"Enggak, Papi suka kangkung." Alvares meraih dua ikat kangkung dan memasukannya kedalam keranjang belanja. Sementara bayam yang tengah Naya genggam ia kembalikan lagi ke atas rak.
"Sayang, beli kangkung aja. Bayam gak enak." bisik Alvares mencoba mencuci otak istri nya agar mau menuruti keinginannya.
"Jangan, Mi. Kankun itu makannya mbee.." sewot Milea yang tidak terima dengan bisikan Papi nya, untung saja dia tadi menguping, jadi Milea dapat mengetahui rencana busuk Papi nya.
"Maksud kamu, Papi, kambing?" tanya Alvares.
"Eya tidak berlbilang serpelti itu. Eya berbilang kalau yang makan kankun itu mbee.." sahut Milea membela diri.
"Ck! Bayam itu gak enak, Eya."
"Enak, Papi. Yang tidak enak itu kankun. Rasanya serpelti lumpyut!"
"Bayam lebih gak enak lagi," Alvars berkacak pinggang seraya menyentil boneka banteng yang berada didekapan anaknya.
"Ihh, Papi tidak berlperli kebantenan! Kacian bantennya jadi cakit!" Milea menabok paha Alvares kuat-kuat. Karena tangannya mungilnya itu hanya bisa menabok setinggi paha Alvares saja.
"Bantengnya jelek! Kayak yang punya!" sinis Alvares tergelak kecil.
Milea kesal sendiri, ia menghampiri Naya untuk meminta pembelaan. "Mami, Papi jahat.." oceh Milea seraya memeluk kaki Naya manja.
Naya yang sudah lelah menghadapi Alvares dan Milea hanya bisa menghela nafas pelan. "Udah, kak. Sama anak sendiri ngalah dong, masa berantem terus." keluh Naya.
"Dia duluan yang ngajak berantem." sinis Alvares tidak mau kalah.
"Papi duyuan yang pilih kankun." sahut Milea.
"Salah sendiri pilih bayam."
"Bayam kan enak."
"Enakan kangkung."
"Tapi Eya tidak cuka!"
"Papi suka, wlee--awshh!!" Alvares meringis merasa lengannya dicubit kuat oleh sang istri.
