[3] Abi or Rayyan?

442 73 7
                                    


Dengan malas Angel mengikuti kegiatan ospek di kampusnya. Ia masih agak lemas dan kurang bersemangat sebab kejadian beberapa hari lalu yang terjadi pada dirinya. Sikap papanya sangat membuat mentalnya down. Tapi mau bagaimana lagi, ini hari pertamanya ospek dan di haruskan untuk calon mahasiswa-mahasiswi baru untuk mengikuti kegiatan itu.

Dengan suasana hati yang masih berkecamuk, Angel tatap mengikuti kegiatan dan ikut masuk ke dalam sebuah kelompok yang di bagi oleh panitia/senior. Di dalam kelompoknya terdapat 8 anggota. 4 orang perempuan dan 4 orang laki-laki. Dan Angel merupakan satu-satunya anggota perempuan yang tidak mengenakkan hijab, sebab ia adalah non muslim. Sehingga hal itu mengundang salah satu seniornya untuk berkomentar.

“Heh, lo” tunjuknya pada Angel. Angel hanya acuh tak acuh menanggapinya. “Lo satu-satunya cewek di kelompok ini yang gak pake hijab, kenapa?” tanya senior yang bername tag Erlangga.

Oh ayolah, Angel adalah non muslim di sini. Jadi wajarlah jika ia tak mengenakan hijab. Apa hal seperti itu harus di permasalahkan?

Angel merotasikan bola matanya malas.
“Gue non muslim” ucap Angel singkat.

Senior itu menaikkan sebelah alisnya. “Terus kenapa lo ada di tengah-tengah mereka yang mayoritas muslim?”

Astagaa, ini senior punya masalah apa sih? Bukannya sesama manusia harus saling bertoleransi dan menghargai apapun perbedaan dan keyakinan yang di anut oleh seseorang?

“Kan kelompoknya di bagi sama senior, temen-temen lo juga kan? Gue cuman nurut aja. Apa itu salah?!” dengan entengnya Angel berujar.

Seolah-olah ingin bersenang-senang atau ingin mencari perhatian. Senior itu menyalakan speaker kecilnya yang sedari tadi berada dalam genggamannya, lalu bersuara sehingga mengundang seluruh atensi untuk menatapnya.

“Attention please” teriaknya dengan speaker kacil itu. “Liat deh, ada junior yang ngelawan dan berani sama senior” ucapnya. Seluruh peserta ospek dan panitia/senior pun saling pandang dan sesekali berbisik.

Angel mengerutkan keningnya, Nih orang kurang belaian apa gimana sih, hobby kok caper. Batin Angel.

Angel yang tadinya terdiam pun kini angkat bicara. “Ngelawan? Kapan?” sanggah Angel.

“Tuh kan?! Kalian bisa liat sendiri kan” decihnya. Lalu ia memandang Angel dari atas sampai bawah. “Lo gue hukum”

“Hah?” Angel bingung. Apa ia melakukan sebuah kesalahan? Tapi ia rasa tidak. Apa hanya gara-gara ia tak mengenakan hijab? Oh, astaga. Jika benar, sungguh keterlaluan itu senior. Harusnya ia menghargai, bukan malah menghukum seperti ini.

“Pungutin semua sampah yang ada di lapangan sampe bersih” titahnya. Angel mengepalkan tangannya. Namun ia sama sekali tak berucap apapun selain menurut dan mengikuti perintah senior menyebabkan itu.

Mood Angel benar-benar rusak, bahkan ia malas untuk menjalankan hukumannya. Tak memperhatikan sekitarnya, Angel dengan kesal menendang kerikil yang ada di hadapannya.

Pletakk

“Aww” ringis seorang lelaki yang mengenakan setelan sama dengan Angel. Itu tandanya orang itu sama-sama peserta ospek, bukan senior. Untung saja. Kalau senior, bisa tamat riwayatnya.

Lelaki itu pun membalikkan tubuhnya. Angel meneguk ludahnya kasar. Ia spontan langsung menutup matanya takut.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Tak ada suara pertanda dari orang itu yang marah-marah atau respon lainnya. Angel pun berinisiatif membuka matanya. Saat itu pula Angel di kejutkan dengan lelaki yang meringis akibat ulahnya.

DIFFERENT seamin tak seiman [completed]✓ Where stories live. Discover now