Prolog

1K 93 5
                                    

"Yan, tolong gue!"

Mendadak, tenggorokan lelaki berkaus hitam mengering. Air muka remaja lima belas tahun itu sontak berubah. Hilang kernyitan di dahinya—sebab panggilan yang ia terima—terganti oleh kekhawatiran yang nyata. "Di mana?" gagapnya. Ia paksa kata itu keluar dari bibir yang mendadak pucat.

"Gue enggak tahu. Mama yang bawa gue ke sini. Tolong gue sekarang!"

Sebab tak punya pilihan lain, lelaki itu meninggalkan warnet tempatnya bekerja. Menyambar tanpa izin kunci motor yang berada di atas meja depan. Lantas bergegas keluar.

"Woy! Yan, lo mau ke mana? Gue parkir di toko seberang."

Sian tiada sempat menjawab. Langkahnya mantap menerobos hujan di luar kafe selagi matanya memindai sekitar. Mencari kendaraan milik teman.

"Gue udah share lokasi. Tolong gue cepetan. Gue ... takut ...."

Getar suara dalam telepon membuat Sian memperpanjang jangkah kakinya. Selagi netra legam miliknya fokus pada layer ponsel untuk membaca alamat yang dikirimkan, lelaki itu memotong jalan.

Brak!

Sian tak sempat menoleh tatkala terang dari lampu mobil menyorot sempurna dirinya. Akan tetapi, ia masih dapat merasakan bagaimana tubuhnya terhantam benda keras. Naik ke kaca depan sebuah mobil. Berguling di atasnya. Terpental.

Dan, seketika padatnya ibu kota di malam Minggu menghening. Yan, tolong gue! Hanya ngiang suara seorang gadis yang terus terputar, sebelum Jakarta tak hanya sunyi di telinganya, tapi jua mendadak kelam. Lantas, deras air hujan turut membawa sadar lelaki itu.

Nusa SagaraWhere stories live. Discover now