◇ Bab 13: Kesepakatan Asher dan Ivy

17 10 16
                                    

Dari arah berlawanan ada sebuah kereta kuda kebetulan melewati jalan tersebut. Ivy menghampiri mereka, berteriak sekuat tenaga.

"Tolong ...! Tolong ...! Bantu Suster di panti sana! Ada kebakaran. Teman-temanku juga terluka!" pinta Ivy. Keseimbangan tubuh gadis itu goyah. Dia tersungkur di tanah. Sebelum menutup matanya, bayangan dua orang pria dan satu wanita panik membekas di ingatan. Ivy tidak tahu apa yang terjadi setelah itu.

***

Seorang gadis kecil pingsan di hadapan Count Aretha. Mata Count mengikuti ke arah yang ditunjuk oleh gadis itu. Asap membumbung tinggi, hingga langit yang berwarna gelap pun berubah menjadi lebih pekat lagi.

Situasi di sana sangat serius batin Count Aretha.

"Pelayan, tolong berikan bantuan kepada orang-orang di sana. Aku sedang dalam perjalanan penting," suruh Count.

"Baik, Tuan." Pelayan itu pergi meninggalkan Ivy dan Count Aretha.

"Ayah, apa yang sedang terjadi?" Seorang anak laki-laki kecil yang sangat mirip dengan Count turun dari kereta. Tidak lama Countess juga ikut menyusul karena mendengar keributan.

"Ayah, siapa anak ini?" tanya polos anak Count itu.

Count menggendong Ivy, masuk ke dalam kereta kuda keluarga mereka.

"Anakku, anak perempuan ini ayah temukan pingsan. Dia butuh pertolongan. Mari kita kembali ke mansion," jelas Count kepada anak laki-lakinya.

Akhirnya Ivy dibawa ke kediamannya untuk mendapatkan perawatan. Ivy sempat mengalami demam tinggi beberapa hari. Namun, dia berhasil sembuh.

"Aku pun diangkat jadi anak perempuan mereka karena keluarga Count juga suka dengan kehadiran Countess menyambutku hangat. Ternyata mereka juga menginginkan anak perempuan." Ivy memainkan jari sambil tersenyum.

Dalam kesunyian Asher mendengarkan cerita Ivy, pikirannya hanyut. Ada hal yang tidak bisa dia jelaskan, tapi seperti kejadian terhubung berantakan satu sama lain. "Ivy, kapan waktu kebakaran panti terjadi?"

"Mmn ...? Tiga tahun lebih setelah kepergianmu?" Ivy memiringkan kepalanya.

Bukankah waktu itu sangat pas dengan waktu Asher kabur dari Count Lay?

"Mungkinkah ...?"gumam Asher kecil.

"Asher, suaramu tidak kedengaran," panggil Ivy.

Asher mendekatkan wajahnya ke telinga Ivy. "Ini hanya tebakanku. Mungkin saja bangsawan yang waktu itu mengadopsiku ada hubungannya dengan kebakaran di panti. Ingin balas dendam karena aku kabur."

Asher menunjukkan wajah bersalah. "Kita juga tidak punya bukti apapun bila ingin menuntutnya atas kejadian yang menimpa panti."

"Bagaimana kalau kita mencari bukti-bukti, Asher? Siapa tahu dia juga berhubungan dengan kelahiranmu?" Ivy memegang kedua tangan Asher.

"Bisa jadi. Banyak pembunuh bayaran yang dikirimkan kepadaku akhir-akhir ini. Kemungkinan besar itu suruhan Count Lay, tapi bisa juga karena kerjasama antar bangsawan yang ingin menjatuhkan Marquis."

"Apa maksudmu Asher?" Ivy tidak bisa menyambungkan petunjuk-petunjuk yang ada.

"Bagaimana kalau Count Lay yang datang hari itu memang sudah mengenalku atas perintah seseorang?" jelas Asher

"Lagipula Count Lay tidak bodoh. Dia tidak akan cukup berani mengirimkan pembunuh bayaran ke mansion Marquis yang terkenal akan kemampuan menjaga perbatasan. Peta kediaman Marquis juga dirahasiakan. Pasti ada orang yang cukup kuat dari dalam mansion ini menjamin Count Lay di belakang sampai-sampai dia menyebarkan mau ekornya."

Asher kasihan kepada orang tuanya. Mereka adalah orang yang baik. Akan tetapi, semua orang menunggu hari kejatuhan tiba kepada kedua pasangan tersebut. Memang, Marquis dan Marchioness punya pencapaian yang baik sehingga banyak orang iri. Rasa iri dan benci seorang manusia dapat membutakan mata.

Ivy setuju dengan penjelasan Asher. "Masuk akal."

"Mencari musuh dalam selimut. Ini tidak akan mudah." Asher mengepalkan tangan kuat-kuat. Akan banyak sekali orang yang perlu dicurigai. Asher akan mempersempit menjadi lebih kecil.

"Aku akan membantumu," ucap Ivy penuh kepercayaan diri. Asher membelalak. Sedari dulu gadis ini tidak takut sama sekali akan tantangan.

"Jangan Ivy, ini akan sangat berbahaya." Asher tersenyum kecil, berusaha menyembunyikan kecemasan dirinya.

"Semakin banyak orang, akan semakin bagus. Percayalah kepadaku! Aku bisa menjaga diriku baik-baik!" Ivy mengangkat satu lengan, menekuknya seperti huruf U. Seakan-akan Ivy mempunyai otot tersembunyi di sana.

"Boleh ya?? Ya??" Tatapan mata Ivy memelas. Gadis itu terus mengedipkan kedua matanya seakan memohon Asher. Mata itu meluluhkan Asher.

"Baiklah." Asher menghela napas panjang. "DENGAN SYARAT, Bila ada hal berbahaya, langsung laporkan kepadaku. Jangan kamu simpan sendiri, paham?"

Ivy melompat kegirangan. "Percayakan saja kepadaku. Aku pasti akan menemukan pelakunya! Darimana kita akan mulai Asher?"

"Aku akan mulai dari keluargaku terlebih dahulu. Ada hal yang ingin aku tahu dari mereka, dan ini juga akan menguntungkan pihak kita untuk mengorek informasi." Asher bertumpu dagu di atas meja.

"Baiklah, jadi nanti kamu akan pergi ke Marquis dan Marchioness, ya?" Ivy mengambil kue yang tidak sempat tadi ia makan karena pembahasan yang begitu serius.

"Iya," balas Asher sambil mengambil sisa kue yang berantakan disamping bibir Ivy. "Mmm, manis."

Wajah Ivy merona. "Dasar Bodoh!" Asher tertawa cekikikan. Hanya saat bersama Ivy, Asher dapat menumpahkan semua emosi dengan bebas.

Pesta teh Asher dan Ivy yang sebelumnya sangat tegang berubah santai. Mereka bercakap-cakap berbagai macam topik hingga petang tiba.

"Terima kasih banyak untuk hari ini, Asher." Ivy membungkukkan badan. Di belakangnya sudah ada kereta kuda menunggu.

"Hati-hati di jalan Ivy, ingat apa yang kukatakan tadi."

Ivy tertawa, Asher masih saja membawa hal itu. "Iyaa Asher, kamu pikir aku ini apa?"

Setelahnya Ivy memasuki kereta kuda. Asher masih tetap di sana hingga kereta kuda berlambang milik keluarga Aretha hilang dari pandangannya.

Sekarang, dia harus mengunjungi orang tuanya. Asher menajamkan matanya. Dia harus memastikan apa yang terjadi sebenarnya ketika Marchioness melahirkan Asher.

***

Asher tiba di depan ruangan dengan pintu kayu besar berwarna putih milik Marchioness. Baru saja Asher ingin mengetuk pintu, isak tangis terdengar.

"Asher ...! Oh, anakku yang malang. Maafkan ibu tidak bisa menjagamu dengan benar saat kamu masih bayi."

"Sayang ..., Ini bukan salah siapapun. Aku juga seharusnya mempererat penjagaan. Tidak ada yang tahu peristiwa itu akan terjadi. Jadi jangan salahkan dirimu lebih jauh lagi," hibur seorang pria yang suaranya melembut.

"T-Tapi ...!" Suara Marchioness bergetar. Wanita itu menangis sesegukan.

"S-shh ... Sayang. Sudah ..., Asher sekarang sudah berkumpul dengan kita. Mari kita tutupi masa kecil yang tidak bisa kita isi sekarang. Kita akan memenuhi semua kebutuhannya sepenuh hati." Begitulah, Marchioness berhenti menangis.

Asher memutuskan hanya berada di luar, mendengar semua apa yang ditumpahkan Marchioness kepada Marquis dalam diam. Apakah Marchioness selalu menangis seperti ini dulu ketika aku menghilang?

Dadanya nyeri bagai tertusuk beribu-ribu duri. Dia tidak berani bertanya apapun lagi malam itu. Asher kembali ke kamar dan memutuskan untuk mengunjungi Marquis besok. Kesehatan mental Marchioness masih belum stabil dari sejak beliau melahirkan. Asher tidak ingin ibunya lebih sedih lagi.

The Lost Identity of AsherWhere stories live. Discover now