Sebelas

291 41 16
                                    

Suara klakson bersautan ketika satu mobil tidak bisa bergerak dan mobil itu tepat di depan mobil Gabbie. Gabbie bingung bagaimana cara menyalipnya sedang jalanan tengah ramai. Dia tidak bisa memundurkan mobil karena ada mobil di belakangnya.

Mau tidak mau Gabbie menunggu mobil itu bergerak walaupun sambil memaki mobil depan dan mobil-mobil yang membunyikan klakson. Hari ini Gabbie akan bertemu dengan Haru, alih-alih bertemu dengan oma. Namun, sepertinya sama saja karena Haru sedang berada di kantor, probabilitas Gabbie akan bertemu dengan oma-nya semakin tinggi.

Gabbie tidak membenci oma, dia menyanyangi oma-nya, namun saat oma mulai mengoceh hal-hal yang (tidak) penting, Gabbie akan mulai jengkel.

Dia menunggu Haru dengan segelas kopi di kantin bawah, karena kalau ke ruangan Haru mungkin Gabbie akan bertemu keluarga atau mantan rekan kerjanya. Bahkan, barista di kantin hafal dengan Gabbie dan menanyakan kegiatan apa yang Gabbie lakukan disini.

Gabbie memang pernah bekerja (magang/intern) di perusahaan oma-nya yang bergerak di bidang tekstil dan bahan bakunya. Niat sang oma mengajarkan Gabbie sejak dini, namun sayang Gabbie memilih untuk tidak mengikuti jejak sang oma. Kenyataannya tetap saja darah oma mengalir ditubuhnya, Gabbie menggunakan 'privilege' yang didapatnya dengan membangun butik.

Haru yang telah menemukan kakaknya sedang meminum kopi berjalan mendekatinya. Dengan tidak santun laki-laki itu mengambil gelas Gabbie dan meminumnya. Gabbie tidak marah sama sekali karena mereka sudah terbiasa melakukannya.

"Ayo ke atas!" Ajak Haru. Gabbie menggelengkan kepala; menolak.

"Gak ada siapa-siapa." Lanjutnya meyakinkan kegelisahan sang kakak.

Akhirnya Gabbie ikut ke ruangan Haru. Suasananya memang nampak sepi setelah jam kerja berakhir, tak banyak orang yang masih di sini. Walaupun tak banyak orang, beberapa kali Gabbie disapa dan menyapa orang yang dikenalnya.

Haru bukanlah orang yang setara dengan C-levels yang memiliki ruangannya sendiri, karena dia bekerja sama dengan timnya. Sebab itu, Gabbie masuk ke dalam ruangan tim Haru yang berisikan banyak komputer. Kemudian Haru menarik kursi kosong untuk Gabbie duduk di sana.

"Jadi, gimana data diri Alen, maksud gue Jaylen Biantara." Ucap Gabbie membuka pembicaraan. Haru menoleh bingung, dia tahu Gabbie menyuruhnya untuk mencari latar belakang Alen, namun seharusnya dia bicara tentang Najim terlebih dahulu, kan? Dia pasti terkejut karena mendapatkan undangan dari Najim secara tiba-tiba.

"Ah, itu. Sebentar." Balas Haru sambil membuka dokumen yang berhasil dia kumpulkan.

"Nanti undangan oma gue kasih lo aja ya." Ucap Gabbie.

"Kak, kenapa gak lo yang kasih aja sih? Awas aja lo sampe kabur pas pertemuan keluarga." Ujarnya.

"Gue lagi gak mood denger oma ceramah. Pas pertemuan gue dateng kok." Balas Gabbie sedikit berbisik dan melirik ke kanan-kiri takut ada yang menguping.

Setelah membuka dokumennya, Haru memundurkan kursi agar Gabbie bisa melihat dengan jelas pada layar komputer.

"Lo kenal di mana sih emang?" Tanya Haru penasaran.

"Di Singapura, gue kira Ayden." Jawab Gabbie jujur sambil menyelisik riwayat diri Alen.

"Wah gila, dia masuk kelas tiga SD di umur 7 tahun? Pasti nyogok." Tuduh Gabbie sambil melihat layar yang penuh dengan kegiatan Alen sedari kecil hingga dewasa dan berakhir empat tahun lalu semenjak dia meninggalkan Biantara. Corp.

"Dih nuduh, siapa tau dia home schooling sebelumnya." Ujar Haru membela.

Gabbie membuka sosial media di ponselnya mencari username Alen yang ditemukan oleh Haru. Tidak ada yang aneh di sana, hanya foto pemandangan dan objek-objek yang menurut Gabbie tidak penting; The city lights he saw from above as he drank champagne and a pool table. Tipikal orang 'berduit' pikirnya.

SESALWhere stories live. Discover now