Chapter 13

726 242 46
                                    

🍬Hidup dari kata mumpung itu seolah menjadi pembenaran meski tidak selamanya salah.🍬

-- Happy Reading, Happy Fasting --
Marentin Niagara

Mendulang kata mumpung yang seringkali dilakukan dalam keseharian terkadang membuat manusia bisa berpikir cepat untuk melakukan dua pekerjaan yang berbeda tetapi dapat diringkas demi sebuah kata penghematan.

Seperti pagi ini, mumpung Asmara tidak puasa, saat kakinya sudah bisa dipakai berjalan normal, dia ingin belanja sayuran di sebuah toko kelontong tapi harus melewati jalanan persawahan desa. Karena dia juga masih belum diizinkan untuk bersepeda motor sendiri oleh Rabani, maka pagi ini Asmara memutuskan untuk berjalan kaki sembari ingin menghirup udara segar di pagi hari.

Sepertinya Asmara lupa bahwa pagi hari selama bulan Ramadan di jalan persawahan itu akan ramai orang-orang yang ingin menyemarakkan kegiatan rutin yang mereka namai dengan asmara subuh. Asmara bahkan sampai menepuk keningnya melihat pemandangan yang tampak di depan matanya kini. Berulang kali dia mengucapkan kalimat istigfar ketika kedua matanya melihat pasangan muda mudi melakukan perbuatan yang justru mencederai makna Ramadan itu sendiri.

"Ya muqolibalqulub tsabit qolbi alaa diinik." Berulang kali Asmara membaca doa itu untuk menentramkan hatinya.

Kepalanya menunduk melihat jalan yang ada di depannya sampa sebuah suara memanggil namanya.

"Mara—"

Wajah Asmara terangkat mencari sumber suara yang sudah sangat akrab di telinganya. Tidak salah lagi, sosok Subuh berdiri di depannya dengan pakaian olahraga lengkap.

"Kamu mau belanja?" mata Subuh menelisik tas belanja yang ada di tangan Asmara.

"Mengapa tidak panggil kang sayur yang bisa muter kampung saja, Mar? Kaki kamu belum bisa dipakai untuk jalan jauh. Nanti—"

"InsyaAllah bisa, Buh. Sekalian aku juga ingin melatihnya. Nanti kalau capek ya istirahat sebentar," jawab Asmara masih dengan hati yang berdegup kencang.

"Sini, serahkan tasnya padaku. Aku akan bantuin kamu membawa belanjaannya nanti."

Asmara menghentikan langkahnya dan menatap Subuh sekilas. Sejak kapan belanja sayuran menggunakan pakaian olahraga lengkap seperti itu?

"Tapi kamu mau olahraga pagi, kan, Buh?" tanya Asmara.

"Mumpung pas lagi bisa membantu, sekalian bisa olahraga layaknya angkat barbel, sini tasnya." Senyuman yang menghias di bibir Subuh membuat genggaman tangan Asmara merenggang dan tas yang ada di tangannya terjatuh ke aspal.

Dengan cepat Subuh mengambil tas belanja itu dan berjalan di depan Asmara.

"Ternyata asmara subuh di desa ini semarak juga ya?" kata Subuh pada dirinya sendiri.

Asmara pun hanya diam tidak ingin menanggapinya. Tetap berjalan di belakang Subuh tanpa berniat mengotori pandangan matanya dengan semua kegiatan muda mudi yang ada di sepanjang jalan itu.

Seperti sebelumnya, Asmara menundukkan kepalanya. Sayangnya karena itu pula terjadi kecelakaan kecil manakala Subuh yang tiba-tiba menghentikan langkah dan membalikkan badannya karena teringat sesuatu yang ingin dia sampaikan kepada Asmara.

"Innalillahi," kata Subuh.

"Astagfirullahalaziim," kata Asmara bersamaan dengan kalimat istirjak yang diucapkan Subuh.

Asmara benar-benar menabrak tubuh kekar Subuh sehingga dengan refleks dia berjalan mundur tetapi justru keserimpet kakinya sendiri yang membuat tubuhnya oleng ke belakang. Hampir saja terjengkang jika Subuh tidak cepat menarik tangannya.

Asmara SubuhWhere stories live. Discover now