XVI.

596 39 0
                                    

Mark menarik napas dengan kasar. Sudah tiga hari pasca deeptalk yang dilakukan bersama istrinya berujung perang dingin hingga sekarang. Jaemin masih mendiaminya. Lebih tepatnya perasaan kecewanya masih mendominasi entah kapan berakhirnya.

Pemandangan seperti inilah yang selalu ditemuinya sepulang kerja. Tubuh ringkih berbaring membelakangi dirinya. Makanan sudah ia siapkan, pun air panas dalam bathup. Tapi tak ada pembicaraan, Jaemin selalu memilih tidur lebih dini untuk menghindarinya. Begitu pun saat pagi. Sarapan sudah tersedia dengan pakaian kantor lengkap dengan sepatu dan jam tangan. Jaemin selalu punya alasan untuk menempelkan memo di kulkas. Entah untuk alasan ke perpustakaan, bertemu produser entahlah Mark tidak ingin tahu lagi.

Bisa dibilang jika pertengkaran adalah bumbu dalam rumah tangga, tapi ini sudah terlalu parah. Mereka tidak pernah seperti ini sebelumnya. Ketika Mark melakukan kesalahan, Jaemin akan kecewa dan keadaan akan membaik keesokan harinya. Tapi ini berbeda. Apa mungkin karena kesalahan Mark terlalu parah?

PRANGGG...!!!

Piring dan peralatan makannya lempar sesukanya. Jari-jari itu menggenggam erat juga detak jantung dua kali lebih cepat dari biasanya. Ego itu memberontak. Jaemin tidak bisa memperlakukannya seperti ini. Menghindarinya namun tetap memberi perhatiannya. Tahukah bahwa itu sedikit menyakiti harga dirinya.

Bunyi telepon mengagetkannya. Nama adiknya tertera pada layar bergegas mengangkatnya. "Ada apa?"

"Kak, ayo ajak aku jalan-jalan!" Rengeknya. Butuh beberapa detik untuk meyakinkan bahwa adiknya salah bicara atau tidak. Tapi memang benar dia menyebut kata Kak tadi.
"Aku butuh belanja untuk persiapan pestaku nanti kak, kau mau kan menemaniku?" Katanya lagi.

"Mengapa tidak mengajak suamimu saja?"

"Suamiku sedang mencari uang untuk biaya persalinan. Cukup ingat saja bahwa dia bukan bos yang bergelimpangan uang sepertimu." Balasan yang cukup sakartis tapi membuat Mark tertawa. Adiknya itu selalu bisa merubah mood yang buruk menjadi baik lewat suaranya atau rengekan manjanya. Memang pada dasarnya kedua kakak adik ini jarang menghabiskan waktu berdua selain di rumah besar orang tua mereka. Untuk itu Mark lekas menyetujui.

Memilih salah satu pusat perbelanjaan terbesar di negara ini, keduanya tampak serasi berjalan bersama. Mark dengan pakaian santainya membiarkan hari ini tidak masuk kerja demi menemani adiknya.
"Jadi kapan pestanya diselenggarakan?" Tanyanya ketika mereka tiba di sebuah butik langganannya.

"Minggu depan, saat Ayah sudah pulang."

"Jangan membeli baju yang ketat." Responnya. Adanya Mark berguna juga untuk menentukan pilihan. Saat bertanya pada Jeno baju model apa yang disuka, suaminya itu justru menjawabnya terserah. Membuat Haechan bingung saja, untuk itu kakaknya hadir sebagai pertimbangan.

"Mana dompetmu?"

Ini juga yang membuat motif Haechan mengajak Mark. Kakaknya yang sangat kaya raya ini, apa gunanya jika tidak dimanfaatkan. "Akan ku gunakan sampai kartunya limit."

"Setelah ini apalagi?" Tanya Mark. Selesai melakukan transaksi pembayaran sembari menunggu pakaian itu di bungkus.

"Ehm... Make up, sepatu, makanan...—

"Choise one honey. Kau tidak sedang mengajak sugar daddymu." Sarkasnya membuat Haechan seketika cemberut.

"Kau tidak pernah mendengar bahwa ibu hamil harus diperlakukan seperti ratu?"

"Minta saja pada suamimu, bagiku kau masih seperi bayi shinchan yang merepotkan."

"Heii...!!!"

Haechan tahu bahwa ucapan kakaknya tidak bersungguh-sungguh. Buktinya Mark mengajaknya langsung ke outlet kosmetik ternama, mencarikan skincare aman untuk Ibu hamil seperti dirinya. Berlanjut ke toko sepatu yang sudah ia hafal brand favorit seluruh keluarganya. Alhasil ketika tangannya sekarang penuh dengan paperbag belanjaan, masih sempat-sempatnya adik manisnya ini merengek saat melihat kios ice cream. Lagi-lagi memaksa Mark mengantre dengan alasan mengidam.

MARRIAGE VOYAGE (NOMIN- MARKMIN) REPUBLISHWhere stories live. Discover now