanikan diri duduk di samping lelaki itu.

"Sepertinya kau berusaha supaya aku tidak mendengarmu menangis. Padahal tidak masalah. Bukankah itu hal yang wajar? Apalagi saat kita
sedang bersedih. Baik perempuan ataupun laki-laki, tak ada bedanya."

Sambil menyeka sisa air mata, gadis itu kembali berbicara. "Kalau kau merasa sendirian, ada aku. Kau bisa cerita padaku. Tapi jika sakit hatimu belum terobati, menangis saja sampai kau melampiaskan semuanya. Karena aku ... aku baru saja selesai."

Lelaki yang sedari tadi tidak memberikan jawaban, tiba-tiba menoleh ke arah gadis itu, membuat si gadis terpaku beberapa saat.

"Lebih baik kau menjauh!" Suara dingin itu terdengar lirih tetapi juga tegas. Namun itu tak cukup membuat si gadis mundur.

Shadow of the Wound (Completed ✔️)Where stories live. Discover now