◇ Bab 15: Surat Misterius

11 9 15
                                    

"Semua persiapan lancar?"

Seorang pria misterius bercakap dengan pelayan miliknya. Berdua, hanya dia dan pelayan. Pria itu memberikan sebuah surat yang sudah tersusun rapi tanpa adanya identitas.

"Sudah, Tuan." Pelayan itu membungkukkan badan.

"Kirim surat itu secepatnya penerima yang kukatakan tadi," perintah pria tersebut sambil menempatkan kepalanya di atas punggung tangan yang menyatu.

"Pastikan tidak ada seorang pun yang mengetahui pengiriman surat ini selain kita." Tatapan matanya tajam. "Tahu konsekuensinya, 'kan?"

"Baik, Tuan." Pelayan itu membungkukkan badan dan pergi meninggalkan sang pria sendirian di ruangan.

"Semua orang yang menghalangi rencana harus dimusnahkan."

Sudah lama dia menyiapkan rencana matang-matang. Tadinya, semua berjalan mulus hingga ketika orang yang dikira olehnya telah mati, ternyata masih hidup. Dayang Lily itu berani sekali mengelabuinya.

Berdasarkan informasi dari pelayan mata-mata yang ditugaskan dalam kediaman Rognvaldr, Asher dan Ivy mengadakan pertemuan yang tidak dihadiri oleh siapapun. Sangat mencurigakan. Pergerakan Asher juga aneh baru-baru Ini. Bisa saja laki-laki itu sedang merencanakan sesuatu rahasia dengan putri Count Aretha.

Pria itu mengambil foto Ivy yang tergeletak di meja. Dia pun merobeknya jadi dua.

"Saya harap Anda tidak akan mengambil keputusan yang salah."

***

Ivy tengah berkaca di kamarnya. Emer, pelayan yang melayani dirinya sejak gadis itu diadopsi berada di belakang Ivy, sibuk menyisir. Sinar matahari yang masuk melalui jendela membuat rambut hazelnut Ivy bersinar terpantul cahaya.

"Cantik sekali ...," Emer memegangi ujung rambut Ivy. "Tidak akan ada yang bisa menandingi kecantikan putri kita ini!" puji Emer bangga.

Ivy tersipu. "Bisa saja kamu, Emer," sambung Ivy sedikit tertawa mendengarnya.

"Sudah selesai!" Emer menghadapkan Ivy lurus ke arah Cermin. Memang dirinya menjadi sangat cantik. Bahkan Ivy pun tetap tidak terbiasa dengan penampilan barunya sebagai bagian keluarga bangsawan.

"Terima kasih, Emer. Kalau begitu, bolehkah kamu tinggalkan aku sendirian sebentar? Aku ingin membaca buku."

"Tentu saja, putri. Mau saya bawakan teh dan camilan?"

"Boleh. Perutku juga sedikit lapar."

"Segera saya bawakan." Emer bergegas ke dapur. Ivy bernapas lega.

Ivy cermat mengecek sekitar, memastikan bahwa tidak ada orang selain dirinya di ruangan tersebut. Tangannya diam diam mengeluarkan sebuah surat dari dalam laci.

Pagi ini, surat tergeletak di atas meja rias Ivy. Ivy tidak tahu bagaimana caranya surat itu sampai ke sini tanpa diketahui patroli. Tidak diketahui asal-usulnya karena tidak tertulis nama pengirim maupun stempel keluarga. Beruntungnya, Ivy sempat menyembunyikan surat itu sebelum Emer masuk untuk mempersiapkan Ivy setiap harinya.

Ivy penasaran dengan isi suratnya. Dia membuka perlahan.

"Temui saya di bar Cheshire tengah kota. Kode pertemuan, Golden Egg. Pukul 07.00 malam, hari ini. Datanglah tanpa diketahui siapapun bila tidak ingin keluarga Rognvaldr dan nyawamu dalam bahaya."

Apa-apaan yang baru saja Ivy baca? Isinya aneh. Melihat dari cara penyampaian surat, jelas bahwa orang ini merencanakan sesuatu yang tidak baik berhubungan dengan keluarga Rognvaldr. Ada kemungkinan Asher juga dalam bahaya.

Ivy berpikir sejenak. Haruskah dia pergi untuk mencari tahu niat sebenarnya dari orang itu?

Hal ini sangat beresiko karena Ivy tidak tahu apa yang akan terjadi apabila dia berada di sana sendirian. Mau pergi ataupun tidak, keduanya punya resiko masing-masing.

Ketukan pintu menyadarkan Ivy dari lamunannya.

"Ivy, ini aku. Aku membawakanmu teh dan kue ringan."

Ivy lekas menyembunyikan surat dalam genggamannya kembali ke laci. Kemudian mengambil beberapa buku dan duduk. Memposisikan dirinya sedang membaca buku.

"Masuklah, Emer," balas Ivy.

Wangi semerbak daun teh yang baru saja diseduh menyeruak dalam penciuman Ivy. Kue-kue juga tampak lezat membuat perutnya keroncongan.

"Putri kita ini memang selalu bekerja keras ya!" Emer meletakkan cangkir dan menuangkan teko berisi teh.

"Ayo nikmati dulu, putri. Sebelum kamu kembali membaca." Emer tersenyum lebar. Ivy selalu bersyukur bahwa di sisinya ada Emer yang begitu memperhatikannya.

"Terima kasih." Ivy menutup buku. Tangannya meraih cangkir teh buatan Emer dan meminumnya. Memang, buatan pelayan miliknya selalu enak seperti biasa.

Ivy menikmati kue yang dibawakan oleh Emer.

"Mari kita isi perut terlebih dahulu sebelum memikirkan tentang surat itu lagi nanti," batin Ivy.

***

Sore menjelang malam. Seorang gadis sedang sibuk ke sana kemari di kamarnya. Dia mempersiapkan segala kebutuhan sebelum pergi. Ivy memutuskan untuk menemui orang misterius tersebut.

Ivy telah mengatakan pada Emer bahwa dia tidak ikut makan malam hari ini dan ingin tidur lebih cepat. Ivy juga sudah meletakkan bantal ditutupi selimut seakan-akan dia tertidur di sana apabila Emer mengecek.

"Tudung, sudah. Serbuk pasir, sudah. Pemukul kayu, sudah." Serbuk pasir dia ambil saat berjalan-jalan tadi siang. Itu diselipkan balik tudung.

Lalu, pemukul kayu pendek dia ikat kan ke paha. Ivy akan menggunakan baju yang longgar dengan celana panjang agar tidak membatasi gerakan. Tentu saja masih tetap dilapisi tudung panjang hingga ke bawah.

Mungkin ini adalah persiapan yang tidak akan dilakukan oleh putri-putri bangsawan. Namun, Ivy berbeda. Pola pikirnya lain dari yang lain. Kehidupan saat dia kecil yang bebas di panti bisa saja cukup berpengaruh.

"Mari kita hadapi!" Ivy mengepalkan tangannya.

Ivy akan keluar dari balkon ruangannya. Persis sekali pohon besar tumbuh tinggi tepat di samping balkon. Ivy mengikatkan kain panjang yang telah dia ambil pada tubuhnya dan sisi lain pada pagar balkon. Berjaga-jaga apabila dia tidak berhasil melompat ke sana.

"Hup ...!" Gadis itu berlari dan melompat. Suara ranting pohon terkena guncangan terdengar.

"Phew ...." Ivy berhasil duduk di atas ranting. Ivy melepaskan ikatan pada tubuhnya karena telah berhasil berada di atas pohon, pelan-pelan turun.

Ivy memperhatikan sekitar. Sejauh ini aman.

Selama yang Ivy perhatikan. Sebentar lagi adalah pergantian jadwal penjaga kediaman Count. Ivy mendekati pagar yang sedikit lebih rendah dari lainnya di belakang kediaman, tetapi masih cukup tinggi untuk Ivy.

Ivy mengeraskan dadanya. Mencoba meraih ujung pagar. Percobaan pertama gagal. Sekali lagi, Ivy tidak akan menyerah. Percobaan kedua, hampir sampai. Percobaan ketiga, Ivy berhasil.

Gadis itu menaikkan kakinya penuh tenaga.

"Akhirnya ...." Tenaga Ivy cukup terkuras walau hanya melewati pagar saja. Ivy menyeka keringat.

"Aku harus cepat-cepat pergi sebelum diketahui oleh penjaga."

Gadis itu berlari menuju tengah kota.

***

Hiruk-pikuk kota terasa berbeda sekali saat menjelang malam dibanding siang hari. Orang-orang berkumpul untuk menikmati waktu bersama setelah hari yang panjang.

Ivy memegangi tudungnya.

"Cheshire ... Cheshire ... Cheshire bar. Ah, di sana." Ivy berhenti pada suatu bar bernamakan Cheshire. Memang diambil dari nama wilayah yang ditempatinya.

Ivy menelan ludah. Tidak akan ada yang tahu hal apa yang akan menunggunya di balik bar ini. Tidak ada waktu. Gadis itu memberanikan diri untuk masuk.

The Lost Identity of AsherWhere stories live. Discover now