15. taman Dandelion

205 28 1
                                    

Sudah malam, mereka mutusin untuk berhenti mengerjakan. Begitu selesai membereskan barang berserakan juga sampah, Jesel mengantar tiga teman kelasnya ke depan rumah.

"Dzak, perlu gua anter ga?" Tanya Jesel.

Harel udah sinis mukanya. "Lo udah di rumah lo sendiri, ngapain nganter Dzaka?" Harel mendengus pelan, "Ada gua sama Yana yang nganter Dzaka balik. Lo diem aja di rumah."

Jesel mendecak mendengarnya.

Yana menarik Dzaka pergi selagi Harel dan Jesel masih saling memberikan tatapan permusuhan. Yana dan Dzaka berjalan beriringan, tanpa memperdulikan mereka berdua di belakang.

"Lo kedinginan ga Ka?" Tanya Yana, menoleh sebentar ke Dzaka.

Dzaka menggelengkan kepalanya. "Yan, menurut kamu, memalukan ga aku suka sama sesama?" Tanya Dzaka tiba-tiba. Topik yang cukup berat, dan Yana tau Dzaka sejak beberapa hari lalu kepikiran soal ini.

"Kalo kata gua sih.. ngga, soalnya gua fujo." Yana tertawa renyah. "Tapi Ka, kita tinggal di Indo. Masih belum di sahkan yang kaya gini. Kalo saran gua, mending privat in public, biar aman. Tau sendiri netizen Indo kalo berulah." Yana mendengus pelan.

Dzaka mengangguk paham. "Jadi.. sama aja kaya backstreet ya?"

"Ya.. gitu."

Dzaka menghembuskan nafasnya. Matanya mendongkat ke atas. Yana meliriknya dan bisa melihat suasana hati Dzaka masih labil. Terkadang senang, terkadang suram.

Memang susah cinta seperti ini.

"Dzaka." Panggil Harel berdiri di sebelah Dzaka. Nafasnya ngos-ngosan. "Kok ninggalin?"

Dzaka kaget, langsung nengok ke samping. "Eh? M-maaf, tadi aku ada yang mau di omongin berdua sama Yana, eh kebablasan jalan." Dzaka cengir usai memberi alasan.

Harel mendengus kecil, lalu merangkul Dzaka. Yana menggerlingkan bola matanya. "Mentang-mentang gua udah tau, kalian ga jaga sikap." Sindir Yana malas. "Udah ah, gua naik bus aja. Kalian jalan sana, biar makin lama berduannya."

"Eh—"

"Oke, sana." Harel lambain tangannya, abis itu pergi bawa Dzaka menjauh dari halte.

Dzaka cemberut, "Cape jalan kaki Harel." Rengek Dzaka ngebuat Harel terkekeh abis itu kecup pipi Dzaka di trotoar yang sepi.

"Mau Harel gendong?"

Dzaka gelengin kepalanya abis itu jalan dengan damai. Pelan-pelan dia bisa merasakan bahwa jalan malam tidak begitu buruk. Banyak yang bisa dia liat sepanjang jalan. Dan Harel di sebelahnya, membuatnya merasa aman sekaligus senang.

"Harel, kenapa Harel suka Dzaka?"

Pertanyaan tiba-tiba Dzaka membuat Harel kaget sekaligus bingung. Ini pertanyaan yang sepertinya harus Harel anggap hati-hati karena bisa saja membuat suasana hati Dzaka memburuk. Dari pertanyaannya saja, Harel tau Dzaka tidak baik-baik saja.

Tiba-tiba Dzaka terkekeh, "Maaf, pikiran aku kayanya lagi kaca—"

"Sebelum Harel jawab, Harel mau mastiin sesuatu." Kata Harel natap Dzaka. Mereka berhenti berjalan, dan berdiri berhadapan di depan rumah Dzaka. "Dzaka tau taman dandelion?"

Dzaka berkedip sekali abis itu mengangguk. "Tau kok. Dulu Dzaka pernah kesana waktu masih smp." Jawab Dzaka.

Harel terkekeh, lalu mengusap kepala Dzaka. "Harel suka Dzaka karna itu." Jawab Harel atas pertanyaan Dzaka sebelumnya. "Masuk sana. Udah malam, dingin." Kata Harel abis itu balik badan untuk pulang ke rumahnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 04, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Sweet LifeWhere stories live. Discover now