[10]

7.9K 788 69
                                    

Walau demamnya masih ada sakha tetap memutuskan untuk pergi ke sekolah, daripada di rumah dengan Reyga dan lainnya itu sama saja dengan menantang maut, abaikan saja semua yang terjadi kemarin Sakha yakin kemarin keluarganya itu sedang kerasukan se...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Walau demamnya masih ada sakha tetap memutuskan untuk pergi ke sekolah, daripada di rumah dengan Reyga dan lainnya itu sama saja dengan menantang maut, abaikan saja semua yang terjadi kemarin Sakha yakin kemarin keluarganya itu sedang kerasukan sehingga melakukan hal di luar nalar seperti itu.

Ia berangkat pagi-pagi sekali bahkan Sakha tak sempat membuat sarapan.
ya sudahlah, lagipula keluarganya lebih suka makan di luar daripada masakannya.

Sakha sudah tiba di kelasnya, masih sepi bahkan sahabatnya pun belum datang, sakha meletakkan tasnya di bangku lalu beralih ke belakang ia ingin mencharger handphonenya di belakang, ia tak sempat bermain handphone sejak dua hari yang lalu.

Baru saja di nyalakan notifikasi sudah bertahut-tautan hal itu membuatnya panik seketika, beberapa anak kelas memperhatikan sakha, Sakha menunduk telinganya memerah karena malu ia dengan cepat mengecilkan volume notifikasi dan berpura-pura melihat lukisan di dinding kelas, tak tau saja anak kelas sedang gemas dengan tingkahnya.

Sakha adalah yang terkecil di kelas mereka dalam artian porsi tubuh jika umur masih ada yang lebih muda darinya, tapi tetap saja anak kelas menganggap Sakha seperti bungsu, mereka terlampau gemas dengan tingkah anak itu.

Terlihat 263 panggilan dari emmanuel aka Amy dan 156 panggilan dari sahabatnya dan ada lebih dari seribu chat yang di kirimkan, ia melongok melihat hal itu, yang benar saja ia hanya tak aktif tiga hari  dan mereka sudah menghubunginya sebanyak itu, Sakha tak habis pikir.

Telapak tangan yang dingin terasa menyentuh dahinya, Sakha mendongak terlihat sahabatnya yang menjulang di hadapannya.

Nataniel pradixie pria kelahiran Belanda, tubuh menjulang tinggi, kulit putih dan wajah tampan yang mempesona sayangnya Nataniel memiliki banyak musuh di sebabkan oleh wajah dingin yang membuat orang mengira ia adalah orang yang angkuh di tambah sifatnya yang keras terkecuali untuk Sakha, dan juga karena  geng motornya yang memiliki jaringan besar yang tentunya memiliki banyak musuh.

"Panas, darimana saja? kenapa tak di jawab?" untung sakha sudah berteman dengan nata sejak SD jadi ia sudah sangat faham bahasa nata yang sedikit rumit.

Bukan tanpa alasan nata meletakkan telapak tangannya pada dahi kecil itu, ia melihat pipi bulat milik Sakha yang memerah dan mata yang lebih sayu dari biasanya, tentunya hal itu mengganggu penglihatan nata, ia tak suka melihat Sakha sakit.

Sakha tak langsung menjawab ia menggenggam pelan telapak tangan besar milik nata.

"Maaf, handphone ku mati Xie" mata nata membelalak melihat perban menyelimuti tangan kecil milik Sakha, ia dengan cepat menarik lengan sakha, tatapannya berubah dingin beberapa orang yang memperhatikan mereka dalam diam tak berani bersuara mereka ingin menolong Sakha namun terlalu takut pada keturunan pradixie itu.

"Sakit xiee" Sakha ingin menarik lengannya itu namun genggaman nata sangat kuat hal itu membuat lengannya sakit, mata sakha sudah berkaca-kaca ia sedikit sensitif ketika demam dan juga tangannya terasa nyilu, bukan salahnya jika ia menangis.

LOKA SAKHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang