Bab 24: i know i'll be alright, someday i'll be fine

152 4 0
                                    

Stars

Jay habis-habisan di pukul oleh Papa dan mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya orangtua katakan, menyakiti mental dan perasaan Jay yang telah di rusak dan di cemari oleh laki-laki paruh baya yang saat ini sudah terduduk lemah tak berdaya di atas kursi belajarnya, gesper kulit terjatuh dari tangannya dan kebas terasa hingga menjalar memenuhi telapak tangannya. Sementara itu kondisi Jay saat ini benar-benar menyakitkan sekujur tubuhnya penuh luka akibat gesper milik Papa yang mengenai tubuhnya menyerangnya secara membabi buta menyisakan tangisan yang begitu menderita bagi siapa yang mendengarnya, peleraian yang di lakukan Mama tidak membuahkan hasil justru menjadikan semangat yang membuatnya ingin terus-menerus menyiksa Jay tanpa ampun, ia berpikir bahwa Jay telah menghilangkan nyawa anak tersayangnya padahal nyatanya, ketika di lakukan pengecekan tubuh laki-laki itu murni karena penyakit yang di deritanya.

“Padahal dia anak satu-satunya Papa. Kok kamu tega bisa bunuh dia!!” Papa menangis dan Jay juga, laki-laki itu tertawa dalam hati karena merasa lucu dengan ucapan laki-laki di hadapannya ini.

“Kamu nggak pernah semasa lahir dan hidup di dunia ini nggak ada tuh yang bisa kamu banggain, coba kamu lihat Eza!? Dia berjaya, dia bisa buat Papa bangga, dia bisa bawa medali emas perak perunggu, semuanya! Kamu?!” Papa menunjuk ke arah Jay.

“APA YANG BISA PAPA BANGGAKAN DARI KAMU?” Suaranya lantang dan keras.

“Papa hapus nama kamu dari kartu keluarga.” Ucapan terakhirnya berhasil membuat Jay tertawa meratapi tubuhnya yang luka, berdarah dengan kulit-kulitnya yang hampir terkelupas.

“kemasi barang-barang kamu, terserah saya udah nggak peduli lagi sama kamu.”

“Pergi sejauh mungkin, kalau perlu mati aja sekalian di jalan ketabrak mobil, kontainer atau apalah mampus sekalian.” Kursi yang ia semula digunakan untuk duduk di banting begitu saja di hadapan Jay, laki-laki itu pergi dengan debaman pintu kamarnya yang keras, pintu itu tertutup menjadikan pembatas antara dirinya dengan kekejaman yang sudah berlalu. Jay menatap kosong ke arah langit-langit kamarnya melihat sekujur tubuhnya untuk sekali lagi dan tertawa setelahnya. Bukan tawa menyenangkan, melainkan tawa yang tidak dapat Jay ekspresikan dan jawab tawa apa ini sebenarnya.

Maka dengan itu ia mulai memasukkan baju-bajunya yang penting saja ke dalam tas mengambil titipan dari almarhum saudaranya, kemudian memakai jaket tebal dan celana panjang sehingga cukup untuk menutupi luka-luka di tubuhnya meskipun tidak di pungkiri bahwa luka itu menempel sehingga membuat Jay menahan sakit yang luar biasa gilanya.
Jay, kehilangan segalanya.

...

Paspor, perlengkapan seadanya dan uang milik saudaranya inilah sebagai sandaran ia berdiri saat ini. Di bandara yang padat Jay sudah tidak tau lagi kemana ia pergi tetapi yang pasti, ia akan selalu mengingat ucapan saudaranya tentang pergi ke tempat yang jauh, yang orang tidak akan mengetahui bahwa kamu masih hidup. Kemudian carilah kebahagiaan versi dirimu sendiri dan hiduplah dengan damai.

Ia tidak kuat menahan air matanya, Jay mulai menutup wajahnya menggunakan emgan jaketnya yang tebal karena ia tahu bahwa cuaca di Indonesia dingin karena hujan yang terus mengguyur semalaman. “lo yakin nggak mau tinggal disini? Sekadar nginep di tempat gue atau lo mau tinggal juga nggak apa-apa.” Raka menawarkan, tetapi Jay tidak membalas apapun kepadanya. Dia hanya diam sambil memeluk jaket milik seseorang yang sangat ia kenali milik siapa jaket itu.

“Jay.” Jay yang penuh dengan luka lebam di wajahnya itu menoleh dengan tatapan kosong dan sendu, hati Raka mendadak kelu dan merasa kasihan dengan laki-laki di sebelahnya ini yang masih melihatnya.

[✓] Stars | Sunghoon (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang