XIX -END

1.8K 50 11
                                    

Malam semakin larut tapi Jeno masih terjaga. Terbaring di ranjang rumah sakit dengan infus di tangannya. Seseorang berbaik hati telah memanggilkannya ambulance dan mengantarkannya pada rumah sakit. Keadaan yang mengenaskan. Wajah babak belur dan luka dimana-mana, membuat Jeno harus menjalani rawat insentif di rumah sakit ini.

Dia memandang jam pada dinding. Sudah pukul tiga pagi. Kembali Jeno mengaktifkan ponsel, terdapat puluhan notifikasi panggilan dan pesan dari istrinya. Bukti bahwa Haechan belum mengetahui perbuatan busuknya sehingga dia masih sekhawatir ini.

"Aku tidak apa-apa sayang?" Ucapnya lembut. "Aku mungkin akan menginap di studio... Ada sedikit masalah pekerjaan... Kau tidak apa-apa kan sementara tidur sendiri... Besok aku akan pulang... Baiklah."

"I love you." Sengaja kata-kata itu ia tambahkan untuk menenangkan hatinya. Dibalas jawaban yang sama pula.

Menyudahi panggilan, sambil menatap sayu wallpaper yang ada di ponselnya. Ada foto pernikahan mereka yang tidak pernah diganti sejak lima tahun lalu. Keduanya saling berciuman di depan altar. Mempertahankan pernikahan rupanya lebih sulit dibanding menghafal teks janji suci di depan pendeta. Itu tidaklah berarti apapun.

Tahun-tahun yang tak mudah ketika dirinya memutuskan menerima Haechan sebagai istrinya. Bagaimana ujian pernikahan itu datang dari mulai masalah finansial dan sosial sedikit pun tidak pernah keraguan pada Haechan untuk meninggalkannya. Jeno cukup tahu, walau pergaulan istrinya cukup bebas tapi Haechan selalu menjaga dirinya agar tidak melewati batas. Tapi apakah yang justru dia balaskan?

Sambil menatap wajah istrinya, Jeno mengingat kembali kejadian hari lalu. Saat istrinya sendiri memberi kejutan di hari ulang tahunnya.

"Masih capek yah?" Tanya Haechan. Mengira bahwa suaminya kecapekan karena baru selesai bekerja. Bahwa yang sebenarnya terjadi adalah Jeno selesai bercinta. Khawatir bau persetubuhan itu tercium istrinya untuk itu Jeno menolak dipeluk.

"Tadi aku mengirimu sesuatu di ponselmu tapi belum kau buka."

"Kau mengirimu foto kucing lagi?"

"Astaga tidak." Sela Haechan masih dengan senyum manis malu-malunya. "Segeralah mandi dan buka pesanku sekarang juga. Aku sudah menyiapkan air hangat pula untukmu."

Jeno mengangguk. Lekas mengambil handuk yang dipersiapakan istrinya dan masuk ke bilik toilet. Tak lupa membawa ponsel seperti perintah istrinya. Terdapat pesan yang berisi vidio berdurasi lumayan panjang. Ketika dibuka terpampanglah wajah manis istrinya.

"Hai sayang. Selamat ulang tahun ke 28 tahun. Sudah kuduga kau pasti melupakannya lagi. Aku berpikir untuk memberikanmu sesuatu yang spesial jadi tolong dengarkan yah..."

Sebuah pesan pembuka diganti dengan dentingan piano yang lembut. Istrinya sedang menyiapkan lagu untuknya.

Apakah kau ingat pertama kali kita bertemu
Hari cerah itu penuh dengan matahari
Aku berterima kasih kepadamu selalu
Disisiku seperti ini, lagi lagi dan lagi
Aku hanya ingin kau bersamamu

Seiring waktu kita menjadi lebih nyaman
Aku mungkin terkadang membuatmu kesal
Kau selalu bisa memberitahuku
Aku akan menjadi yang kau inginkan

Di penghujung hari aku akan selalu
Memelukmu dalam pelukanku
Aku akan mendengarkan ceritamu
Kau tak selalu harus sempurna untukku
Tidak apa-apa
Kau hanya harus tetap seperti ini, selalu seperti sekarang, selalu seperti sekarang...

Betapa beku hatinya yang tidak merasakan ketulusan itu. Istrinya membuatkan lagu untuknya. Di hari spesial agar dia bisa menghargai dirinya sendiri. Tapi yang dilakukan Jeno justru termenung di bathup seorang diri.

"Lee Jeno, terima kasih untuk kelahiranmu. Aku merasa beruntung dipertemukan olehmu. Terima kasih juga untuk selalu di sisiku dan juga menjadi bagian dari diriku. Aku mencintaimu." Ungkapnya di akhir vidio.

MARRIAGE VOYAGE (NOMIN- MARKMIN) REPUBLISHWhere stories live. Discover now