Delapan

388 50 7
                                    

Putaran pada sendok itu tak terhenti walaupun susu dan cokelat sudah bercampur rata. Seorang gadis duduk di dekat jendela membiarkan sinar matahari menyirami puncak kepala hingga tangannya yang sedang mengaduk. Sudah beberapa menit gadis itu tenggelam dalam pikirannya hingga sapaan si pemilik kafe diabaikan olehnya.

"Kak Gabbie." Panggil Nadi berkali-kali mengguncangkan bahu Gabbie.

Gabbie tersadar atas lamunannya dan mendapatkan Nadi berada dihadapannya.

"Kak, gapapa?" Tanya Nadi.

"Gapapa, lagi mikir aja." Balasnya.

"Mikirin apa kak? Kalau gak keberatan boleh cerita ke Nadi. Soalnya tadi Raja telepon Nadi, kakak dipanggil gak nyautin." Jelas Nadi. Gabbie reflek menoleh ke arah Raja yang masih melayani pembeli, mungkin sudah beberapa kali Raja menyapa dan tak mendapatkan balasan dari Gabbie hingga dia menghubungi Nadi.

"Lagi cari inspirasi model rok kayaknya bagus gak sih?" Ucap Gabbie walaupun sedari tadi isi kepalanya bukanlah itu.

"Bagus kak, gimana kalau buat 3/4 terus agak dirumbai buat summer gitu." Balas Nadi antusias.

Setelahnya mereka hanya bercuap tentang ide dan imajinasi mereka untuk launching produk baru. Tingkah Gabbie saat bersama Nadi terasa lebih kekanak-kanakan, mungkin karena Gabbie merupakan anak tunggal. Saat bersama Nadi, Gabbie merasa seolah seumuran dengan Nadi atau gaya bicaranya tak sadar memang seperti Nadi yang berbicara tentang hal-hal random. Contohnya seperti sore ini ditengah lengang waktu mereka.

"Nad, binatang apa yang terlihat misterius?" Tanya Gabbie.

"Apa kak?" Balas Nadi. Dia pikir Gabbie memberinya sebuat teka-teki, namun ternyata dia hanya ingin bertanya.

"Ish, kok balik tanya?"

"Hahaha, Nadi kira teka-teki. Hmmm, apa ya? Undur-undur gak sih kak?" Jawab Nadi dengan wajah yang menggemaskan dimata Gabbie. Kenapa juga Nadi kepikiran undur-undur?

"Kenapa gitu?"

"Dia jalannya tuh mundur, kayak ada sesuatu yang disembunyikan. Udah gitu, kalo ketemu orang tuh langsung masuk ke dalam tanah, terus ngapain juga dia di dalam tanah, sok misterius banget." Jelas Nadi membuat Gabbie tertawa, Gabbie sama sekali tidak kepikiran tentang undur-undur si hewan misterius.

"Kalau kakak mirip binatang apa?" Tanya Gabbie. Nadi terlihat berpikir, sambil melihat Gabbie dari kepala hingga mata kaki.

"Kodok sih kak, ini bukan maksud jelek. Tapi, penutup mata kak Gabbie yang kodok tuh mirip sama mata kak Gabbie." Jelas Nadi sambil memperagakan jemarinya seperti mata katak. Lagi-lagi Gabbie tertawa melihat tingkah Nadi.

"Eh, tapi kalau sama rubah mirip gak?" Tanya Gabbie lagi. Nadi menaruh jemarinya didagu seraya berpikir lagi. Pertanyaan aneh dari Gabbie seharusnya tak perlu dia jawab dengan serius. Nadi menyelipkan rambut Gabbie yang terurai ke telinga, Gabbie juga tak menolak perlakuan dari Nadi.

"Mirip telinganya, apalagi pas kakak rambut merah kayak waktu itu!" Ujar Nadi antusias. Gabbie mengangguk mengiyakan ucapan Nadi.

"Sejak kapan rubah warna merah bulunya?"

"Loh emang warna apa?"

"Warna oren ish." Ucap Gabbie melayangkan jemari ke pinggang Nadi untuk dikelitiki. Tawa Nadi pun pecah mengisi butik yang kini tengah sepi.

Tiba-tiba ponsel Gabbie berbunyi, air muka Gabbie berubah saat dia menerima panggilan, padahal beberapa detik yang lalu Nadi bisa melihat senyuman Gabbie.

Suasananya menjadi serius setelah Gabbie menutup panggilannya. Kertas-kertas yang Nadi tidak tahu apa isinya, ditaruh tepat di depan Nadi.

"Nadi coba kamu liat portofolio mereka." Ucap Gabbie.

SESALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang