BAB SEBELAS

2.3K 511 17
                                    

Agreva Agnibrata belum pernah sebelumnya tidur di sofa sampai malam ini.

Tentu saja sang raja akan bersikap merajuk setelah istrinya mengusirnya dari kamar tidur utama mereka. Selagi ia memegang bantal—satu-satunya hal yang diberikan Nicola kepadanya—ia berjalan kembali ke pintu yang tertutup baginya malam ini. "Nic, ayolah. Naira arasku, buka pintunya. Apa aku salah karena telah menghajar pria yang telah meniduri putri kita? He's an asshole and we do know—"

Nicola Agnibrata membuka pintu kamar mereka beberapa saat kemudian, sekarang hanya mengenakan jubah satin yang membuat Agreva tidak bisa memikirkan apa yang ada di baliknya kalau ia menarik wanita itu dan melepaskan ikatan di satinnya. "Kesalahan pertamamu adalah menghajar pria itu di kamar rumah sakit, Agreva."

Oh, Nic sangat marah, pikir Agreva. Mata wanita itu berapi-api siap untuk membunuhnya sekarang. Tapi Agreva sama sekali tidak bisa memalingkan tatapannya ke jubah satin yang sekarang menampakkan kedua puting wanita itu yang mengeras dan terlihat. "Eyes up here, Agreva."

"Ya, baiklah," kata Agreva menurut. Ia mengalihkan matanya dari tubuh istrinya dan bertanya, "Kenapa kamu sangat marah kepadaku? Aku melakukan hal yang benar."

"Adinia sakit, Agreva! Kamu memukul pria itu—siapapun dirinya—di kamar rumah sakit Adinia. Di tengah semua orang yang menatap kamu seakan-akan kamu telah kehilangan akal sehatmu."

"Oh, okay, so you want to talk about my insanity. Aku memang kehilangan akal sehatku, Nic. Ayah macam apa aku kalau aku bertepuk tangan dan memeluk pria yang baru saja mengakui kalau ia telah meniduri anak perempuannya? Tentu saja aku marah. She's my Adinia, Nic. She's mine alone. Aku tahu pria itu menggunakannya—tentunya karena status Adinia sebagai putri mahkota. I hate him, because he used her, and she's oblivious to that."

Nicola menatap suaminya dan mendesah, "Aku tahu—dan aku aku mengerti kenapa kamu marah, Agreva. But you can't do that. You just can't be angry in front of Adinia. Tubuhnya terlalu lemah, Agreva. Kamu tahu itu."

Agreva mengangguk, "Aku mengerti."

"Kamu yang lepas kendali hanya akan menambah beban pikiran Adinia. You know her, Agreva. She will think about this all week, dan selama ia memikirkan ini, ia akan membuat tubuhnya semakin lemah. Membuatmu kecewa adalah hal terakhir yang Adinia ingin lakukan."

"Maafkan aku Nic," kata Agreva yang mendekat dan menarik istrinya untuk memeluknya. "Maafkan aku," ucapnya lagi.

Nicola memeluk suaminya dan menyandarkan kepalanya di dada pria itu yang lebar. "She's dying, Agreva."

"..."

"..."

Agreva tidak ingin mengakui fakta itu tapi ia tahu kalau istrinya benar. Adinia akan mati.

"Yes, and I want her to have the best life."

"Biarkan ia memutuskan apa yang ia ingin lakukan terhadap hidupnya, Agreva. Please, aku hanya meminta satu hal kecil ini."

"Including, what? Nic, you can't be serious about this. Including that man?"

"Ya, kalau memang Adinia ingin bersama pria bernama Gael Zachariah, biarkan ia memustukan hal itu."

"Nic, Adinia akan menikah dengan Teran."

"Kenapa kamu sangat terobsesi dengan Adinia dan Teran."

"Aku hanya ingin melihatnya menikah. Walk her down the aisle, as her father—is that too much to ask?"

"Mimpimu dan mimpinya, mungkin berbeda Agreva."

Agreva mendekap istrinya dengan erat dan berkata, "Apa aku masih harus tidur di sofa?"

"Tentu saja, bawa bantalmu, Yang Mulia. Malam ini kamu tidak akan tidur di ranjang," kata Nicola yang sekarang mendorong suaminya menjauh. "Selamat malam Raden Mas."

"Selamat malam, naira arasku."

___

Adinia menatap pria yang baru saja dipukul oleh ayahnya dengan marah. "Apa kamu sudah gila, Gael?" tanyanya. Gael tengah memegang bibirnya yang berdarah dan sobek karena tinju sang raja Ttagiantabiantara dan menatap kembali wanita yang menjadi alasan utama kenapa ia dipukul. "Aku hanya mengatakan kebenarannya. Aku cukup terkejut karena ayah dan ibumu tidak mengusirku."

"Aku yang akan mengusirmu sekarang," kata Adinia kepada pria itu.

"No, you won't do that," kata Gael. Ia meringis ketika merasakan bibirnya kembali berdarah dan merasakan lukanya robek kembali. "Aku dan kamu, kita tidak bisa kembali setelah apa yang kukatakan kepada ayah dan ibumu."

"Kemungkinan besar kamu akan dipaksa menikah denganku Gael."

"Setidaknya kamu tidak akan dipaksa menikah dengan Teran."

"Gael!"

"Ya?" tanya Gael yang sama sekali tidak terlihat panik seperti Adinia.

"Kalau kita besok dipaksa menikah—"

"I don't think your father and mother will force you to marry me tomorrow. Aku telah menodaimu, tapi mereka tidak cukup bodoh untuk memaksamu menikah denganku. Mereka akan mengetahuinya, cepat, atau lambat. Besok ataupun malam ini. Aku adalah pria bayaran, Adinia. I fuck—as I told you. I don't marry a crown princess.

"But, for now, my offer still stands, I will be your boyfriend. Aku akan menjadi pacarmu sampai ulang tahunmu. I'll spare you the difficulty to say no to marrying Teran to your father. Aku masih jalan keluarmu yang terbaik sekarang."

Be Careful, It's My Heart | Red Series no. 2Where stories live. Discover now