ARUTALA 21 | Pecah

126 22 12
                                    

HAPPY READING

Tentang hati yang sama-sama pecah,
memendam rasa bersalah.
Tanpa kata yang terucap,
ku telan semua pahitnya kenyataan.

-Mauren Sayeeda Al Faris










sebelum lanjut membaca kisah Mauren, mending liat dulu kegantengan Maheer si aa Bandung

sebelum lanjut membaca kisah Mauren, mending liat dulu kegantengan Maheer si aa Bandung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mauren meraba lemari pendinginan kemudian membuka pintunya secara perlahan, gadis itu berniat mencari minuman dingin untuk menyegarkan tenggorokannya yang terasa kering.

"Kamu ngapain?" Suara yang beberapa hari ini selalu ia dengar membuat Mauren terkaget hingga gelas ditangannya terjatuh menyentuh lantai, pecah tidak berbentuk.

Pupil mata Alma melebar melihat gelas kaca itu pecah. Mauren berjongkok hendak membereskan pecahan runcing tersebut, namun apalah dayanya ia tidak bisa melihat apapun. Sehati-hatinya dia menyentuh pecahan kaca, ia tetap saja akan tergores.

"Aww," ringis Mauren saat tangannya meraba benda runcing membuat ujung jarinya terluka.

Alma yang melihat itu memutar bola matanya jengah, kemudian ia menarik sang anak agar menjauh dari pecahan gelas kaca yang berserakan itu. "Awas!"

"Bisa tadi kamu hanya diam? Setelah kamu mengotori marga keluarga, kamu hanya beban. Lihat tuh kembaran mu, Maheer, dia tidak bertingkah seperti kamu. Bisakah kamu hanya bernafas saja? Jangan melakukan hal bodoh?"

Mauren hanya diam. Berdiri di belakang Alma yang sibuk membereskan pecahan gelas dengan kepala tertunduk. Tak berniat untuk menjawab. Membiarkan wanita yang telah melahirkannya tak berhenti mencela dirinya.

"Anak tidak tahu diuntung, harusnya kamu bersyukur saya menerima kamu di sini lagi."

Seperti gelas yang kini sudah pecah, begitu pula hati Mauren ketika mendengar cacian dari mulut ibunya sendiri. Ia mengaku salah, Mauren salah telah ikut hadir dan menyebabkan kekacauan ini. Seharusnya ia tidak hadir dalam keluarga ini.

"Ini," Alma menyodorkan gelas berisi air minum dingin kepada Mauren dengan sarkas.

Mauren tersenyum tipis, setidaknya Alma masih mempunyai hati nuraninya.

"Minum dan kembalilah ke kamar, jangan membuat barang saya pecah semua." Buru-buru gadis itu meminum air tersebut, kemudian bergegas pergi memasuki kamarnya dengan langkah tertatih kesusahan karena tidak bisa melihat.

Meski melihat anaknya kesusahan, wanita itu hanya diam. Matanya terus mengikuti langkah Mauren sampai punggung gadis itu tak terlihat lagi.

ARUTALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang