ARUTALA 08 | Aku Tidak Apa-Apa

128 16 6
                                    

Assalamu'alaikum, yeorobun.
Apa kabar?
Ada ga sih yang nungguin ARUTALA up?

Sebelum baca, jangan lupa vote terlebih dahulu. Komennya juga ya jangan lupa.

HAPPY READING.

____________________________

Saya tidak apa-apa, saya kuat.
Tapi saya takut, bahkan sangat takut.

M

aheer memandang langit yang sedang bersedih dari balik jendela, lelaki itu tidak bisa fokus pada guru yang sedang menjelaskan materi di depan. Ia terlihat melamun, entah apa yang membuatnya seperti itu. Yang perlu kalian ketahui adalah Maheer selalu terlihat khawatir saat hujan mulai turun dan ditambah petir yang menyambar.

Seorang gadis yang duduk tidak terlalu jauh dari Maheer terus mencuri pandang dari lelaki itu. Dia adalah Arin, saingan Maheer dalam mengejar nilai.

Jderrrrr!

Maheer mengerjapkan matanya, sontak lelaki itu bangkit dari duduknya membuat atensi siswa dikelasnya beralih padanya.

"Bu, saya permisi keluar sebentar." Maheer bergegas pergi, lelaki itu melangkahkan kakinya lebar.

Arin, entah ala yang membuat gadis itu mengejar Maheer. "Al Faris, tunggu! Kamu mau kemana?" tanyanya agak berteriak.

"Nama saya Maheer," sahutnya ketus tidak suka jika gadis itu memanggilnya dengan nama belakangnya.

"Iya, iya, Maheer. Kamu mau kemana?"

"Bukan urusan anda."

Arin terus mengekor di belakang membuat Maheer risih, lelaki itu pun menghentikan langkahnya. Sontak Arin juga berhenti dibelakang Maheer, hampir saja wajahnya kepentok punggung lebar Maheer.

"Anda jangan ikutin saya! Mengapa anda selalu mengganggu saya?" ucap Maheer tanpa membalikkan tubuhnya, kemudian melangkahkan kakinya kembali.

Gadis bernama lengkap Arin Danistri Cristi itu terdiam di tempat sambil menatap punggung kokoh Maheer yang mulai menjauh. Kadang gadis itu juga bingung mengapa ia selalu ingin tau urusan lelaki itu, ia selalu mengejarnya tanpa lelah. Arin tau sekuat apapun ia mengejar Maheer, ia tidak akan pernah mendapatkannya. Tuhan mereka berbeda.

Maheer berjalan cepat menuju kelas Mauren yang berada di lantai bawah. Sesampainya di depan kelas kembarannya itu, Maheer bergegas masuk tidak peduli jika ada guru yang sedang mengajar.

"Permisi bu, maaf menganggu. Mauren di mana bu?" Mata lelaki itu menyisir penjuru kelas, tidak ada Mauren di sana.

"Mauren di UKS," sahut guru tersebut menoleh pada Maheer.

Tanpa berkata-kata lagi, cowok itu segera pergi menuju UKS. Maheer berdiri di ujung koridor, hujan begitu deras diiringi suara petir yang menggelegar. Ia harus ke ruang UKS yang berada di gedung lain sesegera mungkin.

Maherr sudah berancang-ancang akan berlari menembus hujan. Tiba-tiba sebuah tangan kecil mengcekal lengannya membuat cowok itu menoleh dengan tatapan tajam kemudian menghempaskan tangan kecil itu pelan.

"Sorry," ucap Arin menatap Maheer.

"Ngapain masih ngikutin saya?" Arin menghiraukan pertanyaan lelaki di depannya.

"Ini, pakai payung. Jangan hujan-hujanan, nanti kamu sakit." Arin menyodorkan payun ke arah Maheer.

Maheer menatap payung ditangan kecil Arin, lelaki itu menghembuskan nafasnya pelan kemudian beralih menatap guyuran air hujan yang semakin deras.

"Ini, pakai."

Mau tidak mau, Maheer pun menerima payung tersebut kemudian segera pergi. Arin tersenyum senang, akhirnya Maheer menerima bantuannya. Ini seperti mimpi bagi Arin yang selalu dianggap tidak ada oleh Maheer.

Jderrrr!

"Abi! Mauren takut," gumam Mauren dipelukan Agatha.

Sejak tadi Agatha sudah kewalahan menenangkan gadis itu. Mauren yang terkenal dengan seorang gadis badas tidak takut dengan apapun, mempunyai kelemahan terhadap hujan dan petir.

"Mauren, lo tenang ya."

Gadis itu menggeleng. "Gua takut Tha, petirnya gede banget."

Brukk!

Pintu UKS terbuka menampilkan sosok jangkung Maheer, cowok itu duduk merengkuh tubuh kembarannya yang menggigil karena ketakutan.

"Tolong ambilin air," titah Maheer pada Agatha.

Gadis itu sontak mengambil air kemudian menyodorkannta pada Maheer. Cowok itu merogoh obat yang selalu ia bawa dari saku almamaternya.

"Minum," titah Maheer.

Ravel melangkahkan kakinya lebar menuju UKS, lelaki itu sangat khawatir ketika mendengar Mauren dibawa ke UKS.

"Bapak mau kemana?" tanya Francisca.

"Ke UKS," jawabnya tanpa menghentikan langkahnya. Gadis itu mendengus kesal.

Francisca menyipitkan matanya melihat seorang lelaki yang sudah satu tahun ini menjadi kekasihnya berjalan dengan langkah tergesa-gesa diikuti oleh ketiga temannya. Gadis itu menghadang langkah lelaki itu.

"Lo mau kemana? Ke UKS?" todong Francisca.

"Hmm."

Gadis itu menghentakkan kakinya kesal saat Rion melewatinya begitu saja. "Kenapa sih, semua orang peduli banget sama gadis ga tahu malu itu."

Sontak Rion menghentikan langkahnya, ia berbalik menghampiri gadis itu. Rion mencondongkan tubuhnya pada Francisca..

"Siapa yang sebut nggak tahu malu? Mauren?" Rion menyeringai melirik Francisca.

"Lo yang nggak tahu malu!" Rion tersenyum pada gadis itu, kemudian mengusap pelan puncak kepala gadis itu.

Alma menatap air hujan yang mengguyur bumi dari balik jendela kamarnya sambil menyilangkan kedua tangannya di dada. Wanita itu menghirup oksigen ke dalam paru-parunya pelan. Bayangan atas kelakuan dirinya yang tidak bisa dibenarkan pada anak gadisnya terus menggerayami pikirannya.

"Umi!" teriak Fikar.

"Sini turun, abi bikin brownies coklat."

Lamunan wanita itu buyar. "Iya abi."

Alma bergegas turun, terlihat Fikar sedang duduk sambil memangku kucing bernama bubu yang sejak dulu menjadi hewan peliharaannya.

"Wuihh, yang lagi akur sama bubu."

"Sekarang abi udah nggak takut lagi sama kucing, jadi kita akur ya bu?"

Wanita itu tersenyum kemudian ikut duduk di samping suaminya sambil menyomot brownies yang berada di atas meja.

"Umi kenapa? Kayak lagi banyak pikiran gitu," ujar Fikar menatap Alma.

"Nggak papa bi, cuman agak kurang enak badan aja."

"Yakin?"

"Yakin seyakin-yakinnya."

"Umi inget Mauren ya?" tanya Fikar membuat Akma terbatuk-batuk.

To Be Continue•

________________

Segini dulu ya, buat part sekarang.
Salam sayang dari Oci
Jangan lupa vote and komen,
Jazakallah khairan katsiran.

ARUTALAWhere stories live. Discover now