Sembilan

351 49 13
                                    

Content warning alcohol

*

Gulungan putih itu dia lilitkan dari sela jari ke sela jari yang lain. Sarung tangan tinju yang tergeletak diambil olehnya. Dipakai sarung tinju itu kemudian dia rekatkan. Setelah sudah bersiap, dia mulai memukul dengan sekuat tenaga ke arah samsak yang berada di depannya.

Bugh... Bugh...

Sudah beberapa kali dia meninju samsak itu hingga leleh keringat membasahi tubuhnya. Jangan lupakan sumpah serapah serta makian yang keluar dari bibir manisnya. Sangat tidak sinkron dengan wajah cantiknya, tapi begitulah Gabbie saat dia sedang berlatih. Bukan berlatih juga, melainkan meluapkan kekesalan yang sudah dia pendam.

"Bangsat, bajingan." Kurang lebih seperti itu makian Gabbie. Sambil meninju samsak di hadapannya.

Alen yang sedang di depan laptop pun terusik akan kegiatan Gabbie. Dia berjalan ke ruang olahraga Gabbie, bersender di dinding sambil melihat perempuan itu meredam amarahnya.

"Lo stop liatin gue kayak gitu!" Seru Gabbie melihat Alen dari cermin besar di dindingnya.

Alen beranjak dari tempat menghampiri Gabbie dengan napasnya yang menderu. Leleh keringatnya membasahi anak rambut yang keluar dari kuncirannya.

"Kayak gimana?" Tanya Alen memandangi tubuh Gabbie yang terbalut pakaian lengan panjang juga legging pajang hitam.

Gabbie menyeka keringatnya dan melirik ke arah Alen tanpa menoleh.

"Ankle wrap nya kenapa gak dipake?" Tanya Alen melirik bagian kaki Gabbie.

"Lo mending jauh-jauh dari gue, atau lo yang gue tonjok." Balas Gabbie. Alen menyunggingkan senyumnya.

"Boleh, ada punch mitt?" Tanya Alen santai.

"Gak ada. Gue gak lagi latihan."

Debugh.. bugh..

Alen mundur perlahan tak ingin mengganggu sang rubah yang tengah amarah. Alen tak masalah sebenarnya dengan Gabbie yang sedang meluapkan emosi. Namun, Alen satu jam lagi akan bertatapan dengan klien. Bunyi pukulan itu kiranya akan terdengar oleh kliennya meskipun Alen menjauh dari Gabbie. Kecuali kalau Gabbie mengizinkannya untuk ke ruangan atas.

Alen duduk sambil melihat gerakan tubuh Gabbie dengan seksama. Sembari mempelajarinya, kalau-kalau dia ditinju oleh Gabbie agar dia bisa menghindar.

Dia berkali-kali menoleh ke arah jam dinding yang berdetik. Mungkin dia harus benar-benar mengorbankan dirinya untuk ditinju agar Gabbie merasa puas hatinya.

"Mau coba pukul gue?" Tanya Alen menawarkan dirinya.

Gabbie langsung menoleh dan menyeka keringatnya meskipun tangannya masih terbungkus sarung tinju. Dirinya beralih dari samsak mendekati Alen.

"Boleh, berdiri!" Titahnya. Mungkin kalau orang lain akan ketakutan menatap Gabbie saat ini. Alen berdiri sembari menyurai rambut putihnya yang telah panjang.

"Tolong jangan muka gue. Gue mau ketemu orang." Ujar Alen.

Gabbie memandangi wajah Alen kali ini. Lebam di sudut bibirnya kini telah pudar. Andai saja dia bisa meninju wajah Ayden dibanding wajah Alen. Atau mungkin wajah Najim, Gabbie tidak tahu harus meninju siapa.

"Gue maunya muka lo!" Balas Gabbie.

"Oke, pinjem head guard sama mouth guard." Balas Alen, dia tak ingin tiba-tiba wajahnya penyok atau giginya rontok. Gabbie menggedikan dagu Alen dengan tangannya yang masih terbalut sarung tinju.

"Gue bilang gak ada." Balas Gabbie tepat tiga hasta di depan Alen. Dia membuka sarung tinjunya, menyisakan hand wrap yang melilit sempurna di jemarinya. Gabbie juga tahu bahaya memukul orang dengan sarung tinju tanpa pengaman.

SESALWhere stories live. Discover now