Bagian 30

283 45 10
                                    

Nusa memilih duduk di podium setelah penilaian segala aktivitas senam lantai usai. Beruntung pelajaran olahraga hari ini tidak terlalu memberatkannya. Hanya saja kepalanya sedikit pusing karena kurang tepat memposisikan tumpuan saat melakukan guling depan.

Tak tertarik dengan teman-temannya yang menghabiskan sisa jam pelajaran dengan bermain basket dan bulu tangkis, ia memilih mengeluarkan ponsel dari saku celana. Netranya sesaat terarah pada Pinka yang tengah membantu beberapa siswi melakukan gerakan lompat harimau dan guling belakang. Menggantikan Pak Fauzi mengambil nilai karena sang guru tak cukup waktu menemani mereka hingga jam pelajaran berakhir.

"Udah, Ka. Cukup!" keluh Aurin. Gadis itu sudah banyak kali mencoba melakukan guling belakang, tetapi Pinka belum juga puas.

"Sekali lagi coba, Rin. Masih melenceng banget gulingan lo."

Aurin menggeleng. Gadis itu benar-benar putus asa.

"Gue kasih pas KKM, nih," kecam Pinka.

"Serah lo, deh. Serius kek mau patah tulang punggung gue."

Sudut bibir Nusa terangkat mendapati gadis berkucir tinggi itu yang begitu bersemangat. Kemampuan Pinka memang paling unggul di bidang olahraga. Wajar jika guru pengampu mempercayakan penilaian beberapa siswa kepada Pinka. Pun, gadis itu tampak begitu menyukai peranannya di lapangan.

Hasbi Ketua MPK

Gue udah ketemu sama anak yang Pinka maksud, Sa. Gue suruh dia datang ke ruang MPK di jam pelajaran terakhir. Gue rasa kita perlu ngobrol dulu sebelum ketemu Pak Azam.

Satu pesan yang masuk via WhatsApp mengambil alih perhatian Nusa.

Anda

Oke. Gue ke ruang MPK sekarang.

Nusa bangkit dari duduknya. Mengingat saat ini sudah memasuki jam pelajaran terakhir, ia bergegas untuk menemui siswa yang dimaksud dalam pesan. Sebelum beranjak, lelaki itu kembali memandang layar ponselnya. Membuka kolom obrolan dengan sang ibu di mana ia masih mendapati centang dua abu-abu pada status pesan yang terakhir ia kirim. Lelaki itu menghela napas berat sebelum mengantongi ponselnya dan berjalan menuju pintu keluar lapangan indoor sekolah.

Suasana masih cukup sepi tatkala ia melewati lorong-lorong ruang kelas menuju ruang MPK. Begitu juga saat ia sampai di ruangan yang ia tuju, ruangan itu terasa senyap dengan pintu tertutup. Nusa masuk tanpa permisi. Tepat setelah itu, ia mendapati dua remaja lelaki seusianya saling diam memandang ke arahnya. Seolah mereka benar-benar menunggu Nusa sehingga belum ada percakapan yang terjadi di antara keduanya.

"Gue sebenarnya masih ada kelas." Remaja bernama Hasbi bangkit dari duduknya. Memberi ruang kepada Nusa dan satu orang lain di sana untuk berbicara.

"Entar ketemu gue langsung di ruang BK aja, ya, Gas. Lo bisa cerita dulu ke Nusa." Lantas setelah ini, Hasbi benar-benar berlalu.

"Thanks, Bi." Nusa menepuk pundak kawannya saat sosok itu berjalan melewatinya.

Nusa mengambil alih kursi kosong setelah kepergian Hasbi. Mereka duduk berhadapan dengan meja yang memisahkan jarak keduanya. Nusa terkekeh kecil mendapati orang yang dimaksud Hasbi tak lain adalah teman sekelasnya sendiri. "Gue bahkan enggak sadar lo keluar lapangan. Kalau tahu itu elo, kan, bisa bareng," katanya pada Bagas untuk membuka percakapan.

Bagas tak dapat menyembunyikan rasa gugup. Kendatipun sudah lebih dari satu tahun keduanya berada di kelas yang sama, tetapi ia belum begitu dekat mengenal Nusa. Yang ia tahu tentang teman sekelasnya itu tak jauh berbeda dengan orang-orang lain. Sosok laki-laki baik nan sempurna yang biasa dibicarakan dari mulut ke mulut. Akan tetapi, ada nuansa yang berbeda tatkala beradu tatap dengan Nusa dalam situasi seperti ini.

Nusa SagaraWhere stories live. Discover now