Episode. 36

202 32 7
                                    

Siang ini, untuk pertama kalinya, Indira dan Rain berpapasan semenjak 4 hari sebelum Natal dan nyaris 2 minggu setelah tahun baru mereka tak saling jumpa. Mereka sempat bertukar pandang dalam beberapa saat dari kejauhan. Itu pun tak pernah berujung untuk saling sapa. Karena baik Indira maupun Rain selalu dipisahkan oleh para teman-teman mereka untuk beranjak dari tempat mereka. Tidak, itu bukan perbuatan yang disengaja. Melainkan karena para teman Indira dan Rain tidak saling melihat karena jarak. Dan kini, akhirnya mereka bertemu juga dengan bertatap muka satu sama lain. Tempatnya di perpustakaan sekolah bagian paling pojok dekat AC.

"Hai, Dir." sapa Rain dengan tersenyum canggung.

"H-hai juga." sahut Indira agak sedikit kikuk.

Rain mengusap lehernya sesaat kembali bicara, "Boleh ngomong sebentar?" pintanya.

Indira menolah kekanan dan kekiri. Kemudian mengangguk. "Duduk di situ aja." tunjuknya pada salah satu meja dan kursi yang kosong tak ada siapa pun di sekitarnya. Rain mengangguk setuju.

___________

"Gue mau minta maaf soal gue yang nggak bisa datang buat ngerayain tahun baruan bareng sama lo kemarin. Nenek gue sakit, jadi nggak bisa ninggalin. Karena gue cucu satu-satunya yang dia punya." ucap Rain memulai pembicaraan setelah hening dalam sejenak.

Indira hanya mengangguk mendengarkan.

"Gue nggak tau apa ini cuma perasaan gue doang atau lo emang makin ke sini makin menjauh dari gue, Dir? Maksudnya, setiap kali gue lihat lo, lo selalu berusaha untuk mengindar. Kalau gue boleh tau, salah gue apa, Dir?" kata Rain lagi dengan suara tenang tanpa emosi. Jujur, bagian dari sisi ini yang Indira paling suka dari seorang Rain. Sebab Rain jadi jauh lebih kelihatan dewasa dibanding usianya yang sebenarnya. Tapi lagi-lagi karena Indira punya ego yang tinggi. Dia jadi selalu menepis perasaan itu. Walau tak bisa dipungkiri, tatapan matanya melunak sesaat Rain bicara begitu. Sayangnya Rainnya nggak nyadar. Atau dia nyadar tapi mikirnya beda.

"Lo nggak salah apa-apa, kok, Rain. Gue juga sama sekali nggak menjauh dari lo. Mungkin itu cuma perasaan lo doang." sahut Indira sekenanya. Sebenarnya dia juga pengen bilang hal yang sama. Tapi lagi-lagi mulutnya mengkhianati pikirannya.

"Lo nggak marah sama gue?"

Indira menggeleng.

"Lucu banget ya jadi kita." kata Rain dengan ketawa miris.

"Kenapa tiba-tiba ngomong gitu?"

"Ya, lucu aja. Kisah kita kayak lirik lagu. Persis banget malah."

"Lagu yang mana?"

Rain menatap Indira sekali lagi dengan tatapan yang tak bisa Indira artikan maksudnya apa. Tapi yang Indira tahu bahwa mata itu kelihatan sayu daripada sebelumnya. Terlihat lebih lelah dibanding biasanya.

"Dia yang kau cinta mencintai yang lain. Betapa dalamnya terluka hatimu. Dan bagaimanakah kuharus meyakinkan diriku. Saat kudengar suaramu. Hatiku bergetar. Saat kutatap matamu. Ku tak mampu pergi." Rain menyanyikan potongan lirik lagu tersebut dengan penuh penghayatan. Kentara sekali ia menyanyikan lagu tersebut untuk Indira.

"Mau sampai kapan lo nunggu dia, Dira? Dia bukan untuk lo. Lo pun bukan untuk dia. Mau sampai kapan lo nggak lihat gue? Gue ada di sini, Dira. Gue nggak pernah pergi ke mana-mana. Hati gue selalu stay di lo. Mau sekeras apapun gue tahan dia tetap berdebar setiap kali mata gue bersitatap sama mata lo. please give me a chance." ucap Rain dengan matanya yang sedikit memerah.

"Tolong jangan memohon seakan gue perempuan yang jahat buat lo, Rain."

"Lantas apa lagi yang harus gue lakuin buat lo? Gue bingung. Satu sisi lo terlihat seperti memberikan gue secercah harapan. Tapi di sisi lainnya lo kayak yang nggak peduli gitu dengan apapun yang gue lakuin buat lo."

"Kata siapa gue nggak peduli?"

"Dua minggu ini kita nggak pernah saling sapa."

"Cuma karena gitu doang lo narik kesimpulan kayak gitu?"

"Ini bukan sekedar 'doang' Dira. Tapi lo juga mengabaikan gue setiap kali gue mencoba untuk bicara sama lo. Ini aja kalau kita nggak benar-benar papasan atau kebetulan bertemu di sini. Lo dan gue pasti masih kelihatan kayak orang berantem."

"Ck, lo kenapa nggak ngechat gue lagi?" tanya Indira tanpa menanggapi ocehan Rain barusan.

"Hm?" Rain langsung bingung.

"Lo kira gue bakal baik-baik aja setelah setiap kali gue bangun dan mau tidur ngecheck handphone udah nggak ada lagi sticker konyol dan meme kocak yang gue temuin? Lo kira gue baik-baik aja setiap kali pergi ke kantin nggak ada lagi orang yang suka tiba-tiba beliin gue minum sama nungguin gue makan karena gue kelamaan makan? Dan lo pikir gue masih bisa baik-baik aja setelah lo berhasil naklukin tembok yang dari dulu gue pengen dia yang manjat tapi ternyata justru lo yang berhasil naik ke atasnya? Gue nggak sebaik itu, Rain. Gue.... " ucapan Indira tidak terteruskan. Bukan! Bukan karena mulutnya dibungkam dengan sebuah ciuman. Jangan apa-apa ciuman mulu diotak kalian. Istigfar. Indira nggak jadi nerusin omongannya
karena Rain meluk dia. Iya. Berpelukan. Bukan ciuman.

"Jumat, 20 Januari jam 10:10 menjelang siang. Lo resmi jadi milik gue," ucap Rain dalam dekapannya. Belum lagi Indira bersiap hendak buka suara, Rain kembali bicara. "Berhenti berharap pada seseorang yang hatinya sudah jelas-jelas bukan untuk lo, Dira. Dia sudah jadi milik orang lain. Dan sekarang, gue tahu hati lo pun masih belum bisa sepenuhnya lepas dari dia. Tapi gue yakin, suatu saat lo pasti akan punya rasa yang sama seperti halnya gue ke lo." Rain memundurkan kepalanya hingga wajahnya langsung berhadapan dengan muka Indira.

"PD banget lo." kata Indira dengan muka merahnya.

"Harus PD. Karena gue bakal bikin lo jatuh cinta sama gue." sahutnya dengan tersenyum.

"Caranya?"

"Lo lihat aja nanti." Rain mengerlingkan matanya yang membuat Indira hanya memutar bola mata seraya lantas mengulum senyum.

_________________
_____

"Tumben banget lo ngajakin ketemu di rooftop." Adalah kata yang diucapkan Gatara sesaat ia dan Chika berada di sana. Tak lupa Chika juga sudah mengecek sekitar biar nggak ada yang nguping diam-diam.

"Gue mau bahas sesuatu sama lo. Serius." sahut Chika dengan wajah seriusnya.

"Soal apa?" tanya Gatara.

"Tentang ini." jawab Chika dengan mengeluarkan sebuah benda kecil dari saku bajunya. Ia menunjukkannya pada Gatara.

Mata Gatara langsung melotot hingga kebukaan maksimal. Ia seketika gugup sambil menatap benda itu dan juga wajah Chika secara bergantian. Wajahnya seketika pias.

Nggak. Ini nggak mungkin. Masa iya pas di kapal? Orang gue aja belum ngapa-ngapain. Boro-boro mau ngapa-ngapain. Jadian aja nggak-- eh, belum maksudnya.

"Ka-kamu hamil!!??"

•••









Ditulis, 22 Desember 2022

Perahu Kertas - The Story Of After Rain 2 [Reinkarnasi] || 48 {END}Where stories live. Discover now