Bagian 19

514 59 21
                                    

Aku belum reread, ya ....
Boleh bantu cek kalau ada salah ejaan atau sesuatu yang janggal.

Happy reading! Malming tetap kencan meski ga punya ayang.

______________________________________

Ada nuansa yang berbeda pada makan malam kali ini. Untuk kali pertama, Pinka tiada luput tersenyum selagi memainkan sendok, garpu, dan piring. Percakapan mengalir begitu menyenangkan baginya dan sang papa. Keduanya tenggelam membicarakan Nusa, tanpa menghiraukan kehadiran Maya di antara mereka.

"Papa senang loh kamu temanan sama Nusa. Kalau cari teman emang harus yang baik gitu. Kamu mau pacaran pun, kalau sama dia Papa izinin."

Maya hampir tersedak mendengar perkataan sang suami sedangkan Pinka tiada henti mengembangkan senyuman lebar. Pertama kali Sigit ada di pihaknya masih seperti sebuah mimpi yang sulit untuk dipercaya.

Maya melirik sepasang anak-ayah itu dengan pandangan tak suka. Satu poin plus tentang Pinka di mata Sigit bertambah dan tentu saja hal itu dapat mengancam posisinya. "Bukannya Mas ngelarang Pinka pacarana?" tanggapnya, menentang pernyataan Sigit.

"Kalau sama Nusa, pengecualian. Kita enggak boleh menyia-nyiakan kesempatan untuk dekat dengan keluarga Hadyan."

Pinka tersenyum menang ke arah Maya. Jika tahu hal semacam ini akan mendapat respons yang baik dari sang papa, pasti sudah sejak lama Pinka membawa Nusa ke rumah.

Sigit bangkit dari duduknya setelah ritual makan malam mereka selesai. Meninggalkan pesan kepada Pinka untuk sering-sering mengajak Nusa ke rumah sebelum beranjak dari meja makan. Hanya tersisa dua orang di sana. Asisten rumah tangga mereka juga belum berani membereskan sisa makanan sebelum Maya dan Pinka meninggalkan kursi masing-masing.

"Mama enggak suka lihat kamu sama Nusa."

Pinka mengedikkan baha tak acuh selagi mengusap bibir dengan tisu. "Aku enggak pernah butuh pendapat Tante."

"Pinka!"

"Kenapa, Tan?" tantang Pinka, "Tante ngerasa kalah? 1-0 kerena ku bisa menangin Papa kali ini?"

"Kamu enggak tahu siapa Nusa," tekan Maya.

"Siapa yang lebih kenal dekat? Tante bahkan tadi sempat lupa sama Nusa. Aku pernah satu sekolah dulu sebelum dia lanjut studi ke Swiss. Dan sekarang kita satu kelas, so easy for me buat kenal Nusa lebih jauh."

"Pokoknya Mama bilang enggak, tetap enggak. Mama bisa lakuin apa aja buat misahin kalian atau bikin Papa kamu membenci semua hal yang kamu lakuian."

Pinka hampir terpingkal hingga menutup mulutnya mendapati ambisi yang kuat dalam raut wanita itu. "Wow! Untuk pertama kali Tante terang-terangan menentang pendapat Papa. Sekesel itukah lihat aku dapat dukungan?" Pinka bangkit dari duduknya, "Up to you, Tante! Hope you have a nice try, Tan." Gadis berkaus putih dengan celana selutut itu beranjak meninggalkan Maya selepas memberikan kalimat pemungkas.

Di tempatnya, Maya mengepalkan jemari kuat-kuat. "Anak sialan," gumamnya.

***

"Baik, Anak-Anak, terima kasih untuk perhatiannya. Sukses untuk penilaian akhir semesternya. Nanti jika ada yang ingin ditanyakan terkait kisi-kisi yang saya bagikan, bisa ditampung di ketua kelas untuk selanjutnya disampaikan ke saya. Untuk latihan soal, nanti saya kirimkan ke ketua kelas juga. Nusa, tolong saya diingatkan, ya?"

"Baik, Bu."

Pembelajaran resmi berakhir ketika Bu Riska mengucapkan salam. Guru matematika yang terkenal cukup tegas itu meninggalkan kelas, lantas seisi kelas XI MIPA 1 langsung memasukkan alat tulis ke dalam tas. Pinka menengok kea rah Nusa yang duduk di bangku nomor dua, di baris tengah. Sama halnya dengan siswa lain, sosok itu tengah memasukkan buku ke dalam tas. Pinka mempercepat gerakannya membereskan peralatan tulis. Setelah selesai, ia bergegas menuju bangku lelaki itu. "Pulang jam berapa?" tanyanya tanpa mempedulikan tatapan aneh yang terarah kepadanya. Bukan lagi rahasia bahwa Pinka dan Nusa sering tertangkap basah berdua.

Nusa SagaraWhere stories live. Discover now