38. Bajinganku yang Manis

49 11 0
                                    

💚38. Bajinganku yang Manis

Ini bakalan cukup panjang, jadi, tarik napas dalam-dalam ...

★★★★★

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

★★★★★

"Lo, lo yakin sama keputusan lo ini?" Ayu bertanya seraya mengulurkan sekotak tisu. Kini aku memang sedang ada di rumahnya, menceritakan semua hal tentang perasaanku—lagi, seperti biasa.

Aku diam. Karena aku tidak tahu. Yang kutahu, aku hanya sedang kecewa, hatiku sekarat, aku ingin menangis dan menangis saja. Kepalaku semakin terasa tidak ada isinya, alias kosong. Otakku menyublim menjadi asap, seakan hilang tanpa jejak.

"Tapi Kai jahat." Suaraku berubah seperti cicitan tikus, aku merasakan dengan jelas hatiku diremas, bibirku melengkung ke bawah dengan sempurna, dan aku merasakan ada cairan yang merosot di lubang hidung.

"Ya udah, emang keluar dari hubungan toxic itu susah—"

"Kai enggak toxic—"

"GIMANA BISA LO BILANG KAI ENGGAK TOXIC!" Ayu berteriak dengan wajahnya yang melotot garang.

Kai memang tidak toxic, aku saja yang tidak mengerti tentang bagaimana Kai ingin dicintai. Aku tidak tahu Kai ingin dicintai seperti apa. Mungkin apa yang aku berikan memang kurang, aku tidak seperti yang dia harapkan. Aku bak langit malam tanpa bintang yang hampa.

"Gue enggak tahu! GUE ENGGAK TAHU KESALAHANNYA ADA DIMANA! Gue pusing~" Kepalaku rasanya ingin meledak. Cinta Kai membuatku melayang, tetapi semuanya menimbulkan bahaya, terutama untuk hatiku yang malang. "Mungkin gue emang terlalu cemburuan ya?"

Kala aku mengangkat kepala, aku melihat wajah Ayu yang datar sekali. Padahal apa yang aku katakan itu benar, andaikata aku tidak secemburu itu pada Aurora, mungkin semuanya tidak seperti ini.

"Semua berawal dari surat itu~ semua karena surat itu~" Surat itu yang memberikan masalahnya. Atau lebih tepatnya, si pengirim surat itu masalahnya.

Brak!

Jantungku nyaris melompat karna Ayu menggebrak meja sangat keras. "Kita harus nyari tau siapa yang buat surat itu!"

"Ngapain? Enggak penting."

"Lo tuh sesekali peka kek! Peka terhadap bahaya yang mengincar lo! Jadi orang kok terlalu acuh sama dunia!"

"Lebai! Lagian hubungan gue juga bakalan kandas, jadi buat apa gue nyari tau?"

"Aleaa, lo emang engga ada hasrat buat tau apa gimana?"

"Engga ada. Percuma."

Semuanya percuma. Semuanya sudah berakhir. Kalaupun aku tau siapa pengirim surat kurang ajar itu, aku akan tetap kalah—karena sejak awal aku memang sudah kalah.

"Pokoknya, besok kita nyari tau! Biar gue jambak orangnya!"

"Gimana mau nyari tahunya? Kita beneran harus ngecek CCTV?" Tidak mungkin, apa yang akan dikatakan oleh Pak Kepala Sekolah?

𝐒𝐚𝐧𝐠 𝐏𝐞𝐦𝐛𝐮𝐫𝐮 𝐒𝐞𝐧𝐣𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐓𝐚𝐤 𝐒𝐞𝐭𝐢𝐚  ✓Where stories live. Discover now