BAB LIMA

3K 623 44
                                    

Enam bulan kemudian.

Adinia Cara Agnibrata berjalan dengan menunduk dan mencoba untuk mendengarkan bisik-bisik yang terdengar di telinganya. Jalan saja Adinia, jangan hiraukan kata-kata mereka. Kamu jelek, akui saja. Kamu pucat, tidak ada bisa diubah. Kamu sakit, semua orang tahu.

Ia sedang berjalan disebelah Teran Bartelome Mahardjoko masuk ke dalam acara penggalangan dana Mahardjoko Group yang diadakan orang tua Teran—Raden Mas James Gerandra Mahardjoko dan Mira Tia Mahardjoko malam ini di Maziyar Hotel, hotel berbintang lima yang sangat elegan dan bergengsi.

Teran berbisik kepadanya dan berkata, "Cepatlah, kamu membuatku malu."

Adinia mengerutkan dahinya dan Teran membalasnya dengan berkata, "Jangan mengerutkan dahimu seperti orang bodoh. Kamu sudah terlihat sangat pucat dan semakin bodoh dimataku. Bagaimana pendapat orang lain ketika melihatmu nanti? Si Jelek semakin jelek."

Adinia menunduk dan mencoba untuk menghiraukan kata-kata Teran. Ia sudah mendengar banyak ejekan pria itu selama mereka duduk di bangku sekolah yang sama, tapi entah kenapa malam ini Adinia merasa ejekan pria itu menyakitinya. Jangan hiraukan kata-kata Teran, Adinia, ia berkata kepada dirinya sendiri.

Mereka memasuki ruang dansa utama dimana acara penggalangan dana diadakan dan bergabung dengan orang tua Teran. Raden Mas James Gerandra Mahardjoko tengah berbicara dengan Walikota Jakarta, Maria Kartadinata ketika mereka menghampiri. Teran memanggil ayahnya, "Pa, selamat malam." Lalu ia memeluk ibunya, Mira Tia Mahardjoko yang terlihat cantik di balutan gaun malam berwarna hijau tua.

"Adinia, ayah dan ibuku—sapa mereka," kata Teran memberikan perintah kepada Adinia.

Ia membenci perintah pria itu yang merendahkannya. Kalau bukan karena ia dipaksa pergi malam ini oleh ibu dan ayahnya—Nicola dan Agreva Agnibrata, ia lebih memilih untuk diam di rumah dengan buku-buku yang belum selesai ia baca. Tapi ia berkali-kali membuat alasan hingga ia sendiri kehabisan alasan untuk tidak pergi dengan Teran ke acara apapun yang diminta kedua orang tuanya untuk pergi. Dari alasan sibuk hingga sakit telah Adinia gunakan. Sekarang ia terpaksa pergi. Malam ini ayahnya telah memberikannya ultimatum dan Adinia harus mengikuti keinginan sang raja Agnibrata. Melanggar keinginan ayahnya adalah hal yang belum pernah Adinia lakukan sebelumnya. Jadi disini ia berada sekarang.

"Raden Mas James, Bu Mira, selamat malam," kata Adinia kepada keduanya.

"Oh, pfft, Adinia, panggil Mama sama, bukannya sebentar lagi kamu akan menjadi bagian dari keluarga kami?" tanya Mira dengan terlalu girang membuat Adinia sedikit tercengang dan takut. Tidak, pikir Adinia. Aku lebih baik mati sebelum menikahi anakmu, ia melanjutkan dalam hati.

Adinia memberikan senyum yang sudah dilatihnya dengan baik, "Bu Mira untuk sekarang terdengar lebih baik—karena tentunya kita tidak ingin semua orang membicarakan hal yang tidak benar, bukan?" Adinia bertanya.

"Betul," jawab Teran. "Pintar juga kamu, Jelek," bisik pria menyebalkan itu di telinga Adinia.

Adinia sangat ingin memukul wajah Teran sekarang dan membuat hidungnya patah, tapi ia akan mendapatkan masalah besar dengan ayahnya kalau ia melakukan hal itu. Ia hanya memberikan tatapan mematikan yang membuat Teran tertawa, "Apa kamu sedang sakit perut, kenapa wajahmu seperti itu, Jelek?"

"Maaf, aku akan mengambil minum, permisi," kata Adinia dengan sopan kepada kedua orang tua Teran dan pria itu.

"Oh, Teran, temani Adinia, please," kata Mira kepada anak satu-satunya yang selalu membuatnya bangga. "Ia terlihat seperti sangat haus. Kamu harus makan lebih banyak Adinia. Tubuhmu terlalu kurus. Bagaimana bisa kamu mempunyai anak kalau kamu terlalu kurus seperti ini?"

Tentu saja, pikir Adinia lagi. Tentu saja mereka akan membicarakan berat tubuhnya yang terus menurun. Aku akan mati, itu yang tidak kalian ketahui.

Teran terlihat sangat terpaksa ketika mengangguk dan memenuhi keinginan ibunya sementara Adinia sama sekali tidak menghiraukan kata-kata wanita itu kepadanya. Tidak ada gunanya ia membalas perkataan wanita itu. Tidak ada gunanya ia menjelaskan. Teran berbisik kepadanya, "Jalan, Jelek."

Mereka berjalan menuju bar terbuka yang penuh dengan pelayan yang memberikan berbagai macam minuman alkohol. Teran berjalan menjauh darinya ketika melihat teman-temannya yang mulai mengolok pria itu. "Oh, lihatlah, Teran Bartelome Mahardjoko dan Si Jelek," ujar salah satu temannya yang terlihat setengah mabuk.

"Hei, hei! Jangan mengejek putri Agreva Agnibrata seperti itu," kata Teran. "Lebih! Lebih seharusnya—bukan hanya ia jelek, tapi ia juga pucat, dan kurus. Ibuku baru saja memberitahuku kalau ia terlalu kurus. Seperti yang kalian tahu aku hanya membantu Si Jelek ini untuk terlihat seperti manusia dan bukannya sampah. Kalian harus tahu tugasku berat sekali."

"Sangat mulia sekali Teran," balas temannya dengan suara tawa yang terlalu keras membuat beberapa mata mengalihkan pandangan mereka kepadanya.

"Apa Si Jelek tahu kalau Rumi tidak menyukai wanita lain mendekatimu, Teran?"

"Oh, Rumi adalah pencemburu, aku sangat menyukainya ketika ia cemburu. The sex is wild," kata Teran dan ia mengangkat minuman yang baru saja ia pesan keatas kepalanya. "Cheers to sex!"

"Cheers!" teriak teman-teman bodoh pria itu.

Adinia baru saja akan berbalik dan menjauh dari bar ketika ia terlalu cepat melangkah dan menabrak seorang wanita berusia sekitar lima puluh tahun, lalu menumpahkan minuman yang ia pegang. "Oops, Miss, watch where you're going," kata wanita itu.

Adinia semakin menunduk dan ia baru saja akan melangkah pergi ketika ia mendengar suara pria itu. Suara pria yang memuaskannya enam bulan yang lalu. "Adinia?"

Pria itu berada dihadapannya.

Lebih tepatnya ia sedang berada disebelah wanita yang baru saja ia tumpahi minumannya. Ia berpakaian formal malam ini dengan jas tuksedo hitam dan dasi pita berwarna sama, dipadukan dengan kemeja putih yang sangat rapih dan membuatnya terlihat sangat seksi. Gael Zachariah.

Adinia baru saja akan pergi, tapi tiba-tiba Teran menarik tanganya, "Woah, woah, woah, Jelek, apa kamu baru saja membuat masalah? Shit, jangan membuat malu diriku, Jelek."

Ia mengernyit ketika merasakan pegangan tangan Teran di lengan atasnya terlalu keras tapi ia tidak bisa berkata apa-apa. Teran menariknya dan berkata, "Sini!"

Sebelum Teran dapat menariknya lagi, tiba-tiba Gael berkata—memerintah lebih tepatnya—kepada pria yang membuat hidup Adinia sulit, "Lepaskan lengan atas wanita ini sekarang."

"And who are you, my friend? Apa kamu tahu kalau wanita dihadapanmu ini terlalu jelek untuk berada disini?"

"She's my girlfriend," jawab Gael dengan santai tapi nadanya begitu tegas.

"Apa?" tanya Teran tidak percaya.

"She's mine, now hands off."

Be Careful, It's My Heart | Red Series no. 2Where stories live. Discover now