5. Perihal Foto

480 17 4
                                    

بِسْـــــــــــــــــــــمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم

اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ



Setelah semua mata kuliah usai Arana bergegas ke ruangan Pak Aldan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Setelah semua mata kuliah usai Arana bergegas ke ruangan Pak Aldan. Ia pergi seorang diri tanpa ditemani satupun dari sahabatnya.

Ceklek

Pintu kayu itu terbuka dengan mudah menampilkan seseorang yang kini duduk di sofa dengan sebuah iPad di tangannya. Arana yakin Pak Aldan belum menyadari kedatangannya. Arana masuk sedikit, dengan pintu yang ia biarkan terbuka.

Dengan gugup ia buka suara. "Assalamu'alaikum, Pak."

Pak Aldan menatap sekilas setelahnya kembali fokus pada benda pipih itu. "Wa'alaikumussalam. Hari ini kita fitting baju," ujar Pak Aldan to the point.

Arana menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Sebenarnya dia sudah tau soal jadwal itu karena dapat pemberitahuan dari Bunda Naya.

"C-cuma berdua doang, Pak?"

Untuk ke-dua kalinya Pak Aldan mengalihkan pandangan dari iPad nya, "kamu mau ngajak warga sekampung?" tanya Pak Aldan.

"Ya... gimana ya. Bapak nggak mau ngajak siapa gitu buat ikut bareng kita?"

"Siapa yang mau saya ajak, Arana? Saya anak tunggal dan kamu anak bungsu. Nggak mungkin kita ngajak mbak kamu yang lagi hamil besar. Nggak mungkin juga saya ngajak salah satu mahasiswi buat nemenin kita. Emang kamu ngga malu kalo ngajakin Bunda atau Umi ikut?"

Pak Aldan ini kalo ngomong emang suka menohok, ya.

Arana tak bisa berkata-kata, semua yang Pak Aldan ucapkan benar. Semua tidak mungkin ia lakukan. Malu lur kalo ngajakin ortu.

"Iya juga, ya," gumam Arana.

"Tapi saya pake mobil sendiri boleh nggak?"

"Kenapa ngga bareng aja? Ngapain kamu cari ribet."

Gadis itu memainkan jari-jemarinya menahan gugup. Padahal saat berjumpa di kelas Arana biasa saja. Entah kenapa jika hanya berdua begini dia malah gugup sampai kesulitan berbicara.

Arana menundukkan kepalanya dalam, sedikit malu untuk mengutarakan isi hati. "Mmm... Saya belum berani semobil sama bapak."

Tersirat kebahagiaan dalam diri Pak Aldan saat mendengar ucapan Arana. Sampai-sampai sebuah senyuman tipis terbit dari bibirnya. Sangat tipis. Pak Aldan jadi lega, setidaknya ia paham kenapa Arana takut semobil dengannya, ia yakin itu karena Arana jarang bergaul dengan lawan jenis. Yang Pak Aldan tahu kawan pria Arana hanya ada dua orang, itupun mereka tidak sering bareng. Tapi ia lupa siapa namanya.

Senja Yang AbadiWhere stories live. Discover now