13. jangan katakan apapun

286 44 5
                                    

Pagi-pagi sekali di sekolah, Dzaka yakin Harel tidak ada di sekolah. Padahal dia ingin bertanya soal kemarin, Harel pergi begitu saja tanpa bilang apa-apa. Sekarang Dzaka hanya termenung saja di taman sekolah sendirian.

Tak jauh dari sana, Jesel berdiri memperhatikan Dzaka dari kejauhan. Sebenarnya dia ingin menghampiri Dzaka, tapi dia urungkan karena Dzaka terlihat sedang ingin sendiri. Wajahnya itu loh, senggol bacok.

"Dasar aneh." Sungut Dzaka tiba-tiba. "Pergi begitu saja, tidak bilang apa-apa. Tidak tau ya kakiku sampai sakit karena jalan jauh pulang ke rumah." Sungutnya lagi dengan wajah semakin ditekuk.

"Kalau tidak mau mengantar pulang, jangan ajak jalan jauh-jauh!" Marahnya membuang bunga yang sejak tadi menjadi pelampiasannya. Wajah Dzaka memerah, seperti ingin meledak.

"Hiks.. aku lupa aku yang mengajaknya karena ingin membeli roti bakar bersama.."

Melihat Dzaka yang tiba-tiba menangis, Jesel tanpa sadar menghampiri Dzaka dan berdiri di depannya sembari memberikan sapu tangan pada Dzaka. "Laki-laki jangan menangis. Kalau mau menangis di tempat sepi saja."

Dzaka mengangkat kepalanya, menatap Jesel dengan pipi mengembung menahan tangisannya. Wajahnya yang memerah membuat Jesel tanpa sadar mengeluarkan tawaan. Wajah Dzaka.. imut di lihat dari atas.

"Jangan tertawa!"

"Baiklah-baiklah." Jesel mengangguk dengan senyum tertahan. "Lap air matamu dengan ini. Lalu ceritakan padaku kenapa."

"Tidak mau." Tolak Dzaka menerima sapu tangan Jesel.

Jesel membungkukkan tubuhnya hingga wajahnya sangat dekat dengan Dzaka. "Aku memaksa. Kau sudah menerima sapu tanganku sampai penuh ingus dan basah seperti itu."

"Kau yang memberikannya!" Teriak Dzaka menampol pipi Jesel dengan sapu tangan. "Dasar aneh." Kemudian wajah Dzaka menjadi sangat merah sampai-sampai Jesel mundur karena itu terlihat mau meledak. "K-kalian aneh, hiks. Kau sama saja dengan Harel, dasar aneh.. hiks."

Dzaka justru semakin menumpahkan air matanya karena saat ini wajahnya benar-benar panas. Hatinya jadi sensitif sekali. Apalagi Jesel juga mengingatkan Harel padanya.

"Jauh-jauh sana. Aku tidak mau melihatmu." Ketus Dzaka pergi dari hadapan Jesel.

Jesel menggaruk kepala belakangnya tidak mengerti lalu menggelengkan kepalanya. "Mirip cewek. Tapi dia lebih imut." Kekeh Jesel.

****

Sepulang sekolah, Dzaka sudah ada niatan untuk pergi ke rumah Harel. Ada yang ingin dia tanyakan pada Harel. Karena kalau dia menyimpan kebingungan ini, bisa-bisa nanti dia malah menyimpan perasaan buruk sangka.

Misalnya pikiran tentang Harel yang mulai merasa malu memiliki pacar laki-laki?

"Ahh.. aku tidak mau mengenang itu lagi." Dzaka menggeleng kuat kepalanya. Tapi karena kepalanya pusing sejak tadi, tubuhnya sedikit oleng.

Beruntung Jesel menahannya dari belakang. Kedua tangannya memegang kedua bahu Dzaka. "Sedang apa?" Tanya Jesel.

Dzaka menetralkan rasa pusingnya. "Olahraga."

"Serius? Mau ku ajarkan yang benar saja?"

Dzaka mendecak. Dia menjauh dari Jesel dan hendak pergi. Tapi Jesel menahannya. Tangan Jesel sudah mendarat di kening Dzaka memeriksa suhu tubuh laki-laki itu dan memang terasa panas. "Kau sakit."

"Tau."

"Aku antar."

Dzaka langsung menggeleng. "Aku pulang sendiri."

Sweet LifeOnde histórias criam vida. Descubra agora