[6]

7.4K 777 30
                                    

wajah pucat pasi terlihat jelas dari sakha, memang seharusnya malam tadi ia langsung ke rumah sakit ketika tangannya terluka bukannya malah di perban dengan seadanya, darah menghiasi sprai yang ia pakai malah ada juga di selimut tebal kesayanganny...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

wajah pucat pasi terlihat jelas dari sakha, memang seharusnya malam tadi ia langsung ke rumah sakit ketika tangannya terluka bukannya malah di perban dengan seadanya, darah menghiasi sprai yang ia pakai malah ada juga di selimut tebal kesayangannya itu betapa bodohnya ia, benar sekali apa yang ayahnya katakan ia memang bodoh.

Huft

Itu sudah yang ke lima kalinya sakha menghela nafas pagi ini, ia membungkus lukanya itu dengan perban baru untuk sementara nanti ia akan ke rumah sakit untuk tindak lanjutan, sakha mengganti sprainy dengan yang baru dan dengan terpaksa harus mengganti selimutnya juga dengan selimut yang lain.

ia melangkah keluar setelah selesai merapikan kamarnya itu, Sakha ingin menyiapkan sarapan, sakha menuruni tangga dengan perlahan kepalanya pusing mungkin efek dari luka kemarin malam terlebih lagi sakha penderita hemofilia, untung saja ia tak mati semalam jika tidak bukankah ia akan mati konyol hanya karena luka di lengan, bisa-bisanya nanti ayahnya itu menariknya dari neraka untuk di habisi kembali karena telah mencemari nama keluarganya itu, sakha bergidik pelan membayangkan hal itu.

ia hampir menggelinding di tangga jika saja tak ada lengan yang menahan pinggang kecilnya itu saat ini, nafas salah tercekat seseorang yang menahan dirinya tadi mendudukan sakha secara paksa di anak tangga.

"SUDAH BOSAN HIDUP??" suara teriakan dari adiknya itu membuat kepala sakha terasa berdengung, Sakha menggeleng pelan, ia mendongak memperhatikan wajah adiknya yang memerah penuh emosi.

Daniel yang tadinya ingin berangkat lebih cepat dari biasanya agar terhindar dari sang gege, malah menyaksikan gegenya itu hampir menggelinding dari tangga tak tau bagaimana ia sudah meraih pinggang gegenya itu dalam sekejap memang jarak mereka tak jauh hanya dua atau tiga anak tangga, gerakan Daniel juga cepat karena panik lagi pula ia anak basket jadi refleknya begitu bagus, nafas daniel memburu jantungnya seperti berhenti beberapa saat.

"maaf" cicit Sakha, lagi pula yang hampir terjatuh kan ia kenapa adiknya malah marah bukannya jika ia jatuh malah lebih bagus, adiknya itu kan sangat membencinya.

"ada apa ini?" Sakha dan Daniel menoleh di ujung tangga atas terlihat jelas ayahnya itu telah rapih dengan jasnya.

Christ tadinya sedang memasang dasinya seperti biasa, ia sedikit kaget ketika mendengar suara teriakan dari luar itu suara putra ketiganya, maka dari itu Daniel segera keluar dari kamarnya.

Dan yang ia lihat sekarang ialah putra keduanya yang duduk di anak tangga dan oknum berteriak tadi di hadapan sang putra, ia menelisik melihat perban di lengan kecil itu dan juga wajah pucat pasi seperti Mayat milik Sakha.

"tanyakan saja padanya ada apa, aku telat" Daniel melangkah turun dari sana, sebenarnya ia belum telat masih sangat pagi malah ia hanya malas melihat wajah gegenya yang pucat pasi itu, wajah itu membuatnya merasa bersalah atas apa yang terjadi kemarin malam.

Christ menatap Sakha dengan tatapan meminta penjelasan, sakha gelagapan ia hanya hampir terjatuh kenapa malah seperti terjadi masalah besar di sini.

"anu itu, sakha hanya hampir terpeleset ayah"

LOKA SAKHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang