◇ Bab 24: Lily

9 2 5
                                    

Setelah kejadian Ivy hari itu, Asher bekerja sama dengan Teon untuk mencari informasi mengenai dayang Lily. Namun, belum ada kabar yang terdengar.

Saat ini di rumah kaca, Asher sedang berusaha menahan dirinya dari keimutan gadis yang tidur berhadapan dipangkuannya. Dia memegang rangkaian mahkota bunga dan sibuk berbicara tanpa henti kepada Asher.

Walau sebelumnya Ivy hanya berencana menginap satu malam, pada akhirnya dia dibiarkan menginap sampai waktu yang tidak ditentukan atas permintaan Asher.

"Kamu ingat …, dulu aku pernah kasih rangkaian buatmu saat kamu marah," goda Ivy sambil tertawa kecil.

"Berhenti, itu memalukan." Asher mengalihkan pandangannya dari Ivy.

"Kenapa? Kan lucu? Sekarang pun kamu yang lagi malu-malu pun lucu. Tundukkan kepalamu sedikit."

"Ya?" Asher menundukkan kepalanya. Ivy meletakkan karangan bunganya di atas kepala Asher.

"Tuh. Lucu banget."

Asher menutup mulut Ivy dengan tangannya. "Berhenti menjahiliku terus. Atau kamu ingin aku kerjai balik?" Asher mendekatkan wajahnya ke Ivy.

"Coba saja." Ivy membuka matanya lebar-lebar menatap Asher secara langsung. Beberapa adu tatap, Asher akhirnya yang menghindari mata Ivy.

"Ehm …," deham Teon yang tidak tahu sejak kapan berada di sana. Sebab sebelumnya Asher telah memerintahkan orang agar tidak mengganggu waktunya di rumah kaca.

"Tuan." Teon membungkuk dan mengisyaratkan dengan mata bahwa ada hal yang harus didiskusikan. Asher cepat menangkap maksud Teon.

"Ivy, aku pergi dulu. Ada kepentingan yang harus dibicarakan dengan Teon."

"Ah, baiklah." Ivy bangun dari posisinya. "Nanti kita ketemu lagi ya."

Asher mengangguk. Ivy melambaikan tangan sampai jumpa nanti seiringan Asher dan Teon pergi dari rumah kaca.

***

"Bagaimana, apakah sudah membuahkan hasil?" ucap Asher sesudah duduk di ruang kerjanya.
"Sudah, Tuan Muda." Teon memberikan gulungan yang diikat rapi.

"Informasi ini baru saja dikirimkan dari Serikat rahasia yang bertugas untuk mencari informasi."

Asher membuka gulungan tersebut. Hal itu menampakkan profil Lily terbaru. Lengkap dengan ilustrasi perkiraan wajah wanita itu.

"Seperti yang Tuan Muda lihat, Lily tinggal di daerah Taunton, dia mengubah identitas dirinya, juga mengubah panjang dan warna rambut sehingga sulit untuk dikenali. Namun, karena ada bukti pengubahan data itu lah sehingga serikat bisa menemukan Lily."

"Lily juga dikabarkan mempunyai dua orang anak."

Pernyataan Teon terakhir cukup membuatnya sedikit geram. Akan tetapi, Asher tidak boleh berprasangka buruk terlebih dahulu. Apabila Lily memang berniat jahat kepadanya, sejak dulu Asher pasti tidak berada di sini sekarang.

Tulisan di surat yang dititipkan pada suster juga memohon pengampunan dari Marquis dan Marchioness.

"Baiklah, siapkan kereta kuda untukku. Kalau bisa yang tidak mencolok karena aku ingin tujuanku tidak diketahui siapapun."

"Baik, Tuan."

Sesudah kepergian Teon, Asher menatap jendela ruangan miliknya. Asher rasa, kebenaran akan kelahiran dirinya sudah dekat. Semoga saja firasatnya benar.

***

Taunton, kota yang bernuansa seperti desa. Jalanan trotoar yang luas cocok untuk berjalan kaki. Toko terbuka bagai pasar di pinggir jalan.

Asher berpakaian layaknya orang biasa mengamati dari jauh sebuah toko. Tidak ada seorang penjaga pun yang menemaninya karena ini misi yang harus dilakukan secara personal.

Asher membaca secarik kertas di tangannya. "Menurut informasi, dayang tersebut senang berbelanja keperluan sehari-hari di toko itu, di hari ini."

Benar saja, seorang wanita berambut cokelat gelap memasuki toko tersebut. Sesuai dengan gambar ilustrasi yang Asher terima, dia yakin bahkan orang tersebut adalah Aily.

Asher tidak akan melepaskan kesempatan ini. Laki-laki itu mendekatkan jaraknya dengan toko dan menunggu wanita tersebut keluar.

Tidak lama kemudian wanita berambut gelap itu keluar, Asher melangkahkan kaki perlahan. Mengikuti arah ke mana dia pergi penuh hati-hati supaya tidak dicurigai dan akhirnya malah membuatnya waspada.

Menunggu saat yang tepat saat wanita itu melewati gang sepi, Asher dari belakang menepuk pundaknya. Meskipun hari masih terang, pencerahan di gang tersebut sangatlah minim. Penampilan Asher tidak begitu kelihatan di sana.

"Permisi. Apakah benar saat ini saya berhadapan dengan Ibu Aily?" tanya Asher menampilkan senyum formalnya.

Aily yang mengira bahwa Asher hanya tamu biasa, menanggapi pelan. "Benar. Ada apa tuan bertemu dengan saya?"

"Bisakah kita berbicara sebentar, Ibu Aily?" Asher memotong kata-katanya sejenak sambil berpikir. Akan tetapi, membuka suara lagi tidak lama kemudian. "Atau yang bisa disebut Lily."

Wanita itu menjatuhkan barang belanjaan yang dipegangnya. Dia menutup mulutnya tidak percaya bahwa nama itu akan muncul kembali setelah sekian lama dia tinggalkan.

"B-Bagaimana kamu tahu soal surat itu?" tanya Aily. Suaranya bergetar dipenuhi rasa takut.

"Saya Asher, anak yang dulu 'dayang Lily' titipkan di panti."

Kaki Aily lemas seketika. Wanita itu jatuh duduk. Tidak ada kekuatan di sana. Perasaan panik bercampur sesal yang tidak tertahankan membuatnya mulai bersujud di hadapan Asher. Mulutnya sibuk bergumam 'maafkan saya' tidak karuan seakan-akan hidupnya akan menghilang saat itu juga.

Akan tetapi, Asher tidak akan menghilangkan nyawa wanita itu begitu saja karena bisa jadi dari sikap yang ditunjukkan olehnya, penculikan Asher adalah paksaan dari orang lain.

Tentu saja dalang di balik itu lah yang harus dikuak untuk dijatuhi  hukuman setimpal atas perbuatannya. Ancaman yang dapat menjadi duri di masa mendatang harus dipotong.

Asher berjongkok, menyamakan tingginya dengan Aily. "Apabila Anda tidak keberatan. Bolehkah anda menceritakan lebih detail tentang kejadian itu? Karena saat ini saya berusaha untuk mencari bukti tentang dalang dibalik penculikan saya."

Wanita itu yang tadinya panik kini perlahan-lahan tenang. Sepertinya dia dengan cepat menentukan pilihan yang akan diambil. Asher membantu wanita itu berdiri.

"Baiklah. Mari berkunjung ke rumah saya, saya akan menceritakan detailnya lebih jelas. Tempat ini tidak aman karena bisa saja ada telinga mendengar."

Tentu saja dayang itu tahu berdasarkan pengalaman yang dialaminya. Lebih baik berjaga-jaga daripada tidak sama sekali.

***

Mereka telah sampai di rumah Aily. Penampakan yang pertama Asher lihat, rumah itu cukup tua. Namun, masih layak untuk ditinggali.

"Sayang, aku pulang," salam Aily sebelum memasuki rumah tersebut.

Tidak ada jawaban yang terdengar, tetapi Aily tidak peduli karena dia lah yang tahu kondisi suaminya saat ini.

"Maaf, suami saya tidak bisa menyambut karena kesehatan tubuhnya tidak begitu baik. Selain suami saya tidak ada lagi orang karena anak saya pergi bekerja."

"Tidak ada masalah soal itu," balas Asher.

Asher diarahkan untuk duduk di kursi sambil wanita itu membawakan sedikit makanan. Setelahnya duduk berhadapan dengan Asher.

"Mungkin ini akan menjadi cerita yang panjang," katanya sebagai pembukaan.

"Saya akan mendengarkan dengan baik. Sepanjang apapun itu, asalkan menemukan jawaban yang saya cari."

"Baiklah." Aily menarik napas dalam-dalam. Matanya memandang jauh dan dalam. Bahkan Asher sendiri tidak tahu sedalam apa makna tatapan mata Aily.

"Hari itu …,"

The Lost Identity of AsherWhere stories live. Discover now