28•🍊 { Rise From Trauma }

101 24 0
                                    

Waktu kembali ke masa sekarang

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.

Waktu kembali ke masa sekarang.

"Apa kau malu, terhadapku haa.?!" ketus ayahnya, menatap kesal.

Aline tak bisa berkata, rahangnya sedari tadi terkatub rapat. Tubuhnya terasa mematung, teringat akan tragedi yang mengerikan, mengundang kembali rasa traumanya yang kian datang menghantuinya.

Tubuhnya seakan pasrah, tak bisa ia bertanya apa yang diinginkan ayahnya pada dirinya. Selama ini ia hanya menjadi makhluk yang lemah tak berdaya, menerima semua beban yang menerpa kehidupannya.

"Jawab aku, anak sialan.!" teriak ayahnya, membuatnya kaget, sehingga bahunya menyentak ke atas.

Karena kesal tak mendapat jawaban, ayahnya membungkuk, mencengram pipinya. "Kau tahu aku menderita di dalam penjara! tapi kau malah menikmati hidup yang enak.!" oceh ayahnya, menggertakan gigi.

Pipinya semakin di cengkram kuat, ia seperti mengerang menahan sakit, menatap sang ayah dengan memelas.

"Dan kau mengabaikan ayahmu ini.!" tambah ayahnya, melayangkan tangan, ingin menampar wajahnya.

Terpejamlah matanya dengan spontan, serentak dengan tetesan air mata yang keluar dari sudut matanya.

"Sedang apa, Pak.?" tanya Leomon, menatap tajam, sembari menahan tangan ayah Aline yang terangkat.

Ayah Aline menolehkan kepala, sedangkan Aline membuka matanya yang terpejam dengan perlahan.

"L─Leo..." Aline terbata, matanya mulai berkaca-kaca.

"Kau lagi.!" ayah Aline menepis tangan Leomon dengan kasar, lalu berdiri tegak.

Mata kedua pria itu saling beradu, menatap tajam satu sama lain.

"Aline, mau sampai kapan kau seperti itu ?" tanya Leomon, melirik Aline yang duduk lemas di tanah.

"Oh~ apa dia pacarmu ?" tanya ayahnya.

Aline hanya diam, meneteskan air mata.

Entah kenapa, melihat putrinya yang diam, sang ayah langsung mendorong Leomon hingga tersungkur. Dan mengeluarkan sebilah pisau dari balik bajunya, ayahnyapun mendekati Leomon, berniat untuk menusuk pria itu

"Ayah...!!" Aline akhirnya membuka suara, mendorong ayahnya menjauh dari Leomon, ia berteriak. "Jangan sakiti dia...!!"

Ayahnya menatap tajam ke-arahnya, "Akhirnya kau bicara juga, anak sialan."

Kini ia sudah muak, hidup dalam kesengsaraan selama ini, ia lelah menjadi lemah, ia berusaha melawan trauma yang menyerangnya.

Tak ingin menjalani kehidupan yang pahit lagi, ia memaksakan dirinya berdiri menyampingi di hadapan Leomon yang masih tersungkur, dengan kaki yang lemas, ia berusaha untuk menghalangi sang ayah.

Ia juga tak ingin ayahnya menjadi pembunuh lagi, takkan ia biarkan ayahnya merenggut nyawa orang lagi. Ia juga tak ingin menjadi beban orang lagi.

"H─Hentikan ayah..." pintanya bernada gemetar. "Kenapa ayah begini..."

"Diam, anak sialan." ayahnya berteriak, menunjuknya dengan pisau. "Lebih baik kau menyusul ibumu juga.!"

Syut!

Pisau melayang ke-arah perut Aline, ia tak dapat menghindar.

Tes~

Darah menetes, jatuh menyentuh tanah, mata Aline melebar besar, ia menahan nafas, mengira pisau telah menancap ke perutnya.

Leomon menggenggam pisau itu, menghentikan arah lajunya. Jika saja Leomon lambat bertindak, sedikit lagi pisau itu akan masuk menembus kulit perut Aline.

Leomon memasang ekspresi tegang, tatapannya tajam, menoleh marah ke-arah ayah Aline. Dia merampas pisau itu, dan membuangnya menjauh.

Aline yang melihat telapak tangan Leomon mengeluarkan darah, menjadi panik. "L─Leo! kau berdarah." sahutnya, menatap kosong.

"Menjauhlah..." titah Leomon, mendorong tubuh Aline lembut, agar Aline menjauh. "Maaf! aku akan memukul ayahmu." pamitnya.

Pertarunganpun terjadi, ayah Aline menyerang Leomon dengan sangat liar.

"Hentikan, berhenti ayah.!" Aline berusaha menyadarkan ayahnya dari kejauhan, agar pertarungan tidak berlanjut. Ia takut, salah satu dari pria itu akan terluka.

Leomon terus melayangkan pukulan ke wajah ayah Aline, hingga ayah Aline tak lagi berdaya.

Ayah Aline merasa lemas, mundur terhuyung-huyung ke sudut dengan kaki tertatih.

Aline tak bisa berkata-kata, melihat ayahnya yang seperti itu. Rasa sayangnya kepada sang ayah sudah tidak ada lagi. Ingin ia perduli tapi hatinya sudah mati rasa untuk sang ayah.

"Aku akan datang, mencari kalian." ucap ayahnya, berjalan mundur tanpa menoleh, "Terutama untuk kau, aku pastikan kau, anak sialan..." ayahnya menunjuknya dari kejauhan. "Akan menyusul ibumu ke neraka."

Tin!
Tin!

Brukk!!

Tak sadar sudah berjalan memasuki jalan besar, tertabraklah ayahnya dengan truk.

Ia yang menyaksikan ayahnya tertabrak mobil, langsung syok, matanya meneteskan air kencang. Entah itu air mata kesedihan karena kehilangan atau air mata kebahagiaan, ia hanya berada di antaranya.

"Kematian adalah hukuman yang pantas bagi mereka yang membunuh." ucap Leomon, menatap kendaraan-kendaraan yang berhenti akibat kecelakaan. "Maaf aku berkata seperti itu, tapi kegelapan sudah menguasai ayahmu, tidak ada titik terang menuju cahaya lagi, ayahmu sudah terperangkap dalam kegelapan yang dia ciptakan sendiri." tambahnya menatap Aline, yang terduduk lemas ke tanah.

"Aku... mengerti, haruskah aku legah? tapi kenapa... kenapa aku menangis saat melihat ayahku tertabrak, dan aku malah membenci diriku sendiri." sahut Aline, menatap kosong, dengan berlinang air mata.

"Musuh terbesar dalam dirimu adalah dirimu sendiri Aline, jika tak berdamai dengan masa lalu, kau akan sulit melangkah ke depan! kini semuanya berakhir, satu persatu beban yang kau pikul kini telah sirna." tutur Leomon. "Aku turut berduka."

Aline yang mendengar hanya bisa menangis dalam sendu.

"Ayahku... dan bagaimana aku bisa melawan diriku sendiri..." tanya Aline, menatap dalam ke-arah orang-orang yang mengerumuni ayahnya, dari kejauhan.

Leomon menoleh, matanya menatap gadis itu yang nampak terpukul, perlahan dia menunduk, duduk menekuk lutut, memeluk tubuh gadis itu.

"Jadilah pahlawan untuk dirimu sendiri, gunakan kekuatan dan kemampuanmu yang tersisa, jika bukan kau! maka siapa lagi..." kata Leomon, masih memeluk.

"Aku pernah mencoba, tapi aku gagal." ungkap Aline, mulai menangis pecah dalam pelukan Leomon.

"Hei, otak tak hanya bekerja untuk kata-kata seperti itu saja~ apa... sekarang kau putus asa lagi ?" sahut Leomon.

Aline melepaskan pelukan Leomon, pelan. Menatap pria itu heran, "Tidak.!" jawabnya, menghapus air matanya. "Aku tidak akan putus asa lagi, tapi... ngomong-ngomong kenapa kau selalu muncul disaat aku kesulitan.?" ia bertanya, begitu penasaran.

•༺☺︎༻•

.. .. ✤ ᕬ  ᕬ
.../ (๑^᎑^๑)っ🍋 T,
./| ̄∪ ̄  ̄ |\🍋 B,
🌷|____.|🍄🍊 C...

SWEET LEMONS [✔]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu