Bagian 9

422 70 13
                                    

Suasana kantin yang penuh sesak membuat Nusa dan kedua temannya memilih kursi di pojok guna menghindari keramaian. Nusa menusuk siomai dengan garpu. Mengusapkan saus yang menempel pada makanan berbentuk bulat itu ke pinggir piring sebelum ia suap.

"Sorry, gue lupa bilang kalau enggak pakai saus tadi. Rame banget soalnya," kata Angga selepas melihat Nusa sebisa mungkin menyisihkan saus dari makanannya.

"Nope. Bukan masalah besar, kok. Emang gue aja yang makannya agak rewel." Bukannya tak suka makanan pedas, hanya saja sensasi pedas dan manis yang dihasilkan dari saus terasa tak cocok di lidahnya. Nusa tak terlalu suka tekstur kondimen itu yang kental, padat, dan bertepung ketika masuk ke dalam mulut. Bahkan ketika makan mie ayam pun, ia hanya akan menambahkan sedikit kecap dan sambal, tanpa sedikit pun saus.

"Tumben lo sarapan di kantin, Sa." Abim menyeruput es jeruk. Lelaki itu sedikit terkejut ketika mendapati Nusa tiba-tiba duduk di sebelahnya beberapa menit yang lalu. Mengingat lelaki itu biasanya pergi ke kantin dengan mencuri waktu sebelum pergantian jam pembelajaran atau setelah bel pulang berbunyi sebelum melanjutkan kegiatan organisasi.

"Niat aja mau ketemu lo." Nusa menjawab sekenanya. Ia sengaja meninggalkan rutinitas sarapan di rumah sebelum berangkat. Mengingat larangan Hadyan malam tadi, ia sengaja pergi ke sekolah pagi-pagi sebelum berpapasan dengan sang papa di meja makan. Alhasil, untuk mengisi perutnya yang kosong sejak kemarin siang, ia rela berdesak-desakan di kantin.

"FYI, buat pilketos tahun ini ...," Nusa menjeda kalimatnya selagi meneguk air mineral, "kira-kira bakal diadain setelah UTS, barengan sama rangkaian class meet. Sekolah bakal fokus ke HUT belakangan ini. OSIS juga lagi ada recuitment anggota baru dan paling habis reorganisasi kita bakal mulai nyebar informasi buat pilketos. Masih fleksibel, sih. Masih menyesuaikan agendanya MPK sama kesiswaan juga. Tapi ada baiknya lo mulai nyiapin lebih awal."

Abim mengangguk-angguk setelah mendapat informasi dari teman dekatnya itu. "Btw, Gilang gimana?"

"Gue udah konfirmasi ke Gilang kalau dia bakal nyalon di sebelah."

"Serius?"

"Hm." Nusa mengangguk selagi mengunyah potongan kentang terakhir.

"Abim aman berarti?" Angga turut bergabung ke obrolan.

"Gue enggak bisa jamin, tapi image lo lumayan, Bim."

Abim tersenyum penuh percaya diri mendengar komentar Nusa.

"Lo kayaknya harus sering-sering upload foto kita bertiga, Sa. Biar kelihatan kalau kita sohib." Angga kembali bersaura.

"Anjir. Alay, lo!" Abim melempar pandangan risi ke arah sahabatnya yang berada tepat di sisi kanannya itu. Sontak membuat Angga dan Nusa terkekeh.

"Serius amat sih, lo," komentar Angga.

"Lo tahu siapa aja yang kira-kira bakal nyalon ketua OSIS, Sa?"

Nusa tak langsung menjawab. Ia teringat dengan Pinka yang mengatakan niatnya untuk turut meramaikan pemilihan ketua OSIS. Namun, ia tak mungkin mengatakan hal itu kepada Abim. Mengingat bagaimana kawan lelakinya itu menyimpan dendam terhadap Pinka terkait perebutan kursi di kelasnya. "Sejauh ini belum. Maksud gue, yang kiranya bakal jadi lawan berat lo, kecuali kalau kesiswaan ngajuin calon. Mungkin impact-nya lumayan."

Ketiganya tenggelam dalam hening beberapa saat.

"Pak Azam, kan, jelas pengen Gilang maju, tapi dia milih di Pramuka. Gue enggak yakin kalau kesiswaan bakal ngajuin orang, tapi kalau lo setuju ...," Nusa sedikit ragu untuk melanjutkan kalimatnya, "gue kayaknya bisa rekomendasiin lo ke kesiswaan."

Nusa SagaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang