Chapter 4

222 20 3
                                    

Sang mentari dengan malu-malu menampakkan sinarnya. Butiran embun pagi menghiasi rumput-rumput di pekarangan. Angin berhembus lembut meniupkan dahan-dahan pepohonan. Kicauan burung disertai kokokkan ayam semakin menyemarakkan suasana di pagi hari.

Sudah lima hari berlalu sejak sang Ayah membawa pulang pemuda asing ke rumah mereka. Kini rutinitas Brianna bertambah. Setiap pagi, siang, dan malam Brianna harus membersihkan dan mengoleskan obat pada luka pemuda asing yang sampai saat ini masih belum sadarkan diri.

Shh

Gerakan tangan Brianna yang sedang mengoleskan obat terhenti ketika mendengar sebuah ringisan. Tangan kanannya tiba-tiba dicengkeram. Sontak saja, kedua matanya menatap wajah pemilik tangan tersebut. Dapat dilihat olehnya, kelopak mata yang sejak lima hari lalu terpejam, kini menatap ke arahnya dengan tatapan sayu. Bola matanya yang berwarna hijau membawa kedamaian bagi siapapun yang menatapnya.

Brianna mengalihkan tatapannya dan kemudian berteriak.
"Ayah... Ayah.." Teriak Brianna memanggil sang ayah.

Sang pemuda melepaskan cengkeramannya, dan mengarahkan tangannya ke arah wajah Brianna. Bibir tebalnya bergerak seperti mengatakan sesuatu tapi tidak bisa Brianna dengar dengan jelas. Brianna menatap sang pemuda dengan penuh tandanya.

"Apa ada yang sakit?" Ujar Brianna dengan nada khawatir. Pertanyaan konyol keluar dari mulut manisnya. Tentu saja pemuda di depannya ini pasti merasa sakit di seluruh tubuhnya. Apakah ada manusia yang tidak merasa sakit setelah mengalami luka terkena panah, dan hanyut di sungai? Sepertinya tidak ada, kecuali manusia tersebut memiliki kekuatan luar biasa yang tidak dimiliki oleh orang lain.

Belum sempat menjawab pertanyaan Brianna, tangan sang pemuda terkulai lemah dengan kedua mata yang kembali terpejam seperti sebelumnya.

"Ada apa, Bri?" Tanya Aaron tersengal-sengal. Aaron yang sedang berkebun di halaman belakang rumah langsung berlari ke ruang pengobatan ketika mendengar teriakkan putrinya.

"Ayah." Balas Brianna sambil bangkit berdiri.

"Dia, ehm, Tuan ini tadi sadarkan diri." Lanjut Brianna.

"Benarkah?" Ujar Aaron sambil berjalan mendekati sang pemuda yang sedang terbaring. Brianna menyingkir, menjauhi dipan kayu untuk memberikan keleluasaan bagi sang ayah untuk melakukan pemeriksaan.

"Iya, Ayah." Jawab Brianna menyakinkan.

"Ketika Bri mengoleskan obat, Tuan ini membuka kedua matanya dan mencengkeram tanganku. Tapi, ketika aku menanyakan kondisinya, dia kembali memejamkan matanya." Ujar Brianna menjelaskan kronologis kejadian tadi.

Aaron mengangguk faham dan berkata, "Syukurlah. Dia sudah melewati masa kritisnya. Kemungkinan beberapa jam ke depan ia akan kembali sadar." Ujar Aaron dengan penuh kelegaan. Brianna yang mendengar hal tersebut ikut merasakan kelegaan. Ia bersyukur memiliki seorang ayah yang bisa menyelamatkan orang dari kematian. Matanya kembali menatap wajah damai pemuda tersebut.

********

"Bagaimana? Apakah Yang Mulia Raja sudah ditemukan?" Tanya Ibu Suri pada adik iparnya yang tidak lain adalah penasehat kerajaan.

Saat ini Ibu Suri dan Adam Barnet sedang berada di halaman aula istana. Semenjak kejadian penyerangan terhadap sang raja di acara perburuan lima hari yang lalu, semua pasukan kerajaan dikerahkan untuk menemukan sang raja. Ibu Suri yang mendengar berita penyerangan tersebut terjatuh pingsan. Kesehatannya semakin hari semakin memburuk. Ia bahkan melewatkan waktu makannya, dan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menangisi putra semata wayangnya yang tidak jelas keberadaannya.

BRIANNA: The King's LoverWhere stories live. Discover now