❀ーChapter 17

83 23 0
                                    

Before Chapter

"Aku ini temanmu dan punya hak untuk mengehentikan aksi bodohmu."

Aku tertawa, menatap langit untuk menahan jatuhnya air mata.

"Kau benar, aku bodoh, maka dari itu aku lebih baik mati."

"Tidak Asahi, kumohon." Dia mencoba meyakinkanku, menarikku kembali, membawa tubuh ini ke dalam dekapannya, tangisku semakin menjadi.

"Jae, kenapa ... kenapa takdirku seperti ini? Padahal aku hanya ingin bahagia." Dia diam dengan tangannya mengelus punggungku. "Mereka berbaikan Jae, hiks ...."

Continue

Chapter 17
_____________

"Tidak, bukan takdir yang salah, hanya caramu mengapresiakan saja, sebuah hubungan tidak pasti berakhir bahagia, mungkin untukmu tidak adil, tetapi lihatlah dampak positifnya, Eomma-mu bahagia, beliau lebih membutuhkan Appa-mu untuk bertahan. Apa kau pernah berfikir jika Eomma-mu tidak menemukan Appa tirimu? Bisa saja beliau memilih untuk menyusul mendiang Appa-mu, kau akan sendiri, itu akan lebih sakit."

"Jae, jika Eomma pergi berarti aku bisa bersama Appa tiriku, aku akan hidup bahagia."

Terdengar helaan nafas berat. "Jangan egois Asahi, mendiang Appa-mu akan sedih melihat anaknya menjadi jahat hanya karena cinta."

"Lalu aku harus bagaimana Jae? Aku takut jika terus mencintai Appa tiriku."

"Aku bisa membantumu melupakannya. Jika perlu mencarikan penggantinya."

"Tidak mudah membuka hati untuk orang asing."

"Bagaimana jika ada seseorang yang dekat denganmu dan menyimpan rasa?"

"Siapa itu, Jae?"

"Tetapi, berjanjilah kau tidak akan bertindak gegabah lagi dan berusaha menerima."

"Sulit Jae."

"Asahi ...."

"Iya, iya, aku akan berusaha, lalu siapa orang itu?" Aku menatapnya, sungguh rasa penasaran dan ragu mulai menyelimuti.




***




Aku diam menatap gelapnya langit malam. Duduk di bangku taman yang sepi karena memang ini sudah larut malam, aku tidak tahan jika tetap berada di rumah, mereka jelas sudah berbaikkan dan bermesraan bagaikan dunia hanya milik berdua. Aku kan juga ingin. Membuang nafas pelan. Memeluk lutut menahan dinginnya malam yang menusuk tulang. Karena tergesa-gesa sampai lupa membawa jacket atau pun hoodie. Kusembunyikan wajahku yang mulai basah.

Rasanya hatimu seakan diremat oleh tangan transparan.

"Hei, cantik sendirian saja." Tubuhku meremang, suara berat dengan nada menggoda itu pasti namja berumur yang dipenuhi pikiran kotor. "Main denganku, yuk!"

Pats.

Aku spontas menepis tangan kotornya yang lancang mengelus pucuk kepalaku, aku menghapus sisa air mata lalu cepat-cepat bangkit.

"Ya! Kau berani denganku!" Orang itu menarik tanganku, membuatku menatap wajah jahatnya, sungguh sekarang aku takut karena tarikannya yang menguat.

"Lepas!"

"Memangnya kau siapa berani menyuruhku? Lihatlah dirimu, walaupun matamu bengkak tetapi cantikmu tidak berkurang." Dia berbisik di telingaku, aku memberontak, nihil, tenaganya lebih kuat.

"Tolonggg!"

"Teriaklah sesukamu karena tidak akan ada orang yang mendengar, haha."

"Lepas tangan kotormu itu!" Tangannya mulai mengelus pipiku, aku seperti gadis murahan. Tangisku kembali pecah.

Kumohon seseorang tolong aku, hiks.
Bugh!




***




"Minumlah." Aku menerima botol minuman yang Jaehyuk sodorkan lalu dia duduk di bangku depanku.

"Sekali lagi terimakasih." Dia berdehem, aku mulai meneguk minuman, hanya sedikit, membasahi tenggorokanku.

"Kau kenapa bisa ke luar malam-malam?" Aku menunduk sambil memainkan jari.

"Seharusnya aku yang—"

"Jangan mengalihkan pembicaraan, beruntung aku lewat, kalau tidak?" Aku mendengar dia menghela nafas pelan. "Kau masih memikirkan Appa-mu?" Nada bicaranya mulai naik.

"Asahi lihat aku." Tak kuindahkan suruhannya. "Apa menurutmu pengakuanku tadi di sekolah hanyalah omong kosong?"

"Hiks ...." Aku langsung menutup mulut saat isakan lolos begitu saja.

"Maaf," lirihnya, "aku seharusnya tahu, itu pasti sulit, mau tidak mau kau pasti melihat orang tuamu yang saling menyalurkan kasih sayang."

Jaehyuk tidak lagi bicara, dia berdiri, mendekat, memeluk kepalaku sambil mengelusnya pelan.

"Aku akan selalu menunggumu, jika kau bukan takdirku, setidaknya aku pernah berperan dalam hidupmu."

"Maaf ...," aku belum bisa menerima perasaanmu.

"Tidak apa, aku mengerti."

"Terimakasih."

ToBeContinue

Méprise メ JaeSahi✔Where stories live. Discover now