ARUTALA 22 | Menapak Cerita Lama

119 24 4
                                    

HAPPY READING

Gadis berbulu mata lentik memberi kesan indah pada matanya yang memiliki iris berwarna kecoklatan seperti milik ayahnya. Ia berjalan dengan tongkat yang menuntunnya supaya tidak menabrak sesuatu di depan sana.

Kakinya melangkah menapaki setiap ubin yang sama seperti dulu, melewati lorong panjang nan ramai oleh siswa yang berlalu lalang. Tidak ada yang berbeda sedikit pun, yang beda hanya dirinya. Pergi meninggalkan luka, lalu kembali untuk mengenang. Mauren tidak sedih, ia sangat gembira bisa berjalan dengan bangga di tempat ini, meski ia tahu tempat ini sebenarnya tidak ingin menerimanya lagi.

Ia berhadapan bisa membuka cerita baru di tempat yang sama untuk menghapus cerita lama yang menyedihkan.

"Halo Mauren!" sapa seorang gadis dengan rambut dikuncir pada Mauren, itu adalah Arin teman sekelasnya Maheer. Itu loh yang suka nanya fisika sama kimia ke Maheer buat modus, padahal mereka bersaing dalam nilai.

"Hai," balas Mauren singkat.

.

"Sumpah, ga tahu malu banget tuh anak."

"Mentalnya gede banget cok!"

"Bukan mentalnya yang gede, tapi urat malunya udah putus."

"Iya sih, kalo nggak gitu. Nggak mungkin berani nginjakin kaki ke sekolah ini lagi."

"Sekarang udah buta."

"Karma ga sih?"

"Kalo udah kek gitu baru aja keliatan alim."

Mauren mengepalkan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya mengepal kuat tongkat yang kini selalu menemaninya untuk menuntun jalan. Ingin sekali ia memukul satu persatu siswa yang membicarakan dirinya dengan tongkatnya untuk membungkam mulut mereka.

"Aarh," ringis Mauren saat seseorang menabraknya dengan sengaja sambil.menumpahkan minuman panas.

"Aw, I am sorry. Gua ga sengaja, aduhh lo pasti kepanasan ya? Sorry, sorry."

Tangan kiri Mauren yang terkena tumpahan minuman tersebut tampak mengelepuh. Gadis itu hanya terdiam. Tanpa melihat pun, Mauren tahu yang sengaja menabraknya itu adalah Franciska. Entah kebetulan atau bagaimana, cewe itu seperti selalu mengikuti dirinya.

Ingat kejadian saat di taman waktu itu? Mengapa Franciska berada di Malang kalau bukan ia mengikuti Mauren, tapi kita tidak boleh bersuudzon terlebih dahulu. Siapa tau cewe itu sedang berlibur.

"Mauren lo nggak papa?" tanya Arin yang sejak tadi mengikutinya dari belakang.

"Wahh tangan cantik lo melepuh!" Franciska heboh melihat tangan kiri Mauren, Agatha yang berada di belakang Franciska hanya berdiam tidak mengeluarkan suara apapun.

'Mauren, maaf.' -batinnya.

"Heh, lo Franciska!" Arin menatap Franciska dengan tatapan marah.

"Lo sengaja? Apa lo nggak punya mata? Kalo jalan hati-hati dong!"

"Temen lo aja yang buta," balas Franciska apa adanya.

"Udah buta, cewek ga bener lagi," cela cewek itu pada Mauren.

"Iya tuh, Franciska ga salah. Si Mauren aja yang jalannya ga liat," timpal teman Franciska. Ia menutup mulutnya, "ups lupa kalo si Mauren emang buta."

Seluruh siswa yang berada di lorong sontak tertawa menertawakan kekurangan Mauren sekarang. Mereka nampak senang dengan penderitanya.

Sakit? Tentu saja sakit. Ia memang buta, ia tidak bisa melihat apapun. Arin melirik Mauren yang hanya menunduk, gadis itu terlihat lemah. Tidak seperti dahulu, yang berani melakukan apapun pada orang yang menindasnya. Jangankan dirinya yang ditindas, melihat orang lain saja Mauren selalu pasang badan membelanya.

ARUTALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang