18•🍋 Masa Lalu.

107 31 0
                                    

Tahun ajaran 2015

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

Tahun ajaran 2015.

Aline terlihat mengenakan seragam SMA, ia berjalan pelan di bawah air yang berjatuhan dari langit, menuju ke suatu ruangan karaoke.

Disambutlah ia oleh empat orang murid dari sekolah yang sama dengannya, di antaranya ada tiga orang siswa dan satu orang siswi.

“Lihat, si jalang itu datang.” sambut siswi itu, melihatnya baru tiba membuka pintu masuk ruangan karaoke.

Salah satu siswa mematikan rokoknya. “Woi! Kau lihat apa? Kemari cepat!” bentaknya.

Aline menurut seperti budak, tubuhnya mendekat bergerak mendadak, tanpa perintahnya.

Siswa lainnya memberikannya mikrofon, “Cepat hibur kami.”

Aline hanya diam, bibirnya seakan terkunci, tangannya yang bergetar tak sanggup meraih mik yang di sodorkan.

“Woi! Kau tuli, hah?! Cepat menyanyi, sialan.”

“Hahaha! Lihat dia gemetar, seperti kucing kedinginan.”

“Hei, hei~ jangan galak padanya, nanti dia menangis~ lalu melaporkan kita pada ayahnya yang pembunuh... kalau kita di bunuh bagaimana?”

“Hahaa, tolol! Ayahnya kan di penjara.”

“Kenapa? Tidak mau menyanyi, ya?” gusar salah satu siswa mendekatinya, menatap kesal.

Aline menolak dengan cara diam. Bagaimana tidak! Ia di suruh menyanyikan lagu bahasa inggris, sedangkan ia tak pandai berbahasa asing. Jika salah kata dalam penyebutan, ia akan dihukum, badannya akan dilucuti dan dijadikan asbak rokok, oleh ketiga siswa itu.

Jika tak menuruti, ketiga siswa tersebut juga akan menjadikan tubuhnya samsak tinju, untuk siswi yang ikut merundungnya.

Naas, ia sudah mencoba. Namun tak bisa menyebutkan beberapa kata bahasa inggris dengan benar, iapun akhirnya dihukum.

───•

Langit telah berubah gelap, terkaparlah Aline lemas di lantai salah satu ruangan karaoke, dengan badan yang hanya mengenakan tengtop. Badannya ditempeli abu rokok, yang meninggalkan bekas merah.

Hiks!

Terdengar suara tangis kecil.

“Aku benci tangis ini!” ringisnya dalam sedu. “Kenapa aku begini...” sambungnya, dengan kesal, “Aku benci diriku menjadi lemah seperti ini!”

Tiada hari tanpa amarah, dikala ia sedang kehilangan arah, terjebak di antara dendam yang terpendam. Ingin ia membalas orang-orang itu, namun apalah daya, ia tak mampu, karena hatinya terasa gelap seperti rumah tak berlampu, jalan pikirannya kosong.

“Apa yang harus aku lakukan!” katanya, lemas.

Bersikap acuh tak acuh, ia mengeluarkan ponselnya dari saku roknya, pikirannya tak perduli, padahal hatinya sangat hancur. Hanya dendam yang terpendam menjadi saksi bisu.

SWEET LEMONS [✔]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ