❀ーChapter 7

107 29 2
                                    

Before Chapter

"Terpesona denganku?" katanya percaya diri. Tapi, dia kalau dilihat-lihat tampan juga.

"Aku mau masuk saja," kataku tak mengindahkan pertanyaannya. Namun saat aku ingin melangkah harus berhenti karena suara beratnya.

"Tunggu." Dia berjalan menghampiriku, meraih tanganku, aku menatap penuh tanya. "Supaya tidak hilang," katanya diakhiri dengan senyuman.




Continue

Chapter 7
___________

"Memangnya aku anak kecil, huh!" kesalku. Dengan berat hati aku menerima, hitung-hitung rasa balas terimakasihku padanya pagi ini.

"Nanti kau dijemput?" tanyanya yang kujawab dengan bahu terangkat. Aku juga tidak tahu pasti.

"Jika tidak pulang bersamaku saja."

"Tidak merepotkan?"

"Apasih yang merepotkan jika bersamamu." Dan kurasakan pipiku mulai memanas, aku sakit, ya?
Sesampainya di kelas dengan tangan yang masih bertautan, aku menjumpai Mashiho yang hari ini ada jadwal piket. Dia sedang membersihkan papan tulis, tapi tiba-tiba saja berhenti.

"Kau memarahiku karena sok tahu, tapi nyatanya memang seperti itu, huh!" katanya ketus sambil menarik dagu dan tangan bersidekap.

"Kan memang seperti itu," elakku dengan nada tak kalah ketus.
Yoshi yang bertugas menyapu lantai berhenti tepat di depanku. Aku menyerngitkan dahi bingung, mungkin karena aku menghalangi rute menyapunya. Jadi kuputuskani untuk menyingkir. Anehnya dia masih diam tak melanjutkan tugasnya. Kulihat arah pandangannya menurun. Aku baru sadar dengan tanganku.

Yoshi yang memang sama menyebalkannya seperti Mashiho berkata dengan nada menyindir sebelum melanjutkan menyapu, "Takut hilang, neng."

Aku langsung menatap Jaehyuk yang masih menahan tanganku, dia hanya menatap sok tidak tahu, lihatlah wajahnya ingin sekali kucakar.

"Lepas!" tekanku dengan nada pelan, jelas kalau dilihat dari pergerakan bibirku. Dia memilih untuk berjalan ke arah bangkunya dengan tautan.

"Karna kau menjemputku bukan berarti kau bisa seenaknya." Langsung tautan kulepas paksa dan pergi ke bangku milikku.

Aku menggerutu tidak jelas. Dan tak sengaja tatapanku dengan Jaehyuk bertubrukan. Dia tersenyum sampai kedua matanya menyipit. Entah kenapa jantungku berdetak dua kali lebih cepat. Sepertinya aku benar-benar sakit.






***






"Kudengar Jisung sedang menjalani hubungan dengan Chenle."

Aku yang sedang menulis catatan karena tertinggal saat proses pembelajaran tadi. Karena termasuk pelajaran yang kurang kuminati, jadi ya seperti itu lah. Saat guru menjelaskan aku malah melamun. Beruntung guru tak sadar, bayangkan saja jika aku ketahuan melamun, pasti akan menerima hukuman.

Dan Mashiho yang bosan menungguku mulai membuka bakatnya dalam membicarakan orang, aku sih pendengar setianya.

"Kemarin aku melihat mereka berada di sebuah cafe." Aku mengangguk dengan atensi yang masih fokus di kertas putih, terisi hampir sehalaman oleh coretan tinta.

"Mereka sangat dekat sekali, aku jadi iri." Kalimatnya barusan membuatku mengerutkan. Dua detik kemudian catatanku usai. Aku sepenuhnya memperhatikan Mashiho yang menggebungkan pipi. Dan itu membuat tanganku gemas ingin mencubit. Dia memandangku sebentar lalu menyembunyikan wajah di lipatan tangan.

"Kan tinggal suruh Yoshi untuk pergi bersamamu." Dia menggeleng pelan, ah aku tahu. Yoshi bukan sepenuhnya akan memfokuskan ke hubungan, lebih ke sekolah, cita-citanya lebih penting dari masalah percintaan. Aku jadi ikut merasa sedih.

"Sudahlah, eum bagaimana hubunganmu dengan Jaehyuk?" tanyanya semangat dengan tangannya yang menopang dagu. Aku tersedak ludah, kenapa jadi aku dan si menyebalkan itu sih?!

"Cepat jawab, aku penasaran nih."

"Sepertinya kau terlalu lapar." Kemudian Mashiho mendengus, tapi tetap mengikuti ke luar kelas.

"AW!" Baru saja menapakkan kaki di kantin, tiba-tiba saja ada sesuatu yang berhasil membuatku kehilangan keseimbangan. Dan jika saja sebuah tangan tidak menahanku, aku harus merelakan tubuhku mencium lantai. Sakitnya tidak seberapa, tapi malunya itu yang luar biasa.

Sesaat kemudian, aku mendongakkan kepala, melihat siapa yang berhati baik sudah menolongku. Ah, ternyata si musuh bebuyutanku.

"Eum, sepertinya aku duluan, bye Asahi." Aku menggeram saat kudengar derap langkah Mashiho mulai menyamar.

"Maaf." Dan di saat aku ingin menjauhkan tubuhku, sebuah tangan kekar menahan punggungku, bau maskulin mulai merambat ke indra penciumanku.

Deg.

Sebenarnya aku kenapa?






***



ToBeContinue

Méprise メ JaeSahi✔Where stories live. Discover now