31. Just Do It! (2)

28 9 26
                                    

Warning 🔞🔞🔞🔞🔞

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

Warning 🔞🔞🔞🔞🔞

Setelah melewati senja dan menikmati malam yang tampak lengang akan kehadiran bintang yang begitu sedikit di halaman belakang vila kemarin, keduanya hari itu hanya berakhir dengan melakukan make out dan berbincang intens begitu Suhaa selesai dengan urusannya. Urusan kecil yang datang tanpa diundang dan mengusik, menyela waktu kebersamaan mereka.

Tentu saja, walau sebentar, Heiran merasa tenang meski semula ia sempat merasa kesal dan juga gelisah di waktu bersamaan karena Suhaa yang pada akhirnya berhenti untuk menyentuhnya lebih dalam. Namun, yang ia khawatirkan sebenarnya bukanlah hal itu. Ada rasa khawatir yang dirasakan Heiran kala itu.

Ada satu bayangan di mana Heiran mendapati ekspresi Suhaa yang tiba-tiba saja tampak berubah. Nyaris begitu keduanya hampir mendekati inti dari permainan yang intim tersebut di tengah deru napas yang memburu di mana keduanya telah larut dalam aktivitas yang memabukkan sore hari itu. Hingga suara dari sebuah dering ponsel yang berbunyi menginterupsi dan menghentikan keduanya.

Tadinya Suhaa ingin menyelesaikan apa yang telah ia mulai dengan tetap meneruskan kehangatan yang tidak bisa ia tolak. Berusaha menebalkan telinga seolah dering tersebut tidak pernah terdengar dan menggema dalam ruangan.

Namun, sayang, dering ponsel yang dihasilkan seolah tidak mengenal kata menyerah dan membiarkan Suhaa untuk memiliki waktunya begitu saja. Semula, Suhaa berpikir bahwa dengan mengabaikan ponselnya, seseorang yang entah siapa yang menghubunginya akan berhenti. Akan tetapi tidak sesederhana itu.

Akhirnya Suhaa pun menyerah. Menarik diri, meraih ponselnya yang telah ia letakkan di atas nakas dan beranjak dari wanitanya yang semula berada di bawah kungkungannya. Tentu saja, dengan menghela napas kasar dan begitu enggan, Suhaa seraya menjauhkan diri dari Heiran. Begitu melihat nama yang tertera di atas layar ponselnya, ekspresi Suhaa pun berubah. Melirik ke arah Heiran sebentar seolah menimbang dengan memberikan seulas senyum penuh arti.

“Biarkan aku mendapatkan panggilan ini sebentar,”

ucapnya kepada Heiran yang kala itu akhirnya memilih untuk menarik selimutnya dan menutupi dirinya. Merelakan punggung prianya yang perlahan pergi menjauh.

Bila mengingat ekspresi itu, Heiran jujur teringat akan sesuatu. Ingatan sangat mendasar yang selalu berujung pada pengkhianatan. Meski tidak semua seulas senyum penuh arti dapat diartikan demikian. Walaupun selama dua tahun ini hubungan keduanya berhasil mencapai titik ini, akan tetapi baik Heiran dan juga Suhaa tidak pernah mengusik privasi satu sama lain. Tetap memberikan ruang pribadi mengenai urusan yang memang benar-benar boleh mereka bagi dan juga yang tidak.

Dalam kesendiriannya, di mana Heiran siang itu hanya duduk di dekat perapian dan memangku bukunya, seketika itu menghela napas kasar. Berusaha mengendalikan debaran jantungnya yang selama ini selalu memberinya firasat yang tepat akan kebimbangan dan juga keraguan yang gamang.

Tidak tahu bagaimana harus merefleksikannya, Heiran dengan perangainya yang tertutup hanya tahu beberapa sosok yang begitu berarti dalam hidupnya seolah memilih melepaskan tali kekerabatan yang telah terjalin.

Dan sialnya, orang-orang itu bukanlah orang-orang yang berasal dari pertemanan biasa yang memiliki alasan mengapa mereka hadir di dalam hidup Heiran secara sederhana melalui circle pertemanan. Melainkan sosok yang telah hadir sebagai takdir dalam hidupnya dengan ikatan keluarga.

Miris. Meski beberapa tahun telah terlewat, Heiran masih belum melupakan apa pun mengenai kenangan tersebut yang pada akhirnya ia dapat merengkuhnya dengan hati yang lapang. Belum selesai sampai sana, kebahagiaan yang semula dianggap tidaklah semu yang sempat terajut dalam mahligai rumah tanggangnya kembali menghancurkan kepercayaan dirinya akan sosok seseorang yang benar-benar mencintainya.

Bila mengingatnya, Heiran tiba-tiba saja merasakan denyut nyeri menjalari sekujur tubuhnya. Masih berusaha untuk menerima hal yang satu itu agar tidak mendorongnya lebih jauh untuk bertindak nekat. Namun, di waktu bersamaan, Heiran tetap saja tidak bisa mengubah apa pun. Meski ia menerima kehadiran Suhaa, akan tetapi sosok tersebut tidak benar-benar bisa menutupi apa pun yang selama ini telah menggores jiwanya.

Antara perasaan bersalah dan juga menyesal, Heiran tidak tahu apa yang harus ia perbuat. Kenyataannya, hatinya tidak pernah merasa baik-baik saja. Ia masih belum sanggup mengenyahkan segalanya. Terjebak dalam bayang seorang pria yang pernah hadir menjanjikan sebuah harapan.

Dan lihat, yang terjadi justru berbanding terbalik. Yang merengkuh tubuh yang terhuyung lemah dengan pemikiran kosong di mana kematian seolah lebih menjanjikan dalam dunianya yang hampa, lagi seseorang berusaha menarik dirinya. Meski ia merasa sedikit lebih baik. Namun, ketakutan akan ditinggalkan tetap saja tidak pernah terlepas dalam diri Heiran.

Tanpa sadar, kedua netranya yang berwarna kecokelatan pun perlahan berkabut. Rasa perih tiba-tiba menyusup di mana Heiran baru menyadari, di tengah lamunannya, deretan gigi-giginya berhasil menguliti permukaan kulit bibirnya.
Lagi, Heiran merasakan sesuatu menekan pusat dadanya. Berhenti memberinya ruang bernapas atas masalah yang dialaminya. Perlahan punggung itu kembali bergetar. Begitu benci akan kesendirian yang selalu berhasil membuatnya lemah secara tiba-tiba di tengah kesunyian.

Akan tetapi tak lama berselang, sesuatu yang begitu lembut dan hangat menyapa permukaan bibirnya secara perlahan. Meski sekilas, Heiran merasa perasaannya jauh lebih baik di sana. Walaupun tak mampu mengenyahkan apa pun yang baru saja merangsek dan mengambil tempat dalam benaknya.

“Aku hanya berbeda satu lantai denganmu, mengapa tiba-tiba merasa kesepian, hm?”

Suhaa pun memilih duduk di sisi Heiran yang tampak kosong seraya membelai surai wanitanya dengan sayang, hingga Heiran memilih meringkuk dan memeluk Suhaa begitu erat.

Dengan tubuh yang masih gemetar, suara serak Heiran yang begitu lirih berhasil menyampaikan apa yang ia rasakan.

RetrouvailleKde žijí příběhy. Začni objevovat