23. SEBLAKK

385 15 4
                                    

بِسْـــــــــــــــــــــمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم

اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ



Setelah melalui hari yang panjang, akhirnya mereka tiba di rumah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Setelah melalui hari yang panjang, akhirnya mereka tiba di rumah. Dari jam tujuh pagi keduanya stand by di kampus, sampai setengah enam sore. Bayangkan saja, sudah seperti anak kuliah, padahal Arana sudah lulus.

Hari ini sangat memuaskan bagi Arana. Tadi dia dapat makan delapan Chupa Chups serta empat bungkus eskrim. Bahkan kini perut Arana sampai terasa mual. Semua itu dia dapatkan dari Rita dan Dessy.

Arana langsung menjatuhkan tubuhnya terlentang diatas kasur dengan setelan pakaian yang belum ia lepas satupun kecuali sepatu.

"Tadi ngeyel sih, Mas ajak pulang kamunya nggak mau. Jadi kecapean, kan?" omel Pak Aldan tapi masih menggunakan nada lembut. Pak Aldan sulit sekali meninggikan nada bicara.

Dia berjalan menuju istrinya, duduk ditepi ranjang lalu menarik kaki Arana untuk ditaruh di pangkuannya. Setelah itu mulai Pak Aldan pijit pelan.

Perlakuan Pak Aldan sontak saja membuat Arana tidak enak hati. Masak suami malah memijit kaki istri. Ia hendak bangkit, namun ditahan Pak Aldan. "Diem. Jangan banyak gerak." Bak titahan yang tidak bisa dibantah, Arana langsung menurut dan kembali merebahkan tubuhnya.

"Rana nggak kecapean kok, Mas. Malah Rana bahagia bisa kumpul sama temen-temen sekalian silaturahmi. Kan habis ini pasti udah pada sibuk sama urusan masing-masing."

"Tapi tetep harus inget waktu dong sayang.... Sekarang kan kamu ngga sendirian lagi, kamu kecapean, anak kita yang disini juga ikut kecapean." Satu jari Pak Aldan menunjuk perut Arana yang sudah mulai membesar.

Arana mengangguk tanda ia paham. " Iya. Rana minta maaf, ya." Perempuan itu menarik kakinya lalu segera bangkit dan melengkupkan kepalanya di pangkuan Pak Aldan.

"Hiks...hiks."

Sontak Pak Aldan terkesiap mendengar isakan suara tangis. "Loh, kenapa...?"

Dia mencoba mengangkat kepala Arana agar bisa menatap matanya. Agak sedikit susah tapi akhirnya berhasil juga.

"Rana jahat, ya, mas? Hiks."

Kepala pria itu menggeleng, "engga, kata siapa istri Mas ini jahat, hmm?"

"K-kan, t-tadi Rana nyakitin anak kita. Huuhuu."

Senja Yang AbadiWhere stories live. Discover now