25. Unexpected News; Difficult (2)

30 11 9
                                    

Lain halnya dengan situasi milik Hobie dan juga Hyeri yang penuh ketegangan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Lain halnya dengan situasi milik Hobie dan juga Hyeri yang penuh ketegangan. Di sebuah ruang dengan nuansa putih lengkap dengan lemari kaca yang bertengger beberapa dokumen yang berada di puncak gedung perkantoran, seorang pria yang begitu rapi dalam balutan jas abunya kini tampak duduk dengan tenang, menunggu. Melihat sesosok pria paruh baya yang tampak menggantikan putra semata wayangnya dengan ekspresi serius di balik meja kerjanya tepat di bagian tulisan nama perusahaan mereka, Benetnasch L. Corporation. Sebelum pada akhirnya memberikan sebuah tanda tangan pada sebuah dokumen resmi dan menyerahkannya pada sekretaris wanita yang selalu menempel pada Hobie.

Dalam hati pria tersebut selalu merutuk sebal akan ketidakadilan yang harusnya istrinya peroleh mengingat keduanya memiliki kedudukan yang sama yaitu seorang anak. Begitu ruangan tersebut kembali lengang dan menyisakan keduanya di dalam sana, sang ayah mertua pun beranjak dari duduknya dan beralih untuk duduk di depan menantunya yang kini tampak duduk dengan fokus yang masih tertuju pada layar tablet 12 inci dalam pangkuannya.

Begitu terdengar suara pintu tertutup, Jecky pun menyingkirkan tablet kesayangannya yang selalu ia gunakan untuk bekerja dan menjatuhkan atensi pada sang ayah.

“Daddy, apa aku mengganggu Daddy bekerja? Maaf jika aku datang tanpa pemberitahuan,” ucapnya dengan nada penuh penyesalan. Meski sebenarnya sikapnya ini bersifat kamuflase agar terlihat sopan di mata sang ayah mertua. Menyembunyikan maksud dan tujuan dari kedatangannya ini untuk sejenak.

Dengan ramah, Tuan Alex Benetnasch pun merespons. “Tidak ada yang perlu dimaafkan jika hanya untuk menemui Ayah. Lagi pula, ada apa kau datang kemari?”

Sontak Jecky menundukkan pandangannya sejenak sebelum benar-benar menatap sang ayah yang masih tampak menunggu jawaban. Dengan menarik napas pelan dan tentu juga beberapa pertimbangan, akhirnya pria tersebut pun menjawab.

“Dari pada disebut sebagai keperluan, hari ini aku datang hanya untuk mengungkapkan perasaan. Ayah tahu, sebagai Ayah dan anak? Bukan sebagai partner bisnis ataupun hanya sebatas menantu. Bagaimana pun, meski aku hadir sebagai salah seorang anggota keluarga dalam ikatan dengan menikahi putrimu, tapi aku berharap Ayah juga menganggapku sebagai putra kandungmu. Meski tetap saja, mungkin posisiku bisa dibilang seperti orang lain.”

Dengan sadar diri, Jecky menunjukkan siapa dirinya dan tahu posisinya dalam ikatan tersebut. Meski bukan itulah masalahnya yang membuatnya cemas. Akan tetapi perasaan istrinya yang ia yakin pasti akan turut mempengaruhi sikapnya terhadap putrinya.

“Sepertinya kau berpikir terlalu jauh. Bagiku tidak pernah ada batasan dengan sebutan anak kandung ataupun anak menantu. Bagiku kau juga putraku. Tapi, dari nada bicaramu, sepertinya sedang terjadi sesuatu.”

Dengan tanggapan yang masih terlihat menelisik, Alex segera meluruskan ucapan Jecky yang terdengar tulus yang masih merasa rendah diri akan kedudukannya sebagai menantunya. Padahal, Alex sedikit pun tidak pernah membedakan hal tersebut, bahkan mempermasalahkannya.

Dengan perasaan lega, Jecky pun memandang sang ayah dengan seulas senyum hangat.

“Sebenarnya, jujur ... aku masih merasa kurang nyaman akan sikap ibu terhadap putri kami Isabell. Bagaimanapun, aku sama halnya denganmu yang seorang ayah yang sangat mengerti bagaimana perasaan putrinya. Walaupun, hingga detik ini, aku masih tidak mengerti mengapa ibu bersikap sedingin itu kepada kami.”

Benar, lambat laun masalah ini juga sangat menarik perhatian. Alex seketika itu melipat bibirnya ke dalam sebelum pada akhirnya berubah dengan seulas senyum yang terkesan dipaksakan.

“Sebenarnya, kau tidak perlu terlalu mengambil hati setiap ucapan ibumu yang menurutku juga kurang pantas. Mungkin, di sinilah terkadang kita diminta untuk mengerti akan perasaan seseorang. Termasuk perasaannya yang mungkin saja ... dia lelah. Atau mungkin ada hal yang memang membuatnya menjadi sosok seperti itu.”

Alex tampak mengingat sesuatu di mana sikapnya yang masih terkesan tenang seolah sedang berusaha membuat menantunya agar tidak semakin berpikir jauh. Walaupun, Alex tidak memiliki kuasa untuk menahan hal tersebut mengenai cara pandang anak menantunya akan menyikapi suatu hal.

Di tengah detik jarum jam yang berdetik lirih, dalam hati, Jecky berusaha mencerna setiap kalimat yang diutarakan oleh ayah mertuanya. Kata-kata sederhana yang tersirat makna mendalam mengenai bagaimana memahami perasaan dalam suatu hubungan. Tidak mengerti bagaimana harus berkomentar. Namun, Jecky tetap saja merasa hal tersebut kurang pantas.

“Aku mengerti. Bahkan kami selalu berusaha. Tapi putriku ... dia masih begitu rapuh untuk mendengar luapan emosi dengan ekspresi yang mampu menorehkan luka. Mungkin Ayah ... atau bahkan pasti menganggapku tidak sopan. Tapi, bukankah hal ini sangat tidak layak diperdebatkan? Terlebih jika mengingat bagaimana ibu begitu gigih mendukung kakak ipar ketimbang istriku ... mungkin selama ini aku terlihat diam dan tidak memperhatikan. Namun, saat melihat Alice yang begitu berusaha menutupi lukanya dengan menjadikan Isabell sebagai sosok penyejuk di tengah rasa sakit yang selalu ia sembunyikan seorang diri, di situlah aku menyadari, istriku juga menginginkan kasih sayang yang sama, terlepas dari hak yang selama ini Ayah jauh lebih memikirkan kakak ipar.”

Saat itu, Alex mencoba meredam amarahnya yang sempat mendidih. Mungkin apa yang ia dengar memang bisa dibilang sikap yang begitu tidak sopan. Akan tetapi, di saat Jecky mengatakan sisi lain dari putrinya Alice yang selama ini tidak pernah ia lihat sisi rapuhnya, di situlah peran Alex sebagai ayah seolah tak mampu memberikan keadilan bagi putra dan putrinya. Di mana sisi itu turut terluka ketika ada salah satu darah dagingnya yang begitu terluka. Hanya mampu menelan pil pahit tanpa mampu ia bisa mengutarakannya. Bahkan untuk menceritakannya, jujur itu begitu sulit. Hanya bisa Alex pendam secara pribadi.

Jecky bisa melihat tatapan ayah mertuanya yang lebih memilih menunduk sejenak akan setiap perkataannya. Mencerna fakta yang mungkin bagi sang ayah juga sulit untuk di terima. Tapi, itulah kenyataan yang harus Jecky sampaikan mengingat hal tersebut yang selalu terlihat di matanya di kala sang istri mengira dirinya cukup aman menumpahkan segala bebannya seorang diri dalam ruang gelap di mana tak seorang pun memperhatikan. Padahal, diam-diam Jecky selalu memperhatikan di sela momen yang ada.

Jecky tahu, di balik senyum istrinya yang selalu berusaha menenangkan dirinya di tengah kemelut yang selalu terjadi di meja makan saat pertemuan keluarga, ada rasa iri di sana. Rindu akan kasih sayang seorang ibu yang terasa jauh padahal begitu dekat di depan mata. Sehingga mau tak mau, Alice seolah berusaha menampik akan perbedaan yang kentara itu. Padahal sebelumnya tidak pernah terjadi. Namun, sejak kehadiran Isabell, ah, bahkan sebelum itu, Jecky ingat benar akan perubahan sikap sang ibu.

Alex pun menurunkan kaca matanya, lalu mengusapnya dengan selembar kain berukuran kecil guna menghapus kabut tipis yang menggantung di sana. Dengan menghela napas berat, di tengah aktivitasnya, Alex pun menimpali.

“Jecky. Terkadang ada alasan yang tidak perlu untuk kita ketahui sebabnya atas perubahan yang terjadi terhadap diri seseorang. Mungkin terlihat ... dan juga terdengar jahat. Namun, terkadang ada hal yang sejujurnya bila dilihat dari sisi ibumu, hal itu begitu sulit untuk diterima hingga menciptakan dirinya yang sekarang. Aku beruntung, memiliki dirimu sebagai putraku yang begitu memahami kondisi putriku ketimbang ayahnya. Tapi, bisakah kau mempercayai ini? Ada satu hal yang sejak dulu hingga sekarang bagi ibumu dan juga aku tidak mampu berdamai dengan masa lalu sehingga dampaknya terus terbawa hingga saat ini. Namun, Ayah berharap kau mengerti, tidak ada seorang ayah di dunia yang tidak mencintai anaknya. Hanya caranya saja yang berbeda. Mungkin aku belum bisa memberikan Alice apa pun yang seharusnya ia dapatkan layaknya seorang Hobie. Tapi ... percayalah, hingga detik ini aku berusaha agar Evelynee dapat menerima kenyataan dan mengakhiri perang dingin dengan masa lalunya. (Meski aku juga tidak begitu yakin hal ini akan begitu mudah untuk dilakukan.). Akan tetapi bila kau ingin mengetahui alasannya, aku akan mengatakannya padamu bahwa, Evelynee masih belum bisa menerima kepergian orang tuaku yang begitu tragis.”

Dalam hati Alex sempat menyuarakan isi hatinya yang tak mampu ia ungkapkan. Meski memang, ada satu hal yang tak mampu Alex ungkapkan untuk Jecky. Hanya bisa menceritakan bagaimana tragisnya kehilangan kedua orang tuanya yang memilih mengakhiri hidup bersama-sama hanya karena tak mampu melihat ibunya yang sudah kehilangan harapan.
Dengan terbata, Jecky pun berusaha bertanya. “Me- memang, apa yang terjadi pada kakek dan nenek Benetnasch di masa lalu sehingga begitu berdampak pada ibu mertua?”

Lagi-lagi Alex menghela napas berat. Bingung bagaimana harus menjawab pemikiran kritis menantunya bila ditanya seperti itu. Jika mengingat hal tersebut, mungkin hal ini juga yang membuatnya dan juga istrinya begitu membenci Heiran di awal dirinya hendak masuk ke dalam keluarga Benetnasch ini.
Dengan membasahi bibir bawahnya yang terasa kering seraya meletakkan kaca matanya di atas meja, Alex yang mencondongkan tubuhnya pun menjawab.

“Ibuku ... dulu juga seorang seniman. Bahkan kedua tangannya sempat diakui oleh para ahli penilai seni yang kala itu memberinya julukan Sang Dewi dengan sentuhan emasnya.”
Alex mengingat kembali. Bagaimana ibunya begitu dipuji karena hasil tangannya yang begitu unik dan estetik. Tapi, tiba-tiba saja, senyum miris terlihat di wajahnya yang membuat Jecky semakin menelisik lebih jauh arti dari senyuman tersebut.

“Namun, karena sebuah insiden kecelakaan yang beliau lewati bersama ayahku membuat satu tangannya patah sehingga ada saraf tepinya yang juga mengalami cedera. Bisa dibilang, sejak saat itu ibuku kehilangan kemampuannya untuk menciptakan karya seni. Terlepas dari hal itu, mereka berdua begitu mencintai istriku. Memperlakukannya begitu sayang layaknya seorang ratu mengingat, keluarga kami tidak memiliki anak perempuan. Setelah kejadian nahas itu di mana seharusnya ibuku tidak begitu nekat dengan memilih mengakhiri hidup, akhirnya ... dirinya yang kala itu merasa sekaligus berpikir telah kehilangan alasan hidupnya yaitu berkarya untuk menyenangkan perasaan orang lain yang begitu mencintai seni, memilih untuk berhenti. Bukan hanya berhenti untuk menghasilkan seni atau berhenti untuk menyalahkan dirinya sendiri yang tidak mampu menciptakan karya seni dengan sempurna dan memilih agar tetap menerima takdir yang ada. Namun, benar-benar berhenti untuk melanjutkan hidup. Bukan hanya ibu, ayah yang malam itu turut serta membawa istrinya dalam kecelakaan tersebut tiada hentinya menyalahkan diri sendiri akan hilangnya kemampuan istrinya sang pembuat tembikar. Menghilangkan fungsi tangan emasnya tanpa mampu menggantikannya. Menyadari sekaligus menganggap bahwa hal tersebut juga merupakan kesalahannya. Ayah begitu menyesal, sangat menyesal hingga tak sanggup menemui istrinya yang selalu meratap di bawah derai gerimis. Jika saja hari itu ayah tidak membawa ibu untuk turut serta dalam perjalanan bisnis, mungkin ibu tidak akan pernah kehilangan kemampuannya dan hari itu juga tidak akan pernah ada.”

Alex mengedikkan bahu. Entahlah bagaimana ia harus berasumsi. Kenyataannya, ayahnya begitu mencintai sang ibu melebihi dunianya. Bahkan mungkin juga dirinya. Lalu melanjutkan begitu mengambil jeda sejenak guna menata kembali hatinya yang turut remuk akan hal itu.

“Setelah ibu meninggal, aku tidak bisa menahannya cukup lama. Selang satu hari usai pemakaman, ayah turut mengakhiri hidupnya. Berharap dengan begitu, ia bisa bertemu ibu di sana.”

Alex tanpa sadar kembali menitikkan air mata. Merasakan hangatnya cairan bening yang entah kapan terakhir kali ia rasakan sejak hari itu. Atau bahkan setelahnya. Bila mengingat bagaimana kematian kedua orang tuanya, jujur hal tersebut hingga detik ini begitu menghancurkan dirinya dan juga Evelynee. Dengan susah payah, Jecky menelan salivanya samar di tengah sang ayah berusaha menyeka air matanya seorang diri.

Selama beberapa detik, Jecky turut terenyak begitu mendengar hal tersebut. Akan tetapi yang membuat Jecky semakin tertegun adalah, ia menemukan fakta baru mengenai hal lain. Secara tak sadar otaknya yang semula dipenuhi amarah akan ketidakadilan yang dirasakan oleh istrinya beralih dengan perasaan iba terhadap seseorang. Menyadari akan satu hal di mana kala itu sikap ibu dan juga ayah mertuanya begitu membenci sosok yang terbayang dalam kepalanya.

Meski pembuat tembikar tidak bisa disamakan dengan seorang musisi, akan tetapi keduanya tetap memiliki darah sekaligus berjiwa seni. Sontak Jecky merinding, merasakan sekujur tubuhnya meremang. Menyadari alasan di balik sikap dingin kedua mertuanya terhadap Heiran yang bodohnya baru ia sadari hari ini.

Bahkan bukan hanya anak kandung, menantunya pun turut menjadi sasaran mereka yang sesungguhnya tidak bisa dibilang sebagai suatu kesalahan, mengingat Heiran sedikit pun tidak pernah menyinggung perasaan ayah dan ibu mertua. Lain halnya jika, memang keberadaan seseorang berdarah seni sudah dianggap sebagai hal yang salah sejak awal.

Namun, Jecky masih bertanya-tanya. Apa Hobie mengetahui hal ini? Alasan dibalik mengapa ayah dan ibunya begitu membenci Heiran. Bahkan dari sikap Hobie yang sebelumnya begitu hangat. Tidak peduli bagaimana penilaian mertuanya terhadap Heiran, Hobie selalu melindunginya. Hingga nahasnya, akhirnya keluarga ini juga yang mampu menendang Heiran dan menghancurkan harga dirinya sejak terakhir kali tanpa mau berkaca.

Saat itu, Alex mengusap wajahnya frustrasi, begitu lelah akan beban masalah yang terjadi di dalam keluarganya dan beralih memandang Jecky dengan tatapan bingung. Hingga siang hari itu pun berakhir dengan Jecky yang memilih undur diri dan diam mengenai hal tersebut. Hanya bisa menyimpan kebenaran yang entah berfungsi atau tidak mengingat sedikit pun hal ini tidak juga menguntungkan dirinya.

***

“Bagaimana bisa?! Bagaimana bisa kau tidak bisa menemukan dia di mana-mana padahal dia seorang pianis terkenal?!”

Dengan geram, pria paruh baya itu menggebrak meja ruang tamunya dengan begitu keras hingga menciptakan retakan kaca di atas sana. Tidak peduli dengan kondisi telapak tangannya yang turut memerah karena hal tersebut. Frustrasi dan putus asa akan pencarian yang harusnya terbilang lebih mudah karena dirinya memiliki akses dengan hubungan kekerabatan yang begitu dekat. Seorang ayah dengan putri kandungnya.

Dari beberapa lembar kertas dengan foto yang ditunjukkan padanya malam ini, tidak ada satu pun hasil yang memuaskan hatinya. Asher tampak begitu kecewa seraya mengusap wajahnya begitu kasar. Sampai-sampai membuat sosok yang kerap dipanggil paman oleh Heiran dulu justru semakin bergeming di tempat.

“Aku tidak tahu. Biasanya pencarian alamat mengenai tempat tinggal seseorang tidak sesulit ini. Tapi, aku juga tidak mengerti, sungguh hal ini begitu janggal.”

Elinor selaku kaki tangan Asher yang turut menangani bagaimana setiap bisnis tuannya berjalan hanya bisa menggelengkan kepala, heran. Terdiam pasrah di saat tuannya begitu membutuhkan bantuannya. Padahal usahanya telah begitu maksimal.

Dalam hati, Elinor juga turut bergeming. Meski jujur, memang ada beberapa hal yang tidak bisa ia sampaikan pada tuannya mengenai putrinya sendiri. Terlebih atas apa yang ia lihat di saat suami Heiran yaitu Hobie tampak terlihat dengan seorang wanita yang bukan putri dari tuannya. Sehingga Elinor memilih bungkam karena hal tersebut tetap saja bukanlah ranah yang sanggup ia masuki. Mengingat Heiran sedikit pun tidak ada pergerakan sama sekali mengenai hal ini. Bagaimana pun, dirinya juga sudah berjanji untuk tidak memberitahukan mengenai pernikahan Heiran kepada sang ayah. Bahkan ucapan putri majikannya masih terngiang jelas di dalam rungunya.

“Berjanjilah untuk tidak mengatakan apa pun mengenai pernikahan ini Tuan Elinor. Biarkan dirinya sendiri yang berusaha mencari tahunya tanpa mendengarnya darimu. Karena sudah tugas seorang ayah mengetahui perasaan putrinya. Termasuk ingin menikahkan putrinya atau tidak! Itu pun, jika ia masih mengakui memiliki seorang anak yang masih merupakan tanggung jawabnya!”

Bagaimana ekspresi Heiran yang keras kala itu dengan sorot mata yang tajam begitu mengintimidasi hanya membuat Elinor mengangguk patuh. Ia tahu benar akan kekecewaan Heiran kepada sang ayah akan perang dingin yang telah terjadi cukup lama. Selain itu, Heiran juga telah mengancam bahwa ia akan mengakhiri hidupnya bila Elinor memberitahu kabar pernikahan itu.

Benar, selama tidak ada perintah apa pun dari nonanya, Elinor juga tidak bisa bersikap sembarangan. Akan tetapi, setelah dua tahun ini, sungguh Elinor benar-benar kehilangan jejak Heiran. Hanya bisa memberitahukan bahwa Heiran kini telah menjadi seorang pianis terkenal tanpa memberitahukan pernikahan putrinya yang dilakukan tanpa sepengetahuan sang ayah.

Pernah Elinor berpikir untuk menanyai Hobie secara langsung mengenai keberadaan nonanya. Akan tetapi, ia mengurungkan niatnya begitu melihat Hobie sendiri yang jauh kelewat sering terlihat dengan seorang wanita yang tidak ia kenal.

Dalam situasi seperti ini, tidak ada yang tahu mana yang kawan dan juga mana yang lawan. Elinor masih harus perlu bersikap hati-hati sebelum ia menemukan kebenaran yang terjadi dibalik hubungan putri dari tuannya dengan keluarga Benetnasch sendiri.

Meski bisa saja ia mengatakan pada tuannya mengenai status putrinya yang sekarang. Akan tetapi, jauh sebelum itu, Elinor juga sudah mempertimbangkan segala konsekuensinya. Termasuk apa yang akan terjadi pada keluarga Benetnasch bila memang benar terjadi sesuatu di antara keduanya. Dan tentu hal ini akan semakin memperkeruh keadaan.

Namun, hari ini masalahnya bukan pada kondisi pernikahan keduanya yang mungkin saja bila Asher mengetahuinya pria tersebut mungkin akan semakin buas dan tidak terkontrol, tetapi, jauh yang lebih dikhawatirkan saat ini adalah keberadaan nona Heiran sendiri. Biasanya Elinor begitu mudah mengetahui di mana Heiran bila jawaban pastinya adalah bersama keluarga Benetnasch. Akan tetapi, setelah ia menyelidiki lebih jauh, Heiran sedikit pun tidak pernah terlihat lagi sejak dua tahun ini berlalu.
Sehingga, Elinor hanya mengabarkan bahwa nonanya selama ini baik-baik saja hingga sebuah insiden kembali terjadi di Seoul dan hal tersebut semakin membuat Asher semakin terdorong agar tidak keluar dari tempat persembunyiannya. Takut, bila sesuatu akan kembali menyakiti keluarganya yang tersisa.

Di tengah keheningan yang menyelimuti, keduanya tampak berpikir. Berusaha menelusuri kembali apa yang salah dari pencarian mereka. Asher pun memijat pelipisnya yang terasa pening dan masih berpikir. Hingga kerutan halus di tengah dahinya muncul begitu jelas di sana.

Sungguh, hal ini begitu aneh. Tidak seperti biasanya untuk melakukan pencarian seseorang mengalami kendala sesulit ini bila mengacu pada beberapa kemungkinan yang bisa mereka pergunakan. Bahkan meretas beberapa kontak yang tersimpan dalam nomor telepon ponsel milik Heiran, segalanya tidak bisa Asher tembus.

Selain itu, Elinor bahkan juga telah mengecek seluruh data base mengenai informasi pribadi terkait Heiran dan juga orang terdekatnya yang bisa diakses melalui peretasan khusus dan memungkinkan untuk menemukan nonanya. Namun, nihil. Sekali lagi, harapan Elinor seolah diempaskan begitu saja oleh seseorang.

Secara pribadi, Elinor yang masih merasa harus bertanggungjawab penuh mengenai hal ini, telah berkomunikasi dengan beberapa teman terdekat Heiran yang pada akhirnya hanya memberikan sebuah jawaban yang mengecewakan. Tidak ada berita apa pun mengenai aktivitas Heiran terkini dan juga record perjalanan keluar masuk kota London.

Untuk memperluas pencarian, Elinor bahkan juga telah menyuruh seluruh mata-matanya yang bekerja bagi keluarga Sargas dengan segala cara. Mulai dari pengecekan ke tempat-tempat yang dulu biasa wanita itu kunjungi hingga pengecekan buku tamu – data reservasi di beberapa hotel yang pernah dilakukan oleh Heiran di mana hal tersebut begitu biasa bagi Heiran yang selalu turut serta mendampingi suaminya ke mana pun suaminya pergi.

Tapi kini, seolah ditelan bumi. Hanya saja kabar mengenai nonanya seolah timbul dan tenggelam mengingat profesinya yang kini begitu dikenal oleh khalayak umum. Sesuatu yang polanya dibuat begitu disengaja seolah memang diatur untuk menarik tuannya keluar dari persembunyian.

Di tengah keseriusan tuannya yang tampak berpikir, Elinor pun mengungkapkan pendapatnya. “Tuan. Maafkan saya bila begitu lancang. Tapi, apakah hal ini tidak terasa begitu aneh?”
Elinor menaikkan sebelah alisnya di mana tuannya kini telah menatapnya dengan serius. “Maksudmu?”

Dengan berhati-hati, Elinor berusaha memilah ucapannya agar tidak menyinggung tuannya. “Saya rasa, mungkinkah hal ini ada kaitannya dengan persembunyian Anda? Dalam artian, seseorang pasti telah mengetahui seluruh informasi mengenai keluarga Anda termasuk identitas mengenai putri Anda dan berencana menggunakannya untuk menyeret Anda keluar dari persembunyian.”

Saat itu, Asher mengusap wajahnya pelan. Sepertinya, apa yang diucapkan oleh orang kepercayaannya tidaklah salah mengingat apa yang telah terjadi selama ini. Nyaris saja pria paruh baya itu melupakannya.

“Sepertinya begitu. Tapi, siapa seseorang yang begitu berusaha menyembunyikan putriku? Hanya memunculkan apa yang harus terlihat oleh publik lalu menyembunyikan seluruh aktivitasnya. Mungkinkah, Heiran sudah berada di tangan Mizar?”

Elinor hanya meneguk salivanya dengan susah payah. Jika memang benar apa yang dikhawatirkan tuannya memiliki keakuratan yang begitu tepat, ada kemungkinan memang nonanya sedang dalam bahaya. Seketika itu Asher menendang meja dalam ruang tamunya. Meluapkan kekesalannya yang semakin tidak terkendali.

“Cari dia! Aku tidak ingin putriku berakhir sama dengan istriku!”






















Hua... bapak Sargas akhirnya muncul...
Bingung anaknya gak ketemu...
🥺🥺🥺 kira2 bakal gimna mereka nantinya?
Stay tune yag...
See u on saturday😃😃😃😃
Btw makasih dah mau mampir. Jangan lupa vote n comment yag. See u😍😍😍😘😘😘❄❄❄

RetrouvailleWhere stories live. Discover now